Haruhiro adalah dinding.
Tentu saja itu hanyalah metaforis. Apakah dia adalah atap, jendela, pilar, atau dinding? Dia merasa kalau sekarang dia adalah semacam dinding, tapi bukan dinding yang asli. Dinding yang asli di sini adalah dinding yang sedang dia tekan sekarang sambil menahan napas.
Dinding yang sedang dia tekan sekarang bukan lah dinding yang terbuat dari kayu, batu, atau bahkan tanah. Ok, bukan itu, yang jelas bukan lah dinding tanah sepenuhnya, tapi masih ada kemungkinan terbuat dari tanah. Apakah mereka menggunakan semacam kotoran khusus? Atau mencampur sesuatu ke dalamnya? Dinding itu tebal karena lumut, dan juga cukup keras. Dia sudah mencoba menusuknya dengan belatinya, tapi tidak berjalan dengan baik, jadi mungkin wajar untuk mengatakan kalau dinding itu benar-benar keras. Hampir sekeras batu.
Dinding ini lah yang memisahkan Kota Tua Damuro dari Kota Baru, tingginya hanya empat sampai lima meter, tetapi tidak memiliki permukaan dinding yang tidak rata, sehingga sulit untuk didaki. Jika dia memiliki tangga, atau alat pembantu lain, itu akan beda lagi ceritanya. Namun, ada tempat-tempat di mana dindingnya menonjol, dan di tempat-tempat itu ada sejumlah lubang. Tapi tempat itu adalah tempat menara pengawas berada. Dia tidak yakin apakah itu terjadi setiap saat, tetapi mungkin ada goblin yang ditempatkan di sana sekarang. Selain itu, ada goblin bersenjata yang berjalan di sepanjang bagian atas dinding juga. Jika dia mencoba untuk mendaki sekarang, dia pasti akan ditemukan dalam sekejap.
Ada tempat-tempat di mana tampaknya memungkinkan mereka untuk keluar masuk.
Haruhiro sendiri telah melihat tiga gerbang kayu berbingkai baja yang telah ditempatkan di lubang yang digali dari dinding.
Namun, selalu ada banyak goblin di setiap gerbang itu, dan sudah jelas kalau mereka sedang berjaga-jaga. Jika mereka berniat untuk masuk melalui gerbang tersebut, maka itu harus dengan kekerasan. Mungkin tidak mustahil, tapi itu seperti mengaduk sarang lebah. Jadi mungkin itu bukan lah ide yang bagus.
Rekan-rekannya sedang menunggu di salah satu reruntuhan yang relatif utuh di Kota Tua. Haruhiro dan Neal telah berpisah untuk mengintai sedikit setelah tengah hari, dan sekarang sudah senja.
Haruhiro masih tidak dapat menemukan cara untuk menyusup ke Kota Baru.
Karena tinggi dindingnya rendah, maka pelarian seharusnya akan mudah. Sedangkan kalau masuk tanpa terdeteksi akan sangat sulit.
Bukankah itu juga sama bagi para goblin? Jika mereka telah diusir dari Kota Baru dan menjadi goblin Kota Tua, maka tidak ada jalan bagi mereka untuk kembali. Di masa pelatihan mereka, Haruhiro dan tentara sukarelawan lainnya seperti dia telah biasa berkeliling membantai goblin-goblin itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dia masih memiliki perasaan itu sekarang.
Mengesampingkan itu, dia ingin melihat apa yang akan terjadi setelah hari sudah gelap. Itulah mengapa Haruhiro menjadi satu dengan dinding, dan menunggu matahari terbenam.
Bahkan saat dia melakukan itu, selalu ada goblin yang berjalan di atasnya, tapi dia tidak ditemukan.
Bukan karena goblin pengintai itu sangat lalai, tapi karena memang begitulah yang akan terjadi ketika seorang thief menjadi dinding.
Akhirnya, matahari terbenam.
Daerah itu semakin gelap saat itu.
Cahaya mulai muncul dari menara pengawas. Mereka pasti telah menyalakan api di dalam sana. Para goblin yang berpatroli di atas dinding juga membawa obor, atau sesuatu yang mirip dengan itu.
Haruhiro menjauh dari dinding beberapa saat untuk bisa mengawasi Kota Baru secara luas dari Kota Tua. Menara pengawasnya ditempatkan sekitar tiga puluh hingga empat puluh meter terpisah. Tidak terlalu banyak goblin yang berpatroli, tapi juga tidak bisa disebut memiliki jumlah yang kecil. Dilihat secara sepintas, mungkin ada satu goblin di setiap lima puluh meter atau lebih. Bukan, bukan satu. Sepertinya ada dua goblin yang berpatroli. Itu tidak terjadi ketika hari cerah. Apakah itu berubah setelah hari gelap?
Dia melihat satu goblin patroli berhenti, lalu mengarahkan obor mereka ke Kota Tua. Ternyata mereka melakukan pekerjaannya lebih serius daripada yang dia duga.
"... Ini akan sulit."
Jika Haruhiro sendirian, bukannya tidak mungkin bagi dia untuk menyusup Kota Baru. Dia akan menunggu sampai tidak ada patroli goblin di dekatnya, lalu dengan cepat memanjat tembok di titik tengah antara dua menara pengawas. Dia mungkin membutuhkan semacam alat untuk melakukan itu. Sebuah tangga, atau mungkin sebuah platform.
Namun, begitu dia selesai memanjat, dia akan meninggalkan alat itu di Kota Tua. Alatnya perlu dipasang, kemudian diturunkan. Dia membutuhkan bantuan seseorang. Apakah itu berarti dia tidak bisa melakukannya sendiri?
Haruhiro menuju ke reruntuhan dimana rekan-rekannya sedang menunggu. Neal sudah ada di sana ketika dia tiba. Sisa dari kelompok itu duduk melingkar di sekitar lampu berkerudung yang telah diletakan di tanah.
"Tidak ada harapan."
Meskipun dia benci padanya, Haruhiro setuju dengan Neal.
“Kupikir kita harus menyerah saja untuk membawa semua orang ke Kota Baru. Jika kita ingin masuk ke sana, maka kita harus melakukannya dengan jumlah yang kecil. Kita juga membutuhkan bantuan untuk mendaki dinding. Itu akan lebih mudah dengan tangga, tetapi jika Kuzaku memberiku semacam boost, aku mungkin bisa menaiki dinding itu. ”
"’Gak ada kata ‘jika’," kata Hiyomu dengan mendecakkan lidahnya. "Kita harus pergi karena tidak punya pilihan lain. Jadi kita akan pergi. Apakah kalian masih tidak mengerti itu? Jika memang begitu, bukankah itu berarti kalau kalian itu sangat bodoh?”
Tidak ada yang mengatakan sepatah kata pun.
Sudah jelas Haruhiro merasa marah karena itu. Yang lainnya juga harusnya merasakan hal yang
sama dengannya. Tapi menanggapi semua yang dikatakan Hiyomu sungguh melelahkan.
“Sejujurnya, kalian itu tidak membantu sama sekali...”
Hiyomu mengusap pinggulnya sambil menggerutu. Haruhiro dan kelompoknya memakai tas bahu yang diisi dengan ransum portabel, kantong air, dan banyak lagi. Tapi yang Hiyomu pakai tampak sangat ringan dengan hanya satu kantong kecil yang melilit pinggangnya.
Dia mengeluarkan selembar kertas terlipat dari tas itu, lalu membentangkannya di dekat lampu.
"Peta?" bisik Seora.
“Bukankah itu sudah jelas?” Hiyomu memelototi Setora. Mungkin bukan karena kepribadiannya tiba-tiba menjadi lebih buruk, tetapi lebih karena kesal? Merry membungkuk dan melihat peta itu.
"Apa ini peta ... Kota Baru?"
"Hmm." Kuzaku menyipitkan matanya, memiringkan kepalanya ke samping. "Sulit untuk dibaca."
“Kalau gitu jangan dilihat lah. Kau itu sangaaat menyebalkan, dasar tolol.” Hiyomu menghela nafas “Kau lihat ini? Ini adalah satu-satunya peta Kota Baru Damuro yang ada, oke? Cobalah untuk sedikit lebih bersyukur, meskipun yang kau miliki hanyalah tubuh besarmu, dan kau bahkan tidak dapat menggunakannya dengan benar. Sepertinya kau mesum karena masalah ejakulasi dini, ya?”
"Bukankah itu sedikit tidak beralasan...?"
"Jika kau tidak ingin dilecehkan, kenapa ‘gak kau tutup bibirmu saja, hah?"
"Ok ok, aku akan diam sekarang."
"Tolong lakukan itu."
“Kau itu mengesalkan, tahu?”
"Kenapa kau ‘gak mau diam?"
“Aku akan melakukan itu sekarang!”
Apa kau itu anak-anak?
Haruhiro melihat ke peta. Memang benar bahwa itu tidak mudah dibaca. Kertasnya sendiri sudah tua dan usang, dan garis serta teksnya sudah memudar. Tetapi di atas semua itu, skalanya tidak dia ketahui. Mungkin ada banyak jalan pintas yang bisa diambil, dan itu di gambar dengan berbagai bentuk tertentu. Dia menduga kalau peta itu tidak tepat, dan merasa kalau peta itu hanya berfokus pada posisi relatif landmark nya saja.*
(Mayan pusing gw apa artinya ini)
"Peta itu mungkin sudah ada dari ... dua puluh tahun yang lalu?" gumam Hiyomu.
"Dua puluh tahun..." kata Merry dengan pelan. Hiyomu mengabaikannya dan melanjutkan.
“Ada sebuah party besar yang berencana untuk merebut Kota Baru Damuro. Kota Tua, seperti yang kau tahu, adalah tempat berburu gob yang ramah bagi pemula, tapi Kota Baru adalah wilayah yang masih murni bagi tentara sukarelawan. Jika ada perbatasan baru yang sangat indah begitu dekat dengan tempat tinggalmu, kau harus menjadi pengecut, tetapi pada saat yang sama tidak berperasaan untuk tidak pernah mencoba menantang dirimu sendiri karena itu. Jadi... party luar biasa tersebut dengan cemerlang menyusup ke Kota Baru, dan mereka membuat peta ini.”
Haruhiro melirik Hiyomu dengan mata terbalik. Hiyomu menatap peta dengan seksama. Dia tampak sangat peduli dengan peta itu. Hiyomu menelusuri lipatan dengan jarinya, lagi dan lagi.
“Sudah jelas kalau banyak yang akan berubah sejak saat itu. Bagimanapun juga, sudah dua puluh tahun berlalu. Itu bukan lah waktu yang singkat. Party hebat itu mendirikan lima pangkalan di dalam Kota Baru, dan melakukan perjalanan di antara mereka saat menjelajah, tapi…”
Jari telunjuk Hiyomu bergerak melintasi permukaan peta, lalu menunjuk ke bentuk bintang. Ada empat bintang lainnya juga. Jadi lima total nya.
“Siapa tahu kalau mungkin saja kita akan beruntung jika salah satunya masih ada?"
Setora menunjuk ke gambar seperti gunung di sekitar tengah peta.
"Apa ini?"
Hiyomu melirik Setora.
“Ahsvasin. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa manusia, artinya adalah, ‘Highest Heaven.'* Mogado ada di Highest Heaven. Omong-omong, Mogado adalah sebutan bagi para goblin sebagai raja mereka. Jadi, pada dasarnya, Highest Heaven adalah sebuah kastil.”
(Surga Tertinggi. Bakalan mulai pakai kayak gitu mulai sekarang untuk nama-nama tertentu, karena mayan gak nyambung biasanya kalau pakai B. Indonesia, karna pernah coba lakuin itu pas TL Vol 18)
"Jadi begitu." Setora mengetuk area kiri bawah peta yang telah dihapus. “Lalu apa ini?”
“Ohdongo.”
Ketika Hiyomu menjawab itu, Kuzaku memiringkan kepalanya ke samping. “...Oh, don’t go?” Haruhiro menekankan tangan ke dahinya dan menghela nafas. "Ayolah, bung..."
“Maksudku, aku tahu kalau bukan itu artinya, oke? Tapi itulah yang terdengar olehku.”
“Bagaimanapun juga, para gob berbicara dengan bahasa yang vulgar, dan juga penuh dengan suara parau.” kata Hiyomu sambil mengerutkan kening, lalu mendengus. “Ohdongo. Artinya adalah 'Deepest Valley.'* Di sanalah para ugoth dikatakan tinggal. Para ugoth itu, yah... seperti orang bijak? Mereka adalah intelektual goblin.”
(Lembah Terdalam)
Tak perlu dikatakan lagi kalau manusia dan goblin itu berbeda. Mereka bipedal. Mereka cekatan, dan bisa menggunakan alat dengan tangan mereka. Mereka adalah makhluk sosial. Namun terlepas
dari kesamaan poin-poin itu, mereka adalah ras yang sama sekali berbeda.
Goblin masih beberapa tingkat di bawah manusia. Haruhiro pasti bukan satu-satunya manusia yang melihat mereka seperti itu. Bagaimanapun juga, Hiyomu menyebut bahasa mereka vulgar. Bahkan tanpa mempertanyakannya, manusia secara alami memandang rendah goblin.
“Sekarang, kalian pasti tidak tahu ini, bahkan tentara sukarelawan seperti Soma juga tidak tahu hal ini, kalau para ugoth dapat berbicara dalam bahasa manusia.”
Mata Haruhiro melebar.
“...Bahasa manusia?”
"Betul sekali." Hiyomu tertawa mengejek Haruhiro. "Ayolah, coba pikirkan lagi tentang itu. Ketika sisa-sisa Kerajaan Arabakia melarikan diri ke selatan Pegunungan Tenryu dan Damuro menjadi wilayah goblin, itu mungkin terjadi sekitar seratus empat puluh tahun yang lalu. Kemudian No-Life King meninggal, meskipun diduga tidak akan mati, atau apa pun itu, mungkin terjadi sekitar seratus lima tahun yang lalu. Kerajaan Arabakia mulai mencari cara untuk bangkit kembali.”
"Mereka membangun Altana..." gumam Merry pada dirinya sendiri, dan Setora mengerutkan alisnya sambil menggaruk tenggorokan Kiichi.
"Bagaimana mereka bisa melakukan itu? Damuro itu dekat dengan Altana. Para goblin melihat manusia dari Kerajaan Arabakia sebagai musuh, kan?”
Kuzaku menyilangkan tangannya dan mengerang.
“Kau pasti akan berpikir kalau para goblin akan mencoba menghalangi mereka untuk membangun Altana. Jadi seharusnya itu akan mustahil untuk membangun Altana tanpa mengalahkan para goblin dulu, ya kan?”
“Hah!” Hiyomu tertawa. “Itulah yang akan dipikirkan oleh seseorang berkepala otot."
“Ya ya, aku tahu aku hanya lah seseorang yang berotot...” Kuzaku menangis.
Jangan terima itu. pikir Haruhiro, tapi dia kesampingkan itu dulu untuk memikirkan masalah Altana.
“...Orang-orang ugoth itu. Ada goblin yang bisa berbicara bahasa manusia. Manusia membangun Altana tanpa gangguan... Mereka menghindari pertempuran? Karena manusia dan goblin mencapai kesepakatan...?"
“Mereka pasti mendapat keuntungan karena itu,” kata Setora dengan suara rendah. "Dan jika para goblin memperoleh sesuatu dengan tidak menyerang manusia, asumsi alaminya adalah manusia memberi mereka sesuatu sebagai gantinya.”
“Pembicaraan ini tidak akan kemana-mana karena kalian semua itu idiot. Jadi biarkan aku membantumu." Hiyomu menyeringai pada Setora, lalu memasukkan tangannya ke dalam kantong di pinggulnya.
"Huh...?!"
Mata Kuzaku terbelalak. Haruhiro juga terkejut.
Dia mengetahui pisau yang keluar dari tas Hiyomu. Itu adalah pisau itu. Yang dibawa oleh pemimpin goblin yang pernah menduduki Altana, Viceroy Bogg. Semuanya terbuat dari logam merah. Pisau merah Bogg dengan mudah menggorok leher Dylan Stone, komandan tim penyerang.
Namun, meskipun dia menyebutnya pisau, bilahnya hampir tiga sentimeter, dan memiliki pelindung tangan yang kokoh di atasnya. Jika kau juga menghitung gagangnya, panjang benda itu seharusnya adalah empat puluh lima sentimeter.
Apakah pisau itu bisa pas di tas pinggang Hiyomu? Haruhiro penasaran. Mungkin tidak mustahil untuk memasukkannya. Tapi sulit membayangkannya kalau itu akan terasa pas dan nyaman.
"Tas itu ..." Mary bertanya dengan ekspresi hati-hati di wajahnya, dan Hiyomu menepuk tas itu dengan ekspresi sadar akan maksudnya.
“Ahh, tentu saja kalau ini juga relik dari master ku. Kapasitas penyimpanan konyol yang dimiliki benda ini membuatku nyaman. Kau cemburu? Yah, aku tidak akan memberikannya kepadamu, meminjamkannya, atau bahkan membiarkanmu menyentuhnya hanya untuk sesaat. Kau ‘ngerti, gak? Jika kau meletakkan jarimu di atasnya, kau benar-benar akan mati, oke? ”
“Relik itu benar-benar luar biasa, ya …?” Kuzaku sangat terkesan. Dia benar-benar pria yang jujur.
“Sangat luar biasa sampai-sampai itu membuatnya lucu.” Hiyomu terdengar penuh dengan dirinya sendiri seperti biasa. “Biar kuperjelas dulu, pisau ini bukan relik, oke?”
"Kalau begitu, maka itu hanya terbuat dari logam langka, kah?" Saat Setora menanyakan itu, Hiyomu mengayunkan pisaunya dan mengangguk.
"Sepertinya begitu. Dahulu kala di Kerajaan