Bab 13: Aku Mempersembahkan Rasa Sakitku Dan Doa

...Aku mendengar sesuatu.

 

Suara apa itu?

 

Rasanya sakit.

 

Tubuhnya terasa sakit.

 

Seluruh tubuhnya.

 

“...Ugh.”

 

Sebuah suara.

 

Apakah itu suara miliknya?

 

“Ahhh...”

 

Dia mencoba berbicara lagi.

 

Itu suaraku.

 

Aku tahu itu.

 

Ternyata itu suaranya.

 

Yang berarti...

 

"Aku masih hidup...?"

 

Dimana ini?

 

Gelap. Suasananya hampir gelap total. Hampir saja. Tidak sepenuhnya gelap.

 

Tetap saja, dia masih merasa sakit. Seluruh tubuhnya terasa sakit. Bukan itu saja. Yang dia alami lebih dari sekedar rasa sakit.

 

Apa, ya?

 

Apakah dia mati rasa?

 

Apa yang sedang terjadi di sini?

 

Dia tidak tahu. Dia bahkan tidak tahu posisi tubuh seperti apa yang sedang dia lakukan sekarang.

 

Dia tidak berdiri. Dia juga tidak duduk. Apakah itu berarti kalau dia sedang berbaring? Posisi tubuhnya menghadap ke sisi. Dia tidak membaringkan tubuhnya ke bawah, atau pun ke atas.

 

Sisi kirinya mungkin berada di bagian bawah. Apakah itu sebabnya? Aliran darahnya terputus, jadi

dia merasa mati rasa. Terutama di lengan kirinya. Dia bahkan tidak bisa memastikan kalau itu masih ada.

 

Bisakah dia bergerak? Dia tidak akan tahu sampai dia mencobanya.

 

Ya. Aku akan mencoba bergerak.

 

“Ngh… Nguh…”

 

Dia bisa menggerakkan lengan kanannya sedikit. Tapi bahkan sedikit gerakan seperti itu pun sangat terasa menyakitkan, jadi dia tidak benar-benar ingin bergerak.

 

Dia ingin tetap diam.

 

“...Aku tak bisa...”

 

Dia tak mampu melakukan itu.

 

Cobalah segala hal satu per satu.

 

Dia mengecek jari, pergelangan tangan, siku, dan bahunya. Mereka masih bisa digerakkan sampai tingkat tertentu. Lengan kanannya yang setidaknya tidak berada di bagian bawah juga seperti itu. Apakah dia diikat? Dia mungkin terikat oleh sesuatu di pergelangan tangannya. Lengannya ada di belakangnya, dan diikat dengan tali atau sesuatu seperti itu.

 

"...Kakiku juga...?"

 

Sepertinya pergelangan kakinya juga diikat dengan cara yang sama.

 

Dia merasa kalau itu tidak akan bagus jika dia berbaring ke sisi kirinya begitu lama. Dia sudah kelelahan, dan tidak bisa merasakan apa-apa. Tidak hanya lengan kirinya, tetapi kaki kirinya juga.

 

Dia mencoba membuat punggungnya menghadap ke bagian bawah. Dia hanya perlu berguling ke kanan. Hanya itu yang diperlukan, tapi dia kesulitan melakukan itu.

 

"Akhir... nya..."

 

Dengan memaksakan dirinya, dia berhasil melakukan itu. Tangannya yang terikat berada di bawah tubuhnya sekarang, dan benar-benar terasa tidak nyaman. Mati rasanya mereda, tapi rasa sakit muncul di tubuhnya. Mati rasa atau nyeri. Mana yang lebih baik? Keduanya tidak baik sama sekali.

 

“Ini berat...”

 

Yah, dia tidak bisa mengeluh. Karena dia masih hidup.

 

Itu adalah keberuntungan di tempat nasib yang buruk, ya kan?

 

Dia mengira kalau dia akan mati tadi.

 

Tidak aneh jika dia mati. Karena memang seperti itu lah situasi yang seharusnya. Dia masih setengah curiga kalau dia benar-benar sudah mati sekarang. Tapi jika itu benar, maka seharusnya

dia tidak bisa berpikir seperti ini, jadi dia pasti masih berada di antara para kehidupan.

 

Dimana ini? Tempat ini mempunyai langit-langit. Ada dinding di sebelah kirinya dan di ujung kepalanya mengarah. Ada jeruji di sebelah kanannya, dan banyaknya objek seperti cacing bercahaya yang berterbangan di sisi lain jeruji.

 

Salah satu cacing bercahaya itu masuk melalui jeruji, dan dengan santai berputar-putar di sekitar langit-langit.

 

Apakah tempat ini adalah semacam penjara? Mungkin saja. Dia merasa seperti berada di sel isolasi.

 

"Ini ... buruk ..."

 

Sepatu yang dia pakai sudah hilang. Dia bertelanjang kaki sekarang. Bukan hanya sepatunya. Dia juga tidak memakai pakaian. Yang tersisa darinya hanyalah celana dalamnya.

 

Kenyataan bahwa mereka mungkin akan mengambil semua yang dia miliki masih berada dalam ranah ekspetasi. Dia bahkan sudah bersiap untuk kemungkinan itu. Dia menyembunyikan pisau cukur tipis di seluruh pakaiannya, dan di sol sepatunya.

 

Apakah mereka telah melihat melalui itu semua? Atau apakah mereka menelanjanginya karena itu adalah hal yang biasa? Apa pun itu, ini mungkin adalah hasil terburuk ketiga yang telah dia duga.

 

Sudah jelas kalau hasil terburuk pertama adalah dia sekarat, lalu dibunuh oleh para goblin. Rupanya dia berhasil menghindari itu. Setidaknya untuk saat ini.

