937 Hari Kemudian

Berbagai hal telah berubah sejak saat itu. Ada sangat banyak hal yang berubah. Saking banyaknya sampai-sampai sangat lah sulit untuk mengetahui jumlah pastinya.

 

Ada juga hal-hal yang tidak berubah. Seperti matahari terbit dari timur dan terbenam jauh di barat serta datangnya pagi dan malam. Haruhiro melemparkan salah satu ranting mati ke perapian. Benar. Warna api ini juga tidak berubah, dan juga bintang-bintangnya, begitupun bulan merahnya.

 

“Terima kasih, Ranta.”

 

“Ada apa tiba-tiba? Membuatku jijik saja”

 

Ranta sedang duduk berlutut di seberang Haruhiro sambil membungkuk dan mematahkan ranting-ranting di tangannya.

 

Haruhiro mencoba membuat suatu ekspresi, tapi tidak berhasil.

 

“Aku turut senang ketika Ruon lahir.”

 

Aku memiliki emosi. Tidak mungkin kalau aku tidak memilikinya. Tapi aku hanya tidak bisa mengekspresikannya dengan baik.

 

“Aku tidak menyangka Yume akan menjadi seorang ibu, maksudku ini tuh Yume yang sedang kita bicarakan. Aku juga sulit percaya sekarang dia menjadi istrimu.”

 

“Kau ini bodoh, ya.”

 

Ranta mencibirnya.

 

“Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan dan itu pun terjadi, tentu saja karena motoku untuk melakukan sesuatu dengan mengikuti suara hatiku.”

 

“Kau benar juga, memang sangat mirip dengan sifatmu.”

 

“Hm-hm...”

 

“Kau harus melindungi Ruon ketika dia sudah dewasa. Setidaknya sebelum dia dewasa, maka Yume harus tetap berada di sisi Ruon.”

 

“Aku pun berpikir begitu.”

 

“Kau juga jangan berani-berani mati.”

 

“Aku tidak akan mati meninggalkan wanita yang kucintai dan anakku.”

 

“Benar juga, ya.”

 

“Haruhiro, sebaliknya kau...”

 

“Aku, apa?”

“Urgh...”

 

Ranta mengalihkan pandangannya.

 

“Tidak...”

 

Nyala api terus berkelap-kelip. Terdengar suara seekor binatang di balik kegelapan malam. Sejujurnya dia tidak yakin jika itu adalah suara binatang. Bisa saja itu adalah sesuatu yang lain. Haruhiro menggenggam jubah berbulu yang dia bawa. Jika berhubungan dengan hal-hal seperti ini, maka dia harus menggunakan ini. Jika suatu suara, atau kehadiran sesuatu, mendekat.

 

“Akan kukembailkan semuanya seperti semula.”

 

“Apa kau punya cara untuk melakukan itu?”

 

Ranta mengkhawatirkan Haruhiro. Dia terus saja mengawasi Haruhiro sambil bertanya-tanya kapan dia akan menjadi sesosok orang yang tampak tersesat dan bagiamana dia akan menghentikannya. Bukankah harusnya sebaliknya? Jika saja dia bisa tersenyum meski sedikit saja, maka Haruhiro akan mealukannya. Haruhiro yang sekarang bahkan kesulitan tersenyum. Rupanya, dia juga telah melupakan cara tertawa.

 

“Akan kutemukan caranya. Pasti. Pasti ada caranya. Kuncinya adalah Relik.”

 

Ranta mencoba mengatakan sesuatu, tapi pada akhirnya dia hanya mendengus dan tidak mengatakan apa-apa.

 

Akan kutemukan caranya.

 

Haruhiro mengulangi kalimat itu dalam hatinya.

 

“Pasti akan kutemukan.”

Komentar