Bab 3: Dari Rasi Musim Dingin

Di Altana, Pasukan Ekspedisi telah mendirikan tempat pembakaran dadakan di sekitar kota tempat mereka membakar mayat para goblin. Kota ini memiliki krematorium, tetapi tidak memiliki fasilitas untuk membakar begitu banyak mayat sekaligus. Dan juga, krematorium itu untuk manusia. Mungkin ini hanya omongan yang kasar, tapi mengapa para goblin juga dikirim ke tempat yang sama? Terlepas dari itu, goblin tampaknya bisa juga berubah menjadi zombie karena kutukan No-Life King. Jadi mereka harus membakar mayatnya dengan cepat.

 

Haruhiro dan Neal memasuki Altana melalui gerbang utara, dan bergegas ke Menara Tenboro. Tempat pembakaran terbesar ada di halaman depan, dan di sana sangat berasap. Bukan hanya itu, baunya juga sangat menyengat. Itu membuat mata, hidung, dan bahkan tenggorokannya sakit. Para tentara yang bekerja di lokasi pembakaran menangis dan muntah-muntah, atau melalaikan tugas mereka lalu dimaki oleh atasan mereka.

 

Barikade yang didirikan para goblin di depan Menara Tenboro masih belum sepenuhnya disingkirkan. Itu hanya dipindahkan ke samping sehingga tidak lagi menghalangi jalan. Menyingkirkan hal semacam itu benar-benar merepotkan.

 

Jenderal Jin Mogis berada di aula besar. Ruangan ini pernah digunakan oleh Margrave sebagai ruang audiensi, dan ada panggung di sepanjang dinding belakang dengan kursi yang mengesankan menghiasinya. Jenderal berambut merah itu senang duduk di kursi tersebut.

 

Dasar bajingan. Apakah dia pikir kalau dia adalah raja perbatasan?

 

Tapi sebelum pikiran memberontak itu bisa menguasai Haruhiro, dia terkejut.

 

Sang Jenderal cenderung memiliki sejumlah prajurit berjubah hitam yang mendapinginya setiap saat. Mereka adalah orang-orang setia yang telah melayaninya sejak dia memimpin Black Hound, dan mereka adalah tentara elit di Pasukan Ekspedisi yang bisa bertarung dengan baik.

 

Ada empat jubah hitam selain sang jenderal di aula besar itu. Itu tidak membuatnya terkejut. Tapi ada orang lain berdiri di depan panggung.

 

Siapa dia? Sudah jelas kalau dia bukan anggota Pasukan Ekspedisi. Dia mengenakan jubah putih. Tapi tidak tanpa hiasan. Jubahnya memiliki lambang bintang, mungkin dibordir. Tujuh di antaranya berbentuk X.

 

Pria itu menoleh untuk melihat Haruhiro.

 

"Hei," sapa pria itu tanpa acuh, lalu, begitu dia sepenuhnya melihat Haruhiro, matanya melebar.

 

Reaksi itu, itu berarti pria itu mengenalnya. Pria dengan wajah ramah, dan bermartabat ini mengenal Haruhiro.

 

Mereka pasti kenalan. Jadi, Haruhiro juga mengenalnya. Tidak, dia sudah mengenalnya. Dia hanya lupa, dan tidak mengingatnya.

 

"Uh... Hei." Haruhiro menundukkan kepalanya.

 

Neal menatap Haruhiro dengan ragu.

Siapa pria ini? Haruhiro memaksa dirinya untuk mengingat nama-nama orang yang telah dikatakan Merry padanya. Nama mereka. Profile mereka. Hubungan mereka dengannya, dan dengan anggota party lainnya. Dia merasa kalau dia telah melakukan semua itu untuk mengingat yang terbaik yang dia bisa.

 

Tapi dia tidak mengenal wajahnya. Kata-kata saja tidak bisa menggambarkan penampilan seseorang dengan begitu baik.

 

"Jenderal," kata Neal, mengawasi pria itu saat dia mendekat, lalu berlutut. Dia menundukkan kepalanya. “Kami telah kembali.”