 

Yang terburuk berikutnya adalah dia tidak dibunuh secara langsung, tetapi dekat dengan keadaan hampir mati, dan dibiarkan dalam keadaan seperti itu. Sepertinya itu tidak terlalu buruk.

 

Yang terburuk berikutnya adalah ditawan tanpa apa pun yang ada dari dirinya bisa dia gunakan. Pada dasarnya, situasi itu lah yang persis sedang dia alami sekarang.

 

Dimana ini? Di dalam Ahsvasin? Bagaimana jika dia berada di luar nya? Itu akan menjadi masalah.

 

Apakah tidak ada cara untuk memastikan kalau dia berada di dalam Ahsvasin? Cacing bercahaya. Tempat pertama dia melihat mereka adalah di taman bawah tanah depan Ahsvasin. Cacing bercahaya juga ada di sini. Sel penjara ini berada di dalam Ahsvasin. Itulah yang ingin dia asumsikan, tapi itu tidak lebih dari asumsi optimis dari dirinya saja.

 

Dia belum bisa membuat pegerakannya sekarang. Dia harus menunggu. Menunggu? Untuk apa?

 

Sampai dia bisa yakin bahwa, apa pun sebabnya itu, dia berhasil masuk ke dalam Ahsvasin.

 

Akankah menunggu memberinya kepastian? Dia mungkin menunggu hanya untuk disiksa, lalu dibunuh. Tidak, jika mereka bermaksud membunuhnya, maka seharusnya dia sudah mati sekarang. Itu adalah salah satu cara untuk melihatnya. Jika itu adalah manusia yang dia hadapi, kurang lebih dia yakin akan hal itu.

 

Tapi mereka adalah goblin. Dia bahkan tidak bisa menebak pola pikir goblin. Mereka mungkin memiliki beberapa proses yang harus mereka lalui dulu sebelum bisa membunuh manusia yang telah mereka tangkap di dalam Kota Baru.

Untuk saat ini, dia mengalami rasa sakit yang luar biasa, tapi entah bagaimana ia berhasil mentolerirnya. Bisa saja itu menjadi lebih buruk. Dia mungkin telah kehilangan terlalu banyak darah, atau lukanya mungkin bernanah, lalu membuatnya tidak sadarkan diri. Dan mungkin akan mati karena hal tersebut.

 

Luka karena tombak di bagian atas lengan kanan, paha kiri, dan bahu kirinya tidak dangkal. Lehernya juga terasa sangat sakit. Di situlah bagian si goblin itu mencekiknya dengan alat aneh itu. Wajahnya juga terasa tidak enak. Mereka pasti menyeretnya ke sini, karena dia telah menderita cukup banyak goresan dan gundukan di sepanjang jalan. Entah hidungnya berdarah sekarang, atau itu memang terjadi tetapi sudah berhenti. Apa pun itu, hidungnya benar-benar terasa seperti penuh dengan sesuatu yang dijejalkan ke dalamnya. Jadi dia hanya bisa bernafas melalui mulutnya.

 

Perut dan punggungnya mungkin juga terluka sangat parah, tapi dia tidak bisa menceritkana semua penderitaannya yang lain. Rasa sakit membatalkan rasa sakit lain. Alangkah baiknya jika itu benar, intinya dia tidak bisa menilai seberapa serius rasa sakitnya. Dan itu masih ada.

 

Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi---mungkin.

 

Tidak mungkin baginya untuk santai saja untuk memulai, tetapi jika dia terus mencoba mentolerir rasa sakit dan kemudian mati begitu saja, maka itu terlalu menyedihkan. Sulit untuk mengatakan bahwa dia memiliki sisa kekuatan cadangan, tapi dia menyadari bahwa dia mungkin harus bergerak selagi dia bisa. Atau lebih tepatnya, dia tidak punya pilihan lain.

 

Dia harus bergantung pada opsi yang paling tidak dia ingin gunakan. Apa lagi yang bisa dia lakukan? Dia sudah memutuskan jawabannya. Dia hanya harus melakukan itu sekarang.

 

Itu tidak mungkin dilakukan saat punggungnya menghadap ke bawah, jadi dia berguling kembali ke sisi kiri sekali lagi. Pergelangan tangannya yang terikat itu adalah masalah, tapi entah bagaimana ia berhasil masuk ke posisi yang membuatnya bisa meraba sisi kanannya dengan tangan kanan.

 

Itu tidak mudah. Bahu kirinya yang ada di bawah sangat sakit. Nafasnya juga tersengal-sengal.

 

Sakitnya. Mengapa itu sangat menyakitkan? Oh, sialan. Aku tidak tahan lagi. Aku ingin berhenti. Aku juga ingin menangis. Aku tidak akan melakukan itu. Aku tidak tahu kenapa. Mungkin aku boleh menangis. Tidak apa-apa bagiku untuk menangis. Maksudku, tidak ada yang melihat juga. Tapi aku tetap tidak akan melakukannya.

 

Kuku di kedua tangannya telah dia tajamkan, dan tidak dia potong.

 

Aku tidak ingin melakukan ini. Bukannya aku bisa menghindarinya. Aku harus melakukan ini.

 

Dia mulai menggaruk-garuk pinggangnya dengan jari telunjuknya sekeras yang dia bisa.

 

Tak berguna, ya? Ini tidak akan berhasil. Tidak dengan cara seperti ini.

 

Dia mencubit kulitnya dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari. Dia memutar, dan memutar jarinya lebih keras.

 

“Ngh...! Guh, guh, guh, nghhh...!”

 

Dia ingin melonggarkan cengkeramannya. Tapi sudah jelas kalau dia tidak akan.

Kulitnya terobek.

 

“Awwww…”

 

Dia sudah memiliki lubang di sisi kanannya sekarang.

 

Kupikir itu cukup besar untuk memasukkan jariku ke dalamnya. Tidak, sepertinya itu belum cukup.

 

Kalau begitu dia hanya harus memperlebarnya.

 

Kau mengatakan itu seperti hal yang gampang.

 

Tak ada yang mengatakan hal semacam itu. Dia dengan paksa melebarkan lubangnya, dan memasukkan jari telunjuknya ke dalam. Ke bawah kulitnya.

 

Oh sial. Sial. Sial. Aku tidak suka ini. Aku benar-benar tidak menyukainya. Aku tidak ingin melakukan ini.

 

Tapi dia menemukannya.

 

Itu ada di sana.

 

Relik.

 

Benda berbentuk kuncup yang Hiyo masukkan ke tubuhnya.

 

Dia tahu kalau ini akan terjadi. Apa gunanya mengetahui hal itu baginya? Tak ada yang perlu dia bahagiakan tentang itu. Dia harus mengeluarkannya sekarang. Dia tidak bisa memegangnya hanya dengan jari telunjuknya. Dia juga membutuhkan ibu jarinya. Apakah dia harus lebih menyakiti dirinya sendiri agar bisa melakukan itu? Ya. Dia tidak punya pilihan lain.

 

"Ghhhhhhhhhhhh ... Ahh ... Urghhhhhhhh ..."

 

Berhasil. Dia berhasil memasukkan ibu jarinya, dan bisa mengambil relik itu. Sekarang dia hanya perlu menariknya keluar. Itu tidak sulit. Malahan cukup sederhana.

 

“Auuuuuugwarghhhhhhhhhhhhhhhhhhhh…!”

 

Tiba-tiba saja ada sebuah jeritan bergema di seluruh ruangan.

 

Apa itu tadi? Goblin?

 

Mungkin. Dia mendengar suara goblin.

 

Dan kebisingan. Suara langkah kaki? Suara itu mendekat.

 

Oh sial. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Relik. Dia hampir memilikinya. Yang harus dia lakukan hanyalah menariknya keluar. Apakah akan baik-baik saja untuk melakukan itu? Atau tidak? Haruskah dia membiarkannya di sana? Tapi dia berdarah. Namun, dia juga mengalami luka lain. Dia sudah berlumuran darah. Jadi para goblin tidak akan menyadarinya. Langkah kaki itu cukup dekat sekarang. Sesuatu menabrak dinding atau jeruji saat mereka mendekat.

"Oh, tuhan... aku tak tahu harus berbuat apa...!"

 

Dia mengeluarkan relik itu, lalu memegangnya di tangan kanannya, dan berbalik menghadap jeruji.

 

Itu sakit. Sialan, sisi tubuhnya terasa sangat menyakitkan. Karena itu adalah luka baru. Pastinya itu membuat dia semakin sakit.

 

Dia datang, dan memukul jeruji dengan tongkat merah saat berjalan ke sini.

 

Goblin yang terluka.

 

Dia memiliki sejumlah goblin lain di belakangnya. Empat? Jadi totalnya ada lima, ya?

 

Sepertinya benda yang dipegang goblin dengan bekas luka itu adalah senjata yang sama dari sebelumnya. Tongkat itu memiliki bagian berbentuk cincin di ujungnya yang bisa dilepas dan dilempar sehingga bisa menangkap leher musuh. Apa itu semacam laso?

 

Goblin yang terluka itu memberikan perintah kepada goblin lain dengan tongkatnya.

 

Salah satu goblin melangkah maju dan memegang jeruji. Sepertinya ada pintu di sana. Mereka akan membuka kuncinya.

 

Matanya berhenti pada goblin yang ada di belakang. Tunggu dulu... Apakah itu bahkan bisa dipanggil goblin?

 

Kulitnya sangat pucat dibandingkan dengan goblin lainnya. Kulitnya tampak putih, setidaknya di bawah penerangan yang diberikan oleh cacing-cacing bercahaya. Dari sudut pandang manusia, goblin adalah mahluk berpunggung bungkuk dengan kepala mencuat ke depan. Tapi goblin ini berbeda. Dia berdiri tegak, meskipun tingginya masih sama dengan yang lainnya. Dia memiliki tubuh yang kurus, rapuh, dan perbedaan lainnya dari goblin pada umumnya adalah, ia mengenakan jubah hitam yang longgar.

 

Pintu terbuka, dan goblin yang terluka masuk.

 

Goblin putih itu, mungkinkah kalau dia adalah ugoth? Bukankah dia adalah orang bijak?

 

Goblin yang terluka itu berjalan ke arahnya, lalu menginjak kepalanya.

 

“Yee, hee, hee, hee!”

 

Dasar brengsek.

 

Akan menjadi suatu kebohongan jika mengatakan Haruhiro tidak marah, tapi dia lebih tertarik pada goblin yang dia duga merupakan ugoth.

 

Goblin lain tidak masuk ke dalam sel.

 

"Hey...!" Haruhiro berteriak sekeras yang dia bisa. Ugoth itu menatapnya. Jika Hiyo tidak berbohong, para ugoth mengerti bahasa manusia. Dia berniat untuk meneriakkan sesuatu lagi, tapi goblin yang terluka itu menghentakkan kakinya ke kepalanya, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi dan—

Hah? Apa? Apa yang akan dilakukannya? Menendangku? Apa dia berniat untuk menendang aku?

 

“Agah…!”

 

Ohh, dia merasakan yang satu itu. Untuk sesaat, dia pingsan. Bagaimana dengan reliknya? Itu baik-baik saja. Dia masih memegangnya, nyaris saja tadi terlepas.

 

Saat dia menyesuaikan cengkeramannya pada relik itu, goblin yang terluka itu mendangnya lagi. Kali ini goblin itu menendang dagunya. Jika dia tidak mengatupkan giginya tepat waktu, lidahnya mungkin akan tergigit.

 

Kepalanya terasa linglung. Dia harus berhati-hati untuk tidak menjatuhkan reliknya. Tidak peduli apa pun yang terjadi, dia tidak boleh kehilangan itu. Dia harus memegangnya erat-erat. Jika dia menjatuhkannya, tamat lah sudah riwayatnya.

 

"Apa... kau... bisa... bicara..."

 

Para ugoth seharusnya bisa berbicara bahasa manusia. Dia ingin ugoth itu mendengarkannya.

 

“Daaaag!”

 

Goblin yang terluka itu menyerang Haruhiro dengan tongkatnya. Cincin itu terbuka, dan melingkari lehernya, lalu tertutup kembali. Dia tidak bisa bernapas. Itu sakit.

 

"Apa kau bisa berbicara bahasa—"

 

Dia menariknya.

 

Goblin yang terluka itu mencoba menyeret Haruhiro.

 

Tak ada gunanya. Dia tidak bisa bicara. Yang keluar dari mulutnya hanyalah suara, "Gah," dan, “Goh.” Apakah sudah waktunya untuk itu?

 

Haruskah aku menggunakan reliknya sekarang?

 

Goblin yang terluka itu tak henti-hentinya menyeret dia. Gob itu juga kuat. Tangan dan kaki Haruhiro terikat. Jadi dia tidak bisa berjalan. Dengan tangan yang terikat di belakangnya, dia bahkan tidak bisa merangkak. Goblin itu terus menyeretnya dalam keadaan seperti itu. Oh sial. Lupakan apakah goblin itu adalah seorang ugoth atau bukan. Dia tidak bisa bernapas. Apakah dia akan pingsan? Atau bahkan lebih buruk lagi, mati?

 

Goblin yang terluka itu tidak berhenti begitu dia keluar dari sel. Dia terus menyeret Haruhiro. Seberapa jauh dia berencana untuk menyeretnya?

 

Jika memang seperti itu jadinya, aku akan menggunakan reliknya.

 

Tidak—tunggu.

 

Goblin yang terluka itu mencoba membawa Haruhiro ke suatu tempat dengan seorang ugoth. Para Ugoth seharusnya melayani mogado. Itu pun jika Hiyo tidak berbohong. Apa artinya ini?

 

“Uagh, gah, guhh …”

 

Itu sakit, sialan. Aku gak bisa napas. Aku tercekik di sini. Kau akan membunuhku jika begini terus.

 

Goblin yang terluka itu terus menyeret Haruhiro. Ke tempat mana dia mencoba membawanya? Dia telah memilih untuk tidak membunuhnya.

 

Benar juga. Ya, ini menyakitikan, dan dia menderita, tapi Haruhiro belum mati. Mereka dengan mudah menjatuhkannya di taman bawah tanah. Harusnya ini disengaja, kan? Goblin yang terluka itu menahan diri. Mungkin dia menyeret Haruhiro dengan cara yang tidak akan membuatnya pingsan.

 

Kemana dia mencoba membawa Haruhiro?

 

Ke mogado, mungkin? Jika memang begitu...

 

“Nguh, wah, gagh, augh...”

 

Oh, diamlah.

 

Suaranya terus keluar dengan sendirinya. Dia tak bisa menghentikannya. Dia menderita. Apakah goblin yang terluka itu benar-benar sedang menahan diri? Mungkin tidak. Bukankah dia hanya  sedang menyeretnya sekeras mungkin?

 

Apa pun masalahnya, dia memperlakukannya dengan sangat buruk. Apakah ini adalah cara untuk memperlakukan seseorang? Itu melampaui batas barbar. Pada akhirnya, dia hanya lah goblin. Dia salah karena mengharapkan sesuatu yang baik padanya. Apa yang selama ini telah dia harapkan? Tidak ada. Itu sakit. Dia tidak bisa bernapas. Rasanya seperti dia tenggelam. Tenggelam saat gob itu menyeretnya.

 

Aku tak bisa menahannya lagi. Tidak ada jalan lagi. Aku serius kalau aku sudah tamat.

 

Dia mungkin sudah melewati batas kemampuannya. Dia hanya berpegang teguh pada kesadarannya dengan mengeluh di dalam kepalanya seperti ini. Oh, dan dengan menghina mereka. Membenci mereka. Mengutuk mereka. Kenapa dia harus melalui ini? Apa yang dia lakukan sehingga pantas mendapatkan ini? Apakah dia melakukan suatu hal untuk mendapatkan hukuman semacam ini?

 

Oh, benar juga, aku kan membunuh banyak goblin, ya?

 

Tampaknya dia juga telah membunuh banyak dari mereka sebelum kehilangan ingatannya. Mungkin dia tidak berada pada posisi untuk mengeluh. Jika ini adalah balas dendam para goblin, maka tindakan mereka mungkin bisa dibenarkan.

 

Itu membuatnya ingin menyerah.

 

Bukan untuk membantah bahwa itu semua masalah tekad, tetapi jika dia kehilangan keinginannya pada saat seperti ini, tamat lah sudah. Tidak peduli seberapa jelek dia membuatnya terlihat, dia harus terus berpegang teguh pada kehidupan. Tidak mungkin dia bisa bertahan tanpa perasaan itu.

 

Tak ada harapan. Tidak ada artinya. Aku harus berhenti berusaha untuk bertahan hidup.

 

Aku hanya ingin bersantai.

Jika aku harus mati, maka cepatlah lakukan itu.

 

Secepat yang kau bisa.

 

Bisakah kau membiarkanku mati?

 

Dia berada di ambang kematian. Dia ingin mati. Dia tidak bisa mati sendiri, jadi dia tidak akan mati untuk sekarang, karena itu dia diam-diam memohon pada mereka untuk mengakhirinya. Jika kematiannya yang lambat dan tanpa harapan ini berjalan satu langkah lebih jauh, maka dengan satu kesalahan langkah itu dia akan menyerah untuk bertahan hidup.

 

Apakah dia menyerah untuk hidup hanya karena itu? Atau tidak? Tidak, pastinya begitu. Karena Haruhiro masih memiliki relik di tangannya. Itu membuktikannya.

 

Tiba-tiba saja, bukannya diseret, Haruhiro malah dilempar ke depan, lalu berguling ke samping. Tidak jelas apakah itu terjadi sebelumnya, pada saat yang sama, atau setelahnya, tetapi cincin di lehernya terlepas.

 

Tenggorokannya sakit, tetapi bernapas menjadi lebih mudah sekarang. Rasa sakit saat dia menarik dan mengeluarkan nafas sangat luar biasa. Meskipun begitu, dia menghirup udara sebanyak yang dia bisa. Meskipun dia batuk-batuk dan merasa seperti akan muntah, oksigen dengan cepat menyebar ke seluruh tubuhnya. Dia bisa merasakannya.

 

Wajahnya berantakan karena air mata, darah, air liur, dan entah apa lagi itu. Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Dia tidak bisa melihat dengan baik, dan dia tidak bisa mencium bau apa pun. Dia sangat kesakitan sehingga tidak ada yang masuk akal baginya sekarang.

 

“Heah! Mogado! Gwagajin!”

 

Itu adalah suara goblin yang terluka. Mogado. Gwagajin.

 

Raja goblin. Mogado. Mogado Gwagajin.

 

Mungkinkah ini adalah kamar kerajaan, atau sesuatu semacam itu?

 

“Mogado!”

 

“Gwagajin!”

 

“Mogado, Gwagajin!”

 

“Heah! Mogado! Heah!”

 

“Mogado! Gwagajin!”

 

Para goblin mengulangi panggilan itu. Tidak ada keraguan tentang hal tersebut.

 

Haruhiro berkedip berulang kali. Dia ingin melakukan sesuatu tentang penglihatannya yang kabur. Sedikit demi sedikit, penglihatannya semakin membaik. Goblin.

 

Ada begitu banyak goblin.

Di sekitar Haruhiro dan goblin yang terluka, ada kumpulan goblin yang terbentuk seperti lingkaran dengan kedalaman sepuluh atau bahkan dua puluh kaki.

 

Suasananya cukup cerah. Apa itu karena cacing-cacing bercahaya? Bukan itu. Cahayanya bersinar dari atas. Itu adalah cahaya sinar matahari, bukan? Ada kaca atap pada langit-langit. Apakah sekarang sudah siang? Tampaknya seperti itu.

 

Dimana Mogado Gwagajin?

 

Di sana.

 

Sekitar sepuluh meter jauhnya, ada semacam panggung atau menara yang terbuat dari emas. Di atasnya ada... manusia? Apakah itu manusia? Tidak mungkin. Itu adalah goblin yang mengenakan pakaian bagus berwarna merah, biru, dan kain putih, seperti manusia berpangkat tinggi. Dia memegang tongkat merah, dan memiliki mahkota di kepalanya. Itu pasti Mogado. Raja para goblin.

 

Mogado Gwagajin.

 

Di bawah menara emas ada goblin putih berjubah hitam. Jumlahnya lebih dari satu, tapi ada berapa banyak tepatnya? Empat? Ada empat ugoth.

 

“Heah! Mogado! Gwagajin!”

 

“Mogado! Mogado!”

 

“Gwagajin! Heah! Mogado Gwagajin!”

 

Para goblin tidak berhenti bersorak. Beberapa sorakan dicampur dengan tangisan, sementara yang lain memukul-mukul dada mereka. Para goblin sangat bersemangat. Bahkan goblin yang terluka di sebelah Haruhiro mengayunkan-ngayunkan alatnya sambil meneriakkan nama rajanya.

 

Empat ugoth hanya berdiri di sana. Mogado Gwagajin, di atas emasnya menara, yang duduk di atas sana menggunakan semacam kursi, tidak bergerak sedikit pun. Dia tampak seperti semacam ornamen. Apakah itu goblin yang hidup? Atau apakah itu model dibuat menyerupai goblin mogado? Tidak.

 

Dia nyata.

 

Mogado Gwagajin mengangkat tongkat hi'irogane-nya.

 

Saat dia melakukan itu, para goblin semakin berisik.

 

Haruskah aku menunggu? Apakah aku harus terus menunggu? Atau bertindak sekarang?

 

Jangan ragu-ragu.

 

Jangan terburu-buru.

 

Keduanya tampak benar. Mungkin juga salah.

 

Itu hanya perasaan. Tidak ada logika untuk itu. Haruhiro harus mengakuinya.

Kepalaku tidak bekerja. Ini tidak baik. Aku tidak bisa berpikir jernih.

 

Haruhiro menekan bagian bawah relik berbentuk kuncup itu. Butuh lebih dari sedikit kekuatan untuk mendorongnya ke dalam. Dia mengerahkan semua yang dia bisa untuk melakukan itu.

 

Kumohon. Bekerjalah. Aku mohon padamu. Yang bisa kulakukan sekarang hanya lah berdoa.

 

Relik itu mulai bergetar. Sepertinya itu sudah teraktifkan. Haruhiro melempar reliknya. Tangannya terikat di belakangnya, jadi dia tidak bisa melihatnya, dan terlalu berisik baginya untuk bisa mendengarnya jatuh menghantam lantai.

 

Ini akan baik-baik saja, kan? Itu akan bekerja, kan?

 

Ada suara twooooooooooooong yang keras, suara itu membuat para goblin melihat ke atas, dan mereka menelan ludah atau memekik saat mereka melompat menjauh.

 

Haruhiro menoleh ke belakang. Dia telah diberitahu tentang apa yang akan terjadi, tetapi dia tidak diberikan informasi tentang demonstrasi sebenarnya dari bagaimana relik itu bekerja, jadi untuk sejenak dia menatap takjub karena itu. Mereka tidak mampu untuk mengujinya. Karena relik ini adalah barang sekali pakai, dan bekerja dalam satu set. Ketika kau mengaktifkan yang satu, itu juga akan memicu yang satunya lagi.

 

Dia hanya bisa menggambarkan apa yang dia lihat dengan kata ‘menakjubkan’. Ada lubang lonjong di udara, mungkin seukuran pintu yang dibiarkan setengah terbuka. Di sisi lain dari gerbang itu adalah tempat lain yang sama sekali beda dari tempat ini. Gerbang itu terhubung ke reruntuhan di Kota Tua.

 

Salah satu relik ditanamkan di sisi kanan tubuh Haruhiro.

 

Hiyo memegang yang satunya lagi.

 

Idealnya, dia akan masuk ke Ahsvasin tanpa ditangkap. Itulah yang Haruhiro coba lakukan, tapi dia gagal.

 

Hal terbaik berikutnya adalah masuk sejauh yang dia bisa, lalu gunakan relik itu. Atau menggunakannya ketika dia ditawan.

 

Kiichi seharusnya sudah memberi tahu rekan-rekannya bahwa dia telah ditangkap. Jadi mereka akan menunggu momen ini terjadi setiap saat. Kuzaku adalah orang pertama yang melompat ke sisi tempat ini.

 

“Hoo-rahhhhh…!”

 

Kuzaku berteriak seperti orang idiot, dan mengirim terbang goblin yang terluka itu, lalu mengayunkan-ngayunkan katana besarnya untuk mengintimidasi para goblin.

 

"Minggirlah dari jalan! Sekarang! Kau ingin mati, hah? Gwarrrgh?!”

 

Apa-apaan dia, apa kau itu semacam preman?

 

Haruhiro ingin mengolok-oloknya. Pemandangan Kuzaku selalu menyakitkan mata. Itu sedikit

memalukan untuk mengakui hal tersebut. Selain itu, dia tidak punya waktu untuk merasa lega.

 

“Haru…!”

 

Berikutnya yang datang adalah Merry, lalu Setora dan Kiichi pada waktu yang hampir bersamaan.

 

Sepertinya Merry sudah membayangkan beberapa skenario yang mungkin akan terjadi, dan memutuskan apa yang harus dilakukan di masing-masing skenario itu. Matanya melebar saat dia melihat Haruhiro, dan dia segera membuat tanda heksagram.

 

“O cahaya! Semoga perlindungan ilahi Lumiaris ada padamu... Sakramen!”

 

Oh, cahaya tersebut benar-benar merupakan suatu keajaiban. Sejujurnya, Haruhiro sudah berada di ambang kematian. Dia tidak akan bertahan lebih lama. Rasanya dia sudah setengah mati. Rasa sakit yang membuatnya berpikir mati akan jauh lebih mudah, serta penderitaan tanpa harapan itu, dengan cepat memudar, dan telah hilang sepenuhnya dalam waktu singkat.

 

Kiichi dengan terampil menggunakan pisau kecil untuk memotong tali yang mengikat tangan dan kaki Haruhiro.

 

Setora memutar tombaknya, dan itu mengenai goblin yang masih ada di dekatnya. Dia melemparkan belati yang dia simpan di pinggangnya ke Haruhiro.

 

“Haruhiro!”

 

"Siap!"

 

Itu sedikit mengganggunya karena dia tidak mengenakan apa-apa selain pakaian dalamnya, tapi dia tidak punya waktu untuk mengeluh. Haruhiro mengambil belati itu dan berdiri, lalu menatap Mogado Gwagajin. Dia masih ada di atas menara emas. Dan belum bergerak. Begitupun juga dengan para ugoth.

 

Tepat setelah Neal dan Hiyo terjun ke sisi tempat ini, lubang di udara yang dibuat oleh relik itu menyusut sambil membuat suara melengking yang aneh, kemudian menghilang tanpa jejak.

 

Tidak ada jalan kembali.

 

Bahkan untuk Hiyo, orang yang membuat rencananya, ini adalah pertaruhan semua-atau-tidak sama sekali.

 

"Dengarkan lah aku, wahai ugoth yang bijaksana!"

 

Tetap saja, sulit dipercaya bahwa dia bisa terdengar begitu bermartabat seperti itu.

 

“Aku menawarkan proposal dengan rendah hati kepada Yang Mulia, Mogado Gwagajin yang pemberani dan mulia!”

 

Itu tidak mengubah penampilannya yang aneh, tetapi sejauh yang diketahui para goblin, dia hanyalah manusia biasa. Mereka tidak akan melihat ada yang aneh dari cara dia berpakaian. Hiyo melangkah maju tanpa ragu-ragu, lalu merentangkan tangannya lebar-lebar, membusungkan dadanya, dan menatap Mogado Gwagajin.

Para goblin menatap Hiyo, seperti sedang berpikir, Apa? Apa yang sedang terjadi disini? Ada apa dengan wanita manusia itu? Keempat ugoth itu tampak seperti barang buatan, dan sulit untuk mengetahui apa mereka asli atau tidak, tetapi mereka mengalihkan pandangannya ke Hiyo, dan sepertinya mendengarkan.

 

"Sungguh aksi yang kepahlawanan," gumam Neal. Dia mungkin sedang membicarakan Haruhiro, tapi Haruhiro hanya bisa berasumsi bahwa dia tidak tulus ketika mengatakan itu.

 

“Para Ugoth yang bijaksana! Aku mohon kepada kalian! Tolong, sampaikan niat kami kepada Yang Mulia, Mogado Gwagajin!”

 

Hiyo meninggikan suaranya lagi. Tapi lebih dari itu, dia mengambil satu atau dua langkah ke depan.

 

“Kami tidak berniat untuk mencari konflik lebih lanjut dengan ras goblin! Kami ingin menjalin perdamaian dengan kalian semua!”

 

Tanpa mengalihkan pandangannya dari Hiyo, dia meneriakkan sesuatu seperti, “Rah! Dashah!” Mungkin itu ditunjukkan kepada para ugoth di bagian bawah menara. Haruhiro tidak tahu pasti, tapi dia menganggap kalau artinya semacam, Apa yang dikatakan manusia itu?

 

Salah satu ugoth menatap Mogado Gwagajin dan mulai berbicara. Haruhiro tidak bisa mendengar mereka karena ocehan-ocehan goblin lainnya. Sepertinya Mogado Gwagajin juga tidak bisa, karena dia berteriak dan memukulkan pangkal tongkatnya ke lantai menara emas dengan marah. Itu mungkin berarti Diamlah! Semua goblin terdiam.

 

Haruhiro pergi meliuk-liuk di antara para goblin, dan sudah mendekat ke menara emas. Dia menggunakan Stealth, jadi tidak ada yang memperhatikannya.

 

Para goblin mengerumuni menara emas, mengelilingi Hiyo dan anggota kelompok lainnya. Keempat ugoth berdiri di empat sudut menara.

 

Ada ruang lima sampai enam meter antara menara dan dinding. Haruhiro berhasil sampai di sana. Mogado Gwagajin pasti pernah naik turun di sini. Ada tangga yang dipasang.

 

Mogado Gwagajin dan para ugoth masih mendiskusikan sesuatu.

 

Haruhiro menaiki tangga.

 

Menara emas tersebut cukup mengesankan. Itu tampak seperti panggung yang terbuat dari logam. Meskipun penggunaan berlebihan dari dekorasi emas mungkin tidak enak dipandang, ada pola yang tampak mencolok diukir di sana, dan jelas-jelas itu dibuat dengan hati-hati.

 

Haruhiro mencapai puncak menara.

 

Mogado Gwagajin duduk tepat di depan matanya. Ada kursi kecil di sini, tapi pada dasarnya goblin itu mengangkanginya. Dia benar-benar besar untuk seukuran goblin. Bahkan jika kau mengambil mahkota hi'irogane-nya, tingginya masih lebih dari 150 sentimeter. Berkat itu, Haruhiro bisa bersembunyi di belakangnya jika dia menjaga posturnya tetap rendah.

 

Melihat ke bawah dari menara emas, akhirnya dia menyadari seberapa besar ruangan ini, dan berapa banyak goblin yang ada.

Ruangan ini, yang mungkin merupakan aula audiensi Mogado Gwagajin, tidak berbentuk persegi, tetapi berbentuk bulat dengan diameter lebih dari tiga puluh meter. Langit-langitnya juga cukup tinggi. Tingginya lima, atau mungkin enam meter? Ada kaca atap berbentuk bulat telur yang tak terhitung jumlahnya dipasang di atas sana.

 

Jumlah goblin di aula tidak kurang dari seribu. Mungkin dua kali lipat dari jumlah tersebut.

 

Di dekat menara emas, ada goblin dengan peralatan hi'irogane. Rekan dekat Mogado Gwagajin yang Barbara-sensei sebut the Hundred.

 

Dengan banyaknya goblin yang mengelilingi mereka, Hiyo, Kuzaku, dan yang lainnya tampak begitu kecil dan tidak berarti. Jika Mogado Gwagajin memberi perintah, semua goblin akan turun dari atas ke arah para manusia. Tak peduli seberapa serius pertarungan yang dilakukan manusia, paling-paling mereka hanya akan bisa membantai seratus goblin. Bahkan jika mereka membantai dua atau tiga ratus, tidak mungkin bagi mereka untuk melarikan diri dari aula ini.

 

Ini adalah situasi hidup dan mati bagi mereka semua.

 

Dia tidak menyukainya, tapi hidup mereka bergantung pada ucapan Hiyo di sini.

 

“Mogado Gwagajin!”

 

Hiyo menarik pedang dari tasnya. Pedang itu terlalu panjang untuk bisa pas di tas itu. Tapi yang lebih penting, adalah fakta bahwa setidaknya bagi para goblin, itu terbuat dari hi'irogane.

 

“Saya telah membawa pedang tangan kanan Anda, sang Viceroy, Mod Bogg! Kami juga telah mengumpulkan banyak peralatan hi'irogane lainnya! Kami akan mengembalikannya kepada Anda sebagai bukti persahabatan kami! ”

 

“Dasshah!” teriak Mogado Gwagajin.

 

Para ugoth mengatakan sesuatu.

 

Haruhiro bisa saja menempel ke punggung Mogado Gwagajin kapan saja. Bahkan dia mungkin bisa membunuhnya. Tapi itu adalah pilihan terakhir.

 

“Saya yakin Yang Mulia Mogado Gwagajin yang agung dan para ugothnya pasti sudah mengetahui akan hal ini, kalau kami pernah membuat perjanjian rahasia dengan ras goblin, dan memilih untuk mengambil jalan kemakmuran bersama!"

 

Para ugoth menerjemahkan apa yang Hiyo katakan untuk Mogado Gwagajin.

 

“Sudah lama sejak janji itu tidak lagi ditepati, tapi kami yakin bahwa kami bisa bekerja sama dengan ras goblin! Tidak diragukan lagi, dengan bergandengan tangan dengan kami, ras goblin akan mendapat untung besar—”

 

Mogado Gwagajin mengarahkan tongkatnya ke arah Hiyo. Dia mungkin memerintahkannya untuk diam. Tampaknya Hiyo menganggapnya seperti itu, jadi dia menutup mulutnya.

 

Para ugoth menerjemahkan pernyataan Hiyo kepada Mogado Gwagajin. Mogado Gwagajin mengangguk, lalu mengangguk lagi. Penerjemahnya tidak bisa mengikuti. Apakah itu sebabnya

Mogado Gwagajin membungkam Hiyo di tengah-tengah penjelasannya? Apa benar hanya itu saja?

 

Ugoth itu selesai menerjemahkan.

 

Mogado Gwagajin membanting tongkatnya ke lantai menara emas.

 

Ada sesuatu yang tidak menyenangkan ketika dia melakukan itu.

 

Saat dia merasakan hal tersebut, Haruhiro sudah bergerak maju.

 

Mogado Gwagajin mungkin hendak memberi perintah kepada para goblin. Sesuatu seperti, Bunuh semua manusia itu. Haruhiro harus menghentikannya. Tidak ada jalan lain.

 

“Keah—”

 

Mogado Gwagajin hendak meneriakkan sesuatu, tapi berbalik untuk melihat ke belakang, itu tidak membuat Haruhiro hanya sedikit terkejut. Apakah dia telah menyadarinya?

 

Dia berhasil mendeteksi Haruhiro? Goblin ini spesial.

 

Karena dia terkejut dengan itu, pergerakannya menjadi ceroboh, atau lebih tepatnya kasar, tapi dia berhasil meraih Mogado Gwagajin dan menodongkan belati ke tenggorokannya. Mogado Gwagajin besar untuk seukuran goblin, tapi Haruhiro masih lebih besar darinya. Goblin itu tampak tangguh, tetapi jika dia menunjukkan tanda-tanda perlawanan, Haruhiro tidak akan ragu untuk bertindak. Apa yang akan terjadi jika dia membunuh Mogado Gwagajin di sini? Sayang sekali dia tidak punya waktu untuk memikirkan itu, tapi dia tidak punya pilihan. Ini adalah satu-satunya pilihannya.

 

“Fuuungh... Fungh... Fuuumh...”

 

Mogado Gwagajin diliputi dengan penyesalan. Dia mendengus marah, menggertakkan giginya, dan memelototi Haruhiro dengan ekspresi kemarahan yang luar biasa di wajahnya.

 

Para goblin di aula benar-benar terdiam. Mereka pasti percaya bahwa satu gerakan saja dari mereka bisa menyebabkan kematian bagi raja mereka.

 

“B-Berhenti! Jangan lakukan itu!” teriak salah satu ugoth di bagian bawah menara emas.

 

“Kami ingin kau mendengar semua yang kami katakan. Beritahu itu pada Gwagajin,” kata Haruhiro, dan si ugoth mulai menerjemahkan.

 

Mogado Gwagajin hanya menggertakkan giginya, dan tidak menanggapi.

 

Menurutku peluangnya adalah 50-50, pikir Haruhiro. Dia tidak berpikir dengan tenang. Jantungnya berdebar kencang, dan kakinya terasa sedikit lemas. Tangannya gemetar ketakutan. Saat dia berpikir memiliki peluang 50-50 untuk pekerjaan ini, itu hanyalah cara untuk mencoba berpura-pura tenang.

 

Bisa saja Mogado Gwagajin akan berkata, Bunuh saja mereka. Kalau memang begitu jadinya, maka Haruhiro akan segera mengakhiri hidupnya. Jika salah satu dari mereka bisa keluar dari kekacauan yang terjadi karena itu hidup-hidup, maka itu bagus.

 

Atau mungkin dia akan datang ke meja negosiasi. Atau berpura-pura untuk itu, lalu mencoba

melarikan diri dari kesulitannya saat ini.

 

Bagaimana ini bisa disebut 50-50?

 

“Altana!”

 

Hiyo juga putus asa. Nada dan ekspresinya yang tegang itu belum pernah dia lihat sebelumnya. Haruhiro tidak bisa membayangkan kalau dia sedang berakting.

 

“O Mogado Gwagajin! Kami siap untuk menyerahkan Altana ke ras goblin sekali lagi!”

 

Haruhiro hampir mengeluarkan suara "Whuh?" Dia sangat bingung. Sulit untuk menahannya agar tidak muncul.

 

Menyerahkan Altana... Tunggu dulu, apa itu tadi?

 

Apa-apaan itu?

 

Tidak ada yang pernah memberitahuku tentang hal tersebut.

Komentar