
Dia menyuruh semua orang mundur dekat tangga untuk keselamatan, lalu Haruhiro berdiri di depan tuas sendirian.
Kuzaku telah menawarkan untuk melakukannya tetapi Haruhiro menolaknya. Bukannya dia tidak mempercayai Kuzaku untuk menangani sesuatu, hanya saja ini sesuatu yang harus dia lakukan sendiri. Dia tidak bisa tidak merasakan seperti itu.
Haruhiro tetap waspada, dan mencoba mempersiapkan diri sendiri secara emosional, tapi mungkin tidak ada jebakan. Kecil kemungkinan ada ledakan ketika dia menarik tuasnya, atau gas beracun, atau apapun yang berbahaya seperti itu. Ketika dia melihat gagangnya, alasnya, dan dinding di sekitarnya, Haruhiro merasa dia akan aman-aman saja. Tasukete juga tampaknya setuju dengannya.
Pengalamannya sebagai thief yang memberitahunya. Dia tidak ingat semua itu, tapi jelas ingatannya tidak hilang sepenuhnya.
Haruhiro memegang tuasnya.
Dia dengan lembut menariknya ke bawah. Ada bunyi klik. Kemudian tak lama setelah itu, sebagian dinding mulai tenggelam kebawah lantai dengan suara keras yang tumpul.
"...Jadi begitulah cara kerjanya."
Meskipun dia tidak mengantisipasi bahaya apa pun, dia masih sedikit lega.
Itu adalah pintu tersembunyi. Ke mana pintu itu mengarah?
Ada angin yang agak dingin masuk ke dalam ruangan. Dia merasakan angin sepoi-sepoi.
Kuzaku dan yang lainnya datang.
Kuzaku meletakkan tangannya di bahu Haruhiro. “Ini mengarah ke luar, kan? Kita bisa keluar!”
Bisakah kau diam sebentar?
Haruhiro tersenyum kecil.
"Sepertinya begitu."
Dia melirik wajah Hiyo. Wajah dia tanpa ekspresi. Itu tampak seperti dia tidak berpikir atau merasakan apa-apa saat dia melihat apa yang ada di balik pintu tersembunyi ini.
Merry mencoba keluar, tapi Haruhiro menghentikannya.
"Tunggu."
Merry sepertinya kembali sadar saat dia menoleh ke Haruhiro, lalu mengangguk. Mereka menunggu pintu tersembunyi itu terbuka sepenuhnya, lalu Haruhiro pergi ke depan sendiri.
Keadaam di luar tidak gelap gulita. Di cakrawala yang jauh masih terlihat cerah, jadi mungkin saja
sekarang fajar, atau matahari baru saja terbenam.
Dia berbalik untuk melihat ke belakang, lalu melihat sebuah menara menjulang di atasnya. Mereka telah berada di dalam sana.
Haruhiro bingung. Tapi mengingat dia mampu mengenali kebingungannya sendiri, dia pikir dia masih bisa mengatur dirinya untuk tetap bersikap tenang.
Ada sedikit rona oranye di cakrawala, tapi ke arah mana itu? Jika itu barat, itu adalah matahari terbenam. Jika itu timur, itu adalah matahari terbit.
Bulan tergantung di atas langit.
Dari tempat Haruhiro berdiri, sisi kanan bulan tersebut tampak terhalang sesuatu. Itu bulan sabit
“Itu merah...”
Sesuatu tentang itu mengganggunya.
Bulan merah.
Tunggu... Apakah bulannya merah? Tentu saja itu merah. Jika bukan merah, warna apa itu?
Kuzaku dan yang lainnya keluar dari menara.
"Itu adalah ..." Merry berbalik untuk melihat ke menara. “Menara Terlarang..."
Menara itu terletak di atas bukit berlereng rumput yang dihiasi dengan batu-batu berwarna putih.
Batu-batu tersebut tampak seperti kuburan. Mungkin bukit ini adalah tempat kuburan, dan Menara Terlarang yang berdiri di puncaknya merupakan batu nisan yang besar.
“Sebuah kota, ya?” kata Setora, dan Kiichi mengeong.