 

Sang Jenderal mengangguk serius.

 

Rasanya canggung kalau dia hanya berdiri saja. Haruhiro sedikit maju ke samping Neal, dan hanya menundukkan kepalanya sedikit.

 

Pria itu masih memperhatikan Haruhiro dengan senyuman. Mengapa dia melakukan itu? Dia memberikan kesan yang sangat ramah. Dia jelas pria yang baik.

 

"Jadi?" tanya sang jenderal.

 

Ohh, bagus sekali. Tidak ada penjelasan sama sekali, ya. Dia tidak menjelaskan tentang siapa pria ini. Setidaknya dia harus memperkenalkannya. Tapi Jin Mogis bukan lah tipe pria yang mengikuti akal sehat semacam itu. Haruhiro selalu diingatkan akan hal itu.

 

"Pak." Neal tidak berusaha mengangkat wajahnya, dan berbicara dengan suara yang sedikit teredam. “Deadhead Watching Keep adalah cangkang kosong, seperti yang kami duga.”

 

“Lalu kemana para orc pergi?”

 

"Maafkan saya. Itu... tidak jelas.”

 

Sang Jenderal mengetuk-ngetukkan jarinya ke sandaran tangan kursinya. Setiap kali kukunya mengenainya, suara keras bergema di seluruh aula. Jenderal ini keras kepala, pikir Haruhiro, meskipun itu tidak mengganggunya.

 

“Sepertinya Korps Tentara Sukarelawan memiliki informasi,” kata sang jenderal sambil menatap pria tak dikenal itu.

 

Korps Tentara Sukarelawan.

 

Haruhiro yakin sang jenderal baru saja menyebut Korps Tentara Sukarelawan.

 

Neal menatap pria itu sambil masih berlutut.

 

"... Korps Tentara Sukarelawan?"

 

"Saya Shinohara dari Orion." Pria itu memperkenalkan dirinya.

 

Shinohara. Haruhiro tanpa sadar menyentuh lehernya. Aku tahu dia. Shinohara... -san, ya? Bukannya ingatan dia telah kembali, tetapi dia tahu sebanyak ini:

Menurut Merry, Orion adalah klan yang cukup besar, dengan anggota sekitar 30 orang. Pemimpin mereka adalah seorang pria bernama Shinohara, dan dia mengenal Haruhiro dengan baik. Mereka lebih dari sekedar kenalan yang lewat. Apa cara terbaik untuk menggambarkan hubungan mereka? Sulit untuk meringkasnya menjadi satu kata.

 

Shinohara cenderung memperhatikan orang lain, dan telah menaruh minat pada Haruhiro dan kelompoknya sejak mereka masih menjadi peserta pelatihan. Itu sebagian karena Merry pernah menjadi anggota Orion pada satu titik. Ada seorang pria bernama Hayashi yang pernah menjadi temannya, dulu sekali, yang masih berada di Orion sekarang. Mungkin itulah yang membuat Shinohara memperhatikan mereka.

 

Itu semacam hubungan yang canggung.

 

Mereka sedikit dekat.

 

Tapi tidak, seperti, sangat dekat.

 

Seberapa akrab mereka? Jika mereka bertemu di jalan, apakah mereka hanya akan saling menyapa, atau akankah mereka berhenti untuk berbincang-bincang?

 

Apakah tentara sukarelawan mulai bergerak? Mereka mengirim Shinohara sebagai utusan ke Pasukan Ekspedisi. Apakah itu yang terjadi di sini? Sejujurnya, Haruhiro tidak tahu. Dia menyerahkan urusan koordinasi dengan Korps Tentara Sukarelawan ke Barbara dan Eliza.

 

Ini akan terdengar seperti alasan, tapi itu bahkan tidak pernah terlintas di pikiran Haruhiro.

 

Bahwa Barbara mungkin mati.

 

“Anda mungkin sudah sadar kalau” Shinohara memulai, lalu mengangkat bahu sedikit, “kami, korps Tentara Sukarelawan telah merebut kembali Riverside Iron Fortress dari para kobold.”

 

Neal mengangkat wajahnya dan menatap sang jenderal.

 

Sang Jenderal memasang tampang tanpa ekspresi. Apakah dia tidak merasakan apa-apa? Apakah dia tidak memikirkan apa pun? Itu tidak mungkin benar. Sang Jenderal tidak ingin orang lain mengetahui pikirannya. Bukankah itu sebabnya dia menutupi emosinya?

 

Sang Jenderal tiba-tiba melihat ke arah Haruhiro, membuatnya berkeringat dingin. Uh oh. Haruhiro buru-buru menutup mulutnya dengan tangannya, dan menatap Shinohara. Apakah itu cukup baik? Apakah dia terlihat terkejut? Dia berharap begitu. Karena dia akan berada dalam masalah jika dia tidak terlihat seperti itu.

 

Haruhiro tahu kalau Korps Tentara Sukarelawan masih saling mengontak. Dia juga tahu kalau mereka telah merencanakan untuk menyerang Riverside Iron Fortress pada saat yang sama ketika Pasukan Ekspedisi menyerang Altana.

 

Tapi sang jenderal dan Neal tidak tahu kalau Haruhiro mengetahui itu. Itu karena dia memang sengaja untuk tidak memberitahu mereka.

 

Seharusnya informasi ini menjadi kejutan total bagi Pasukan Ekspedisi. Jika Haruhiro tidak terlihat kaget, maka dia akan dicurigai.

“Namun,” lanjut Shinohara, “Saya yakin ada sekitar 5.000 kobold. Sayangnya, kami tidak dapat sepenuhnya membasmi mereka."

 

"5.000..." bisik Neal.

 

“Ya,” Shinohara membenarkan itu dengan senyuman dan anggukan. “Kami telah menghitung total sekitar 2.000 tubuh kobold. 3.000 sisanya tidak melarikan diri ke sarang lama mereka di Pertambangan Cirene, tetapi ke kastil tua di Mt. Grief*.”

 

(Mount Grief=Gunung Duka. Bakalan gw singkat Mt. Grief mulai sekarang)

 

Pada dasarnya, Riverside Iron Fortress berada di sebelah Sungai Jet, dan Pos Lonesome Outfield terletak sepuluh kilometer timur laut lagi dari sana. Wonder Hole berjarak satu atau dua kilometer di barat laut Pos Lonesome Outfield, dan tujuh atau delapan kilometer di utara dari sana adalah Mt. Grief.

 

Haruhiro tidak tahu apa-apa tentang tempat itu selain namanya. Shinohara baru saja menyebutkan sebuah kastil tua. Jadi ada sebuah kastil disana sejak lama, ya?

 

“Kami belum sepenuhnya yakin akan hal ini, tetapi dugaan kami adalah bahwa orc dari Deadhead Watching Keep juga pindah ke Mt. Grief. Kami memiliki sejumlah thief yang menyusup ke daerah itu sekarang, jadi kami akan segera mengetahuinya."

 

“Jika aku mengartikan kata-katamu,” sang jenderal tiba-tiba menyela, “Korps Tentara Sukarelawan, yang artinya kalian, sangat kompeten. Kalian mengambil sebuah benteng yang dipegang oleh 5.000 prajurit, bahkan jika mereka hanya musuh-musuh yang liar, dalam waktu dua hari. Kemudian, daripada merayakan kemenangan itu, kalian segera mengejar musuh kalian yang telah dikalahkan, menentukan dengan tepat ke mana mereka akan pergi, dan mempertimbangkan langkah selanjutnya untuk melawan mereka.”

 

Shinohara menoleh ke jenderal lagi. Haruhiro bertanya-tanya apa yang akan dia katakan, tapi tentu saja dia hanya tersenyum, dan daripada bersikap rendah hati...

 

"Terima kasih," jawabnya.

 

Ini mungkin sudah jelas, tapi dia bukan hanya pria yang ramah seperti yang terlihat. Shinohara juga bisa nakal. Dia pasti cukup percaya diri dengan kemampuannya karena dia bisa bertindak berani di depan sang jenderal yang sulit dipahami dan meresahkan itu.

 

"Jika aku mempercayai apa yang kau katakan ..." sang Jenderal sedikit memutar lehernya. “Kalian menyerang Riverside Iron Fortress hampir bersamaan dengan pasukanku yang menyerang Altana.”

 

“Ya,” jawab Shinohara dengan sedikit kekhawatiran.

 

“Itu terlalu sulit dipecayai,” kata jenderal, lalu berhenti sejenak secara dramatis, “untuk bisa disebut sebagai kebetulan semata. Jika kau tidak memantau pasukanku, maka kau pasti sangat beruntung. ”

 

"Bukan hanya kami, Jenderal." Shinohara membawa tangan ke dadanya, lalu menundukkan kepalanya. “Anda juga beruntung.”

 

Jenderal berambut merah itu tertawa tanpa meninggikan suaranya. Sulit membayangkan kalau ada

manusia yang bisa tertawa seperti itu. Mungkin saja sang jenderal sama sekali bukan manusia. Bagaimanapun juga, senyumannya itu sangat mengganggu.

 

“Aku di sini atas perintah raja. Sekarang setelah Margrave meninggal, kehendakku adalah kehendak Yang Mulia, Raja Idelta dari Arabakia.”

 

"Margrave telah... jadi begitu." Shinohara mengerutkan alisnya. “Dia adalah pria yang baik, bahkan mengundang seorang prajurit sukarelawan seperti saya ke Menara Tenboro untuk berbicara dengannya. Sangat disayangkan. Saya turut merasa sedih mendengar dia telah meninggal. Kapan itu terjadi?"

 

"Ketika kami telah merebut kembali Altana, dia sudah meninggal," jawab sang jenderal dengan cepat.

 

"Saya mengerti." Shinohara menyilangkan tangannya dan mengerutkan kening. "Sebenarnya ada seorang tentara sukarelawan yang berhasil bertahan di Altana untuk waktu yang lama. Ketika dia nyaris lolos dengan nyawa sebagai taruhannya, dia memberi tahu kami bahwa Margrave telah ditawan oleh para goblin, dan dianiaya secara mengerikan saat mereka menyeretnya di sekeliling kota. Saya ingin menemukan cara untuk menyelamatkannya. Tapi sayangnya dia sudah meninggal."

 

“Garlan Vedoy dari House of Vedoy yang terkenal.”

 

Sang Jenderal menyandarkan kepalanya ke sandaran kursinya dengan pandangan jauh dari matanya. Sepertinya dia mengingat kembali kejadian itu dan merasa senang di saat dia membunuh Margrave, tapi itu mungkin baru saja kalau Haruhiro hanyalah mengimajinasikannya saja.

 

"Aku sangat menyesal karena tidak dapat menyelamatkannya, tetapi dia sudah mati sekarang."

 

"Di mana mayatnya?"

 

Ketika Shinohara menanyakan itu, sang jenderal tidak ragu-ragu sejenak.

 

"Dia telah dikremasi," jawabnya.

 

"Sang Margrave ..." Shinohara berhenti, terlihat sedikit kesulitan menanyakan hal ini, "apakah dia bergerak?"

 

“Di bawah kutukan No-Life King?”

 

"Ya."

 

“Aku sendiri yang mengatasinya. Dia berada dalam kondisi yang terlalu menyedihkan, jadi aku mengakhiri penderitaanya."

 

Kenyataan bahwa sang jenderal dapat menyatakan hal itu dengan sangat tenang menunjukkan betapa tidak normalnya dia.

 

"Saya mengerti." Ada tampak kesakitan di wajah Shinohara, itu... yah, itu luar biasa.

 

Hanya ada beberapa orang yang mengetahui kebenaran tentang bagaimana sang Margrave mati. Hanya sang jenderal, Haruhiro dan kelompoknya, serta Komandan Prajurit Resimen Anthony Justeen. Shinohara mungkin hanya tahu bahwa Margrave pernah menjadi tahanan di Menara Tenboro.

 

Apakah dia tahu apa yang sebenarnya terjadi setelah perang itu?

 

Ketika Altana berhasil direbut kembali, Margrave masih hidup. Tetapi Jenderal Jin Mogis telah membunuhnya. Bagi sang jenderal, seseorang yang merupakan penguasa resmi Altana, dan bahkan memiliki darah keturunan dengan derajat yang lebih tinggi, tidak lain hanyalah penghalang baginya. Bahkan sekarang setelah dia mengetahui apa yang terjadi, Shinohara tetap tenang.

 

“Kudengar ada beberapa orang yang memanggilnya raja perbatasan,” kata sang jenderal sambil menatap Shinohara. “Aku tahu itu hanya metafora, tapi akulah yang duduk di singgasananya sekarang.”

 

Jadi membungkuklah padaku, itulah yang sang jenderal coba katakan. Mengapa dia hanya mengisyaratkan apa yang dia inginkan, dan tidak menyatakannya secara langsung?

 

Pasukan Ekspedisi telah kehilangan sekitar seratus orang pada saat pertempuran untuk merebut kembali Altana. Termasuk juga para tentara jubah hitam di tim yang dipimpin oleh Dylan Stone untuk menyerbu Menara Tenboro. Mereka adalah pengikut terpercaya sang jenderal. Pasukan Ekspedisi masih memiliki lebih dari sembilan ratus orang yang tersisa sekarang, tetapi sebagian besar dari mereka adalah sampah masyarakat dan desertir yang telah disatukan bersama.

 

Dari apa yang Barbara dan Eliza katakan padanya, Korps Tentara Sukarelawan memiliki total kurang dari seratus lima puluh anggota. Bahkan dengan jumlah kecil itu, mereka berhasil merebut Riverside Iron Fortress yang diduduki oleh lebih dari 5.000 kobold. Tentara Sukarelawan bukanlah prajurit biasa. Mereka adalah prajurit elit, dan mage yang sangat terampil.

 

Bisa saja Jin Mogis memproyeksikan kepercayaan diri yang palsu. Dia mungkin takut pada Korps Tentara Sukarelawan. Dan bahkan jika dia tidak terlalu khawatir, dia mungkin tidak berpikir bisa memaksa mereka untuk tunduk padanya dengan mudah.

 

Shinohara juga yakin, meskipun jumlah mereka lebih kecil, Korps Tentara Sukarelawan memiliki kekuatan yang setara dengan Pasukan Ekspedisi.

 

Jika sang jenderal dengan keras kepala mencoba memerintah mereka, Shinohara mungkin akan menolak itu. Sangat tidak mungkin dia dengan sukarela menjadi budak sang jenderal.

 

"Jenderal," panggil Shinohara. Jin Mogis bukanlah raja perbatasan. Setidaknya, Shinohara dan tentara sukarelawan tidak punya alasan untuk berlutut di hadapannya sebagai raja mereka. “Jika para Kobold dan Orc telah berkumpul di Mt. Grief, kita tidak bisa mengabaikan mereka. Para goblin di Damuro juga mengkhawatirkanku. Tentara Sukarelawan tidak akan bisa pindah dari Riverside Iron Fortress untuk sementara waktu.”

 

Jenderal tetap diam untuk beberapa saat. Dalam hal kekuatan relatif, itu sebenarnya jenderal, bukan Shinohara, yang dirugikan di sini. Namun jenderal berambut merah itu mampu mendominasi ruangan hanya dengan keheningan yang tegang ini. Tidak ada yang tahu apa yang mungkin akan dia lakukan. Itu selalu terasa seperti dia bisa melakukan sesuatu yang tidak terduga setiap saat.

 

"Aku mengerti situasimu. Shinohara, kan? Kau harus beristirahat di sini di Tenboro untuk hari ini. Aku akan menyuruh seseorang untuk membawakan makanan padamu nanti.”

“Saya berterima kasih atas kebaikan Anda, Jenderal Mogis.”

 

Shinohara membungkuk padanya dengan senyum yang terlihat sangat alami.

 

Entahlah, itu sulit untuk dilihat.

 

Haruhiro tidak bisa menyangkal bahwa itulah yang dia rasakan. Dia merasa sulit bernafas, dan bahunya kaku. Tidak, itu bukan hanya bahunya. Seluruh tubuhnya juga terasa seperti itu.

 

Jenderal melambaikan tangannya sedikit. Itu mungkin artinya, Keluarlah. Neal melompat berdiri dan berbalik untuk pergi.

 

“Yah, sampai jumpa lagi.”

 

Shinohara akan pergi, jadi Haruhiro juga harus pergi—atau setidaknya itulah yang dia pikirkan, tapi ternyata tidak semudah itu.

 

"Kau tetap tinggal," sang jenderal memanggilnya.

 

Huh?

 

Kau?

 

Siapa?

 

Dia tidak dipanggil namanya. Dia bisa saja mencoba berpura-pura bodoh tapi, itu mungkin bukan ide yang bagus. Sang Jenderal melihat ke arah Haruhiro. Menatapnya dengan tajam. Itu sudah jelas kalau yang dia maksud adalah Haruhiro.

 

"...Ya, pak."

 

Dia harus tinggal, bahkan jika dia tidak menyukainya. Dan dia benar-benar tidak menginginkannya. Setelah Neal dan Shinohara meninggalkan aula besar, sang Jenderal menyuruh pergi para prajurit berjubah hitamnya. Haruhiro sangat berharap dia tidak melakukan itu.

 

Mereka hanya berdua sekarang.

 

Itu sangat tidak menyenangkan.

 

Entah kenapa sang jenderal tidak mengatakan apa-apa. Memerintah Haruhiro untuk tinggal, lalu diam saja? Apa yang sebenarnya dia inginkan? Itu tidak masuk akal.

 

Akhirnya Haruhiro menyerah, dan bertanya, "...Ada apa?"

 

Perkataan, sikap, kekuatan — sang jenderal menggunakan segala cara yang dia miliki untuk mengendalikan orang lain. Haruhiro tidak menyukai tipe orang seperti itu. Tapi bahkan mengesampingkan tipenya sendiri, dia harus berhati-hati ketika berurusan dengan orang seperti ini. Jika dia tidak mempertahankan keinginannya yang kuat, dia hanya akan berakhir mengikuti apa yang mereka ingin dia lakukan.

 

“Pria itu, Shinohara.”

Sang Jenderal masih menatap Haruhiro, tapi matanya tidak fokus. Dia terlihat jelas sedang memikirkan Shinohara.

 

“Sepertinya kau kenal dengannya. Apakah dia bisa diandalkan?”

 

"Yah..." gumam Haruhiro. “Saya mengenalnya. Bagaiamanpun juga kami berdua adalah tentara sukarelawan. Dan Shinohara-san adalah pemimpin dari klan besar bernama Orion. Bisa dibilang dia agak terkenal.”

 

“Dengan siapa kamu akan berpihak?”

 

"...Apa?"

 

Nada suaranya terdengar hampir ramah. Jenderal melanjutkan.

 

“Jika kamu memilih untuk berpihak padaku, aku akan memastikan bahwa kamu akan diperlakukan dengan baik. Kemungkinan kamu akan ditempatkan sebagai penanggung jawab unit di Pasukan Ekspedisi.”

 

Dan jika dia menolak?

 

Haruhiro tahu, instingnya mengatakan bahwa sebaiknya dia tidak menanyakan itu.

 

Berpihak pada Jin Mogis. Sejujurnya, itu sudah keluar dari pertanyaan. Haruhiro telah kehilangan ingatannya, tetapi meskipun begitu, jika dia dihadapkan dengan pilihan jenderal atau Korps Tentara Sukarelawan, dia akan memilih Korps tanpa ragu-ragu.

 

Apakah jenderal tidak mengerti itu? Sang Jenderal telah mengancam Haruhiro, memaksanya untuk tunduk, dan menggunakannya sebagai pion dengan nyaman.

 

Jadi sang jenderal tidak mengetahui niat Haruhiro. Kemungkinan besar dia membuat permintaannya dalam bentuk pertanyaan.

 

Diam, dan berpihaklah padaku, katanya. Jika tidak, maka aku harus mengambil tindakan. Itulah yang coba dia katakan.

 

Pada dasarnya, Haruhiro sedang diancam.

 

Dia merasakan tekanan psikologis, tetapi dia bertanya-tanya. Apakah ketakutan yang dia rasakan ini benar-benar wajar?

 

Memang benar bahwa dia tidak tahu apa yang mungkin akan dilakukan sang jenderal.

 

Tapi itu saja. Sebenarnya, sang jenderal tidak terlalu kuat, jadi sepertinya dia tidak bisa melakukan apa pun yang dia inginkan.

 

Misalnya saja, bayangkan kalau sang jenderal menyerang Haruhiro sekarang. Haruhiro tidak terlalu ingin melawan, tapi dia tidak akan membiarkan dirinya dilukai begitu saja. Dia akan melawan. Bisakah dia mengalahkan sang jenderal? Dia tidak akan tahu sampai dia mencobanya. Tapi bukannya dia tidak punya kesempatan. Selain itu, Haruhiro adalah seorang thief. Dia tidak perlu mencoba untuk bertukar pukulan dengan sang jenderal. Jika semua yang dia coba lakukan adalah

melarikan diri, dia merasa bisa melakukan itu.

 

Dan juga, sebagai kepala Pasukan Ekspedisi, sang jenderal dapat memobilisasi seluruh pasukannya jika dia memiliki niat untuk melakukannya, tetapi inti dari pasukannya adalah prajuri berjubah hitam, bersama dengan Neal dan scout lainnya. Karena kerugian yang mereka dapatkan saat perang itu, hanya tersisa kurang dari lima puluh prajurit berjubah hitam. Meskipun begitu, bukannya mereka tidak perlu ditakuti, tapi tidak perlu melebih-lebihkan ancaman yang mereka punya.

 

Dia merasa sedikit lebih baik sekarang.

 

Dia tidak punya alasan untuk menyerah pada ancaman sang jenderal. Dia hanya ingin menghindari memberikan penolakan tegas sekarang, dan merobek hubungan mereka. Sekarang, akan terasa sangat pas untuk melakukan itu, tetapi tidak ada alasan lain selain itu.

 

“Saya tidak yakin kita manusia mampu untuk berada di tenggorokan satu sama lain* sekarang."

 

(Saling berdebat dengan panas)

 

Sang Jenderal terdiam. Tekanan yang bisa dia berikan pada orang-orang sangat menakutkan seperti biasa.

 

Tapi bukankah itu hanya tekanan?

 

Sang Jenderal mungkin sebenarnya tidak lebih dari secarcik kertas. Haruhiro menduga itu, tetapi dia juga tahu bahwa jika dia meremehkan sang jenderal, dia bisa saja tersandung.

 

“Mungkin Pasukan Ekspedisi dan Korps Tentara Sukarelawan harus bekerja sama. Saya ingin melakukan apa pun yang saya bisa untuk melakukan itu. Saya pikir, dengan situasi yang sedang kita alami sekarang, itulah yang harus kita lakukan.”

 

"Apakah itu benar?"

 

Sang Jenderal tersenyum.

 

Ya, dia memang menakutkan. Ada sesuatu yang tidak bisa dipahami tentang dia. Haruhiro tidak tahu bagaimana mengartikan senyuman itu.

 

"Tinggalkan aku."

 

Jenderal melambaikan tangannya.

 

Haruhiro mengangguk sedikit, lalu berpaling dari sang jenderal.

 

Tepat sebelum meninggalkan aula besar, dia melirik ke belakang.

 

Sang Jenderal masih tersenyum. Ada jarak yang cukup jauh di antara mereka, jadi dia tidak yakin, tapi rasanya seperti mata mereka sedang bertemu sekarang. Haruhiro menundukkan kepalanya lagi. 

Komentar