Setora melihat melewati bukit. Apakah itu sebuah kota?
Mungkin saja itu benar.
Ada puluhan, ratusan, atau bahkan lebih banyak lagi bangunan yang dikelilingi oleh tembok tinggi. Meskipun cukup sedikit, tapi ada lampu di sana juga yang meyakinkan Haruhiro bahwa itu kota untuk beberapa alasan. Alasannya sudah jelas, karena yang dilihatnya itu tidak diragukan lagi memang sebuah kota.
“Altana.” Merry mengucapkan kata yang tidak dikenalnya.
Dia tidak mengetahuinya, tetapi dia tidak bisa mengatakan dengan pasti bahwa dia tidak pernah mendengar kata tersebut sebelumnya.
Altana.
Kata tersebut mungkin tidak sepenuhnya tidak berhubungan dengan kota yang ada di bawah sana.
Itu pasti nama kota tersebut. Haruhiro mencoba mengatakannya sendiri.
“Altana.”
Akankah perasaan nostalgia muncul di dalam dirinya? Dia berharap itu muncul. Sayangnya dia tidak merasakan apa-apa, dan itu membuatnya agak putus asa.
"Di sinilah semuanya dimulai," kata Merry tidak kepada siapa pun secara khusus. “...Kami akhirnya kembali. Namun, kami mengambil jalan memutar yang cukup panjang untuk bisa kembali ke sini.”
Haruhiro menatap Altana sekali lagi. Ya, dia benar-benar tidak merasakan apa pun. Kuzaku, Shihoru, Io, Gomi, Tasukete, dan Setora juga sedang melihat Altana. Hiyo menatap bulan merah, dan alisnya berkerut.
“Yaaaah, itu dia rencananya. Hmmm. Kau tahu? Terkadang hal-hal tidak terjadi seperti yang kau harapkan, ya? Aku serius. Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan. Haruskah aku melapor kembali ke Master? Apa dia akan marah padaku karena ini? Tapi itu bukan salah Hiyomu. Hiyomu tidak mengacaukannya, oke? Yang ada, Hiyomu lah yang jadi korban di sini ..."
Pada titik ini, tidak ada yang melihat Altana. Semua orang, bahkan Kiichi, menatap Hiyo dengan sangat terkejut.
“Hahh…” Hiyo menghela nafas panjang lagi. Kemudian matanya mengarah ke Haruhiro dan yang lainnya dengan tajam.
Kepribadian dia tampaknya telah berubah total. Ada sesuatu yang tajam dan beracun dari tampilan yang dia berikan kepada mereka.
"Oke, oke, okeeeey." Hiyo bertepuk tangan dua kali. “Apakah semua orang sudah siap? Bahkan jika kau tidak siap, Kau harus mendengarkan dengan seksama. Hiyomu akan memberitahumu sesuatu yang penting. Jika kau melewatkannya, kau akan menyesalinya, seperti, sangaat menyeeesaal.”
Nada suaranya berubah. Suaranya masih sama seperti sebelumnya, tapi nadanya jelas lebih rendah. Meskipun nada suaranya penuh dengan ancaman, tapi nada tersebut lebih alami baginya.
“Kalian semua punya dua pilihan untuk dipilih. Pertama." Hiyo membawa tangan kanannya ke depan, mengangkat jari telunjuknya. “Kau bisa mendengarkan Hiyomu. Aku tidak mengatakan kau harus menjadi budak Hiyomu atau semacamnya. Tapiiii, kau harus mengikuti perintah master Hiyomu, oke? Dia adalah master yang hebat untuk dilayani. Maksudku, Hiyomu bersumpah kesetiaan padanya, jadi itu telah memberitahumu betapa hebatnya master Hiyomu, kan?”
"Apa yang kau bicarakan ..." Io mulai berkata, lalu terdiam.
"Dan?" Setora bertanya dengan suara yang benar-benar tenang. “Apa pilihan yang kedua?"
“Kedua.” Hiyo mengangkat jari telunjuk tangan kirinya. "Jika kau tidak akan melakukan apa yang Hiyomu katakan, maka kau bisa melakukan apa saja yang kau inginkan. Tapi, sebagai gantinya, aku tidak akan memberi tahumu satu pun hal tentang misteri dunia ini dan kebenaran di baliknya, oke? Kau akan kembali ke awal, dibuang ke Grimgar dengan tidak ada apa-apa selain dirimu sendiri untuk diandalkan.”
"Misteri... dunia ini?" Suara Merry terdengar serak. "... Kebenarannya? ...Kau tahu itu?"
"Apakah kau pikir aku akan menjawab jika kau bertanya padaku, hah?" Hiyo mendengus. “Jangan salah paham. Aku tidak suka sikapmu. Sesuatu berbau busuk tentang kau. Mungkin karena kau sampah, jalang.”
"Ada seseorang yang memiliki mulut kotor disini ..." Kuzaku terdengar sedikit sedih.
"Oh ya?" Hiyo mengabaikannya dan terus mengoceh. “Yah, Guru Hiyomu memiliki pengetahuan yang luar biasa dan mendekati keabadian. Dia punya harta dalam koleksinya yang tak terhitung jumalahnya. Dia meupakan orang bijak yang hebat dan telah mempelajari semua misteri dunia ini, dan dengan kumpulan kebijaksanaannya, dia jelas tahu apa saja dan semua yang mungkin ingin kau ketahui. Bukannya kalian mengetahui itu, karena kalian bahkan tidak ingat apa-apa. Kau seharusnya tidak mengingatnya!"
"Alasan kenapa kita kehilangan ingatan kita itu karena kau, tidak, mastermu, melakukan sesuatu kepada kami, ya." Setora dengan jelas menunjukkan masalahnya.
Hiyo tidak membenarkan atau menyangkal. Dia tersenyum sedikit saat dia mendorong kedua jari telunjuknya menyatu. Kemudian, dia memelototi Merry dan mengatakan, “Seharusnya kau tidak mungkin mengingatnya, jadi apa yang salah denganmu?"
Merry mundur.
“...Apa yang salah denganku? Aku..."
Suaranya bergetar. Tidak, bukan hanya suaranya. Tubuhnya juga.
Merry menggelengkan kepalanya berulang kali. Lagi, lagi, dan lagi.
"A...Aku..."
"Pembicaraan ini tidak akan ada kemajuan sedikir pun." Hiyo terdengar kesal, dan dia mendecakkan lidahnya berulang kali. “Apapun masalahnya, kalian semua harus membuat pilihan. Maksudku, Kau seharusnya bersyukur bahwa aku memberimu pilihan daripada tidak sama sekali.”
Haruhiro terkejut karena perubahan situasi yang begitu tiba-tiba ini. Tidak, dia tidak punya waktu untuk terkejut.
Mereka didorong untuk membuat pilihan. Mereka harus memilih di sini dan sekarang.
Ada dua pilihan. Patuhi Hiyo, AKA Hiyomu, atau tidak.
Seperti yang Haruhiro duga, Hiyomu adalah individu yang mencurigakan. Dia tidak tahu bagaimana mereka bisa melakukannya, tetapi mungkin saja dia, tuannya, atau siapa pun itu, adalah orang yang mencuri ingatan mereka.
Yang berarti?
Mereka adalah korbannya, dan Hiyomu adalah pelakunya. Mengapa korban harus melakukan apa yang dikatakan oleh orang yang menyakiti mereka?
Dia mulai sedikit marah. Apakah Hiyomu punya hak untuk membuat tuntutan seperti itu? Tentu saja tidak, kan?
Kuzaku sepertinya juga marah. "Sekarang dengarkan aku dulu!" dia berteriak, lalu berjalan menuju Hiyomu. Saat itulah terjadi sesuatu.
Hiyomu mencabut semacam hiasan rambut yang tertempel di kepalanya, lalu melemparkannya ke arah Kuzaku.
"Jangan bergerak!"
Itu adalah benda kecil seukuran kurang dari kepalan tangan yang terlihat seperti boneka satwa. Itu mungkin tidak akan menyebabkan kerusakan apa pun jika mengenai Kuzaku.
Tapi ketika itu mengenai dada Kuzaku, "Gweh!" dia mengeluarkan erangan, kemudian dia terjatuh terlentang begitu cepat. Lalu benda itu memantul sekali, dua kali, dan kemudian kembali ke tangan kanan Hiyomu.
Hiyomu menoleh ke Setora, Gomi, dan Haruhiro, lalu membuat semacam gerakan ancaman seperti dia akan melemparkannya lagi, kemudian dia tertawa.
“Jangan berani-berani meremehkan relik ini, Paw of Terror, Guru lah yang memberikannya padaku, dan Hiyomu lah yang menamakannya, oke?”
Kuzaku masih batuk-batuk. Dia menekankan tangannya di tempat di mana Paw of Terror, atau apa pun itu telah mengenainya.
“Aww, itu sakit!”
Sepertinya serangan itu telah menyebabkan beberapa kerusakan serius. Mungkin tulang rusuknya patah.
“Daaan.” Hiyomu melemparkan Paw of Terror sedikit ke atas, lalu menangkapnya kembali. “Ini bukan satu-satunya senjata Hiyomu. Beberapa dari kalian orang rendahan mungkin berpikir aku menggertak ketika aku mengatakan itu, tapi aku tidak menggertak, oke? Hiyomu adalah master relik yang melayani Master sebagai salah satu muridnya, jadi membunuh kalian semua akan menjadi sepotong kue. Aku mengatakan yang sebenarnya di sini, oke? Kau ingin mencoba mengujinya? Mungkin aku akan membunuh salah satu dari kalian untuk membuktikannya?”
Sejujurnya itu memang terdengar meragukan.
Haruhiro tidak tahu apa itu master relik, dan tampaknya Hiyomu tidak memiliki banyak hal lain selain Paw of Terror tersebut. Tapi dia mungkin hanya membuatnya terlihat seperti itu. Bisa saja dia masih menyembunyikan beberapa senjata yang sangat kuat.
"Oke."
Io melangkah maju. Dia membusungkan dadanya dan dagunya terangkat sedikit sehingga dia bisa memandang rendah siapa pun yang dia ajak bicara meskipun dia bertubuh kecil.
“Aku akan mematuhimu. Tidak peduli siapa yang bertanggung jawab atas pengahapusan ingatan
ini, kenyataannya adalah bahwa kita tidak memiliki ingatan. Kau pasti bercanda jika kau pikir aku akan berkeliaran tanpa tahu apa yang harus dilakukan, atau bahkan apa terjadi, dan kemudian mati begitu saja di suatu tempat.”
Hiyomu menyeringai.
“Kau pasti orang yang cerdas.”
Io mengangkat bahu, lalu berbalik dan dengan cepat mengamati Haruhiro dan yang lain.
“Bagaimana dengan kalian?”
Taskete melangkah maju dengan matanya yang tertunduk, lalu mengatakan, "A-Aku juga akan mematuhimu..”
"Aku membencimu," kata Gomi, dan melotot ke arah Hiyomu. "...Tapi aku, uh... Io—”
"Io-sama," Io mengoreksinya dengan suara sedingin es, "adalah panggilan yang harus kau gunakan padaku. Akan sangat mengesalkan jika pria sepertimu menyebut namaku tanpa kehormatan, tetapi jika kau bisa menunjukkan hormat padaku dan menyebut namaku 'Io-sama,' aku tidak akan sepenuh nya tidak menerimamu.”
"I-Io-sama..." Gomi berbalik untuk melihat ke arah Merry. "Kita hanya rekan saja, kan? Apakah itu memang benar-benar kenyataannya...?”
Merry memiliki ekspresi canggung di wajahnya. "... Seharusnya sih begitu."
“Benar-yo, biarkan Hiyomu memberitahumu jawabannya.” Hiyomu mengatakan itu dengan nada yang konyol. “Gomi-kun dan Tassukete-kun adalah Rekan Io-chan. Io-chan berkeliling untuk membuat rekan-rekannya menyebut namanya Io-sama. Kalian semua disebut Skuad Io-sama."
"Skuad... Io-sama..." Gomi memegangi kepalanya.
"Aku... Io-sama...?" Taskete melirik Io melalui poninya.
“Aku juga masih tahu lebih banyak dari itu,” kata Hiyomu sambil tersenyum jahat. “Jika Master mengizinkannya, aku dapat memberi tahumu sedikit demi sedikit. Kau bisa beralih dari digunakan, menjadi pengguna. Biarkan aku memberi tahumu kalau ini adalah kesempatan sekali seumur hidup. Jika kau menolaknya, kau pasti akan sangat akan menyesalinya.”
Haruhiro mengalihkan pandangannya ke arah Kuzaku. Kuzaku masih duduk di tanah. Apakah dia tercengang dengan semua kejadian yang baru saja terjadi? Selanjutnya, Haruhiro melihat ekspresi Shihoru. Shihoru menurunkan dagunya ke bawah dan menatap Hiyomu dengan mata terbalik. Dia tidak tahu apa yang dipikirkan Setora, tapi dia tidak bergerak sama sekali dari tadi. Kiichi juga hanya berdiam diri saja.
"Merry," Haruhiro memanggilnya.
"Hah?" Merry menatap Haruhiro dengan terkejut. "...Apa?"
Haruhiro mengangguk padanya. Bahkan tanpa mengungkapkannya dengan kata-kata, Haruhiro
merasa dia akan mengerti apa yang dia maksud.
Sepertinya Merry mengerti. Merry mengangguk kembali padanya.
"Untuk kita," kata Haruhiro, lalu mengusap bagian bawah hidungnya. Dia pikir dia berkeringat di bagian sana, tapi ternyata tidak. Apakah dia merasa tegang? Atau tidak? Dia tidak yakin. Haruhiro menarik napas, lalu menatap Hiyomu lagi.
“Kami tidak akan menurutimu. Maaf untuk menolak tawaran yang tidak diragukan lagi indah milik mu, tapi kami akan melakukan apa yang kami inginkan.”
“Ohhhh.”
Hiyomu melengkungkan mulutnya ke bawah, dan menyipitkan matanya dengan tidak senang, lalu melemparkan Paw of Terror miliknya. Haruhiro bergerak seolah dia sudah mengantisipasinya. Pada saat Hiyomu melemparkan Paw of Terror miliknya, Haruhiro sudah melompat ke arah Merry dan mendorongnya kebawah.
“Apaaaa?!” Hiyomu berteriak kaget.
Hiyomu telah melemparkan Paw of Terrornya ke arah Merry, bukan Haruhiro. Jika Haruhiro tidak mendorong Merry ke bawah, Meey mungkin akan berada dalam kesulitan. Paw of Terror mungkin akan mengenainya tepat di wajah jika Haruhiro tidak mendorongnya.
“Nghmmngh…!” Hiyomu menggertakkan giginya, lalu berlari. “Kita pergi, Skuad Io-sama! Ikuti Hiyomu!”
“...Kurasa kita tidak punya pilihan, huh!” Io mengikutinya, dan setelah itu Gomi dan Tassukete juga ikut mengejar mereka.
"Tunggu, kau melupakan ini ...!" Shihoru meraih jubah yang menutupinya. Dia mungkin akan melepaskan jubah tersebut, tapi dia berhenti sesaat untuk melakukannya.
Gomi yang masih berlari berbalik untuk melihat Shihoru.
"Kau dapat memiliki benda sialan itu!”
Jubah berwarna gelap yang Shihoru kenakan merupakan jubah milik Gomi.
Mereka berempat menuju ke Menara Terlarang.
"Urgh..." seseorang mengerang di bawah Haruhiro. Itu adalah Merry. Benar. Haruhiro telah mendorongnya ke bawah, dan tidak pindah sejak saat itu. Uh oh.
"A-aku minta—" dia mencoba untuk meminta maaf saat dia mencoba untuk menjauh darinya, tetapi Merry mendorongnya kesamping sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya. "...Hah?!"
Ketika Merry melompat berdiri, jari-jari tangan kanannya sudah bergerak. Dia menggambar semacam gambar, angka, atau sigil di udara saat dia melantunkan.
“Marc em parc.”

Sesuatu seperti manik-manik cahaya muncul di depan dada Merry. Awalnya lebih kecil dari kepalan tangan, tapi semakin membesar saat Haruhiro melihatnya.
Hiyomu berbalik. "Hah?!" Matanya melebar. "Magic Missile ?!"
Butir cahaya tersebut sekarang lebih besar dari kepala seseorang, terbang menuju Hiyomu.
“Kofwohhhhhhhhhhhh ?!” Hiyomu menjerit aneh.
"Apa kau serius denganku?!" Gomi berbalik dan menarik pedang besarnya.
Untuk sesaat dia tampak seperti menghilang. Atau mungkin dia bisa pindah secepat itu?
Gomi menebas manik cahaya yang mengarah ke Hiyomu dengan pedangnya.
Oh, itu sesuatu yang bisa kau potong , pikir Haruhiro.
Bagaimanapun juga itu merupakan cahaya. Bisakah kau memotong sinar matahari dengan pisau dapur? Tentu saja tidak bisa. Tapi pedang Gomi membelah butiran cahaya menjadi dua. Setelah terbelah, manik-manik itu segera menghilang tanpa meninggalkan jejak.
“Apa itu?!” teriak Gomi, sambil memegang pedangnya.
Hiyomu menatap Merry.
“...K-K-Kau seorang priest, tapi kau baru saja menggunakan s-s-sihir...”
Io dan Tassukete hanya berdiri di sana.
Haruhiro menatap Merry. Merry mencengkeram kepalanya, seolah mencoba mencabut rambutnya sendiri. Ada yang aneh. Wajahnya pucat dan giginya terkatup. Sepertinya dia sangat menderita.
"...Merry?"
"Aku tidak apa-apa," jawab Merry segera, tetapi dia tidak terlihat baik-baik saja sama sekali.
Paw of Terror melompat kembali ke tangan Hiyomu.
“...Aku harus segera membawa informasi ini ke Master. Sudah cukup aneh pada saat dia tidak kehilangan ingatannya, tapi sekarang dia mulai bisa menggunakan sihir juga. Selain itu, serangan Magic Missile tersebut melampaui serangan yang rata-rata mage bisa lakukan. ”
Apakah Merry masih kesakitan? Wajahnya tertunduk kebawah, tapi dia masih memelototi Hiyomu, dan bibirnya bergerak. Apakah dia menggumamkan sesuatu? Dia tidak bisa mendengarnya.
Hiyomu melambaikan tangannya tanpa sepatah kata pun, dan ketika Io dan kelompoknya memperhatikan itu, mereka jogging untuk mengikuti Hiyomu ke Menara Terlarang, Hiyomu mengawasi Merry dengan waspada saat dia pergi.
Haruhiro dan yang lainnya berdiri di sana dengan diam, dan tidak bergerak sampai empat dari mereka berada di dalam menara.
Tidak lama setelah mereka hilang dari pandangan, Menara Terlarang tampak berubah.
"Ah!" Kuzaku berteriak saat dia sadar. "Pintu masuknya..."
Mereka telah menarik tuas untuk menutup pintu masuk tersebut. Jika tidak ada jalan lain selain pintu masuk tersebut, maka Haruhiro dan yang lainnya tidak akan bisa masuk ke menara itu.
"Hmm," Setora mengangguk. "Jadi begitu. Itu hanya terbuka dari dalam. Jadi itulah mengapa Menara itu disebut Menara Terlarang.”
"Apakah sekarang waktunya untuk memikirkan itu...?" balas Kuzaku.
Shihoru dengan ragu-ragu berjalan ke arah Merry, dan melihat lebih dekat wajahnya.
"Um... Merry-san?"
Merry menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum pada Shihoru.
“Panggil saja aku Merry. Itulah yang biasa kau gunakan padaku sebelumnya. ”
Itu jelas senyum yang dipaksakan.
Langit semakin cerah.
Sekarang bukan senja, tapi fajar.
Haruhiro melihat ke arah kota bertembok.
"... Altana, ya?"
Komentar
Posting Komentar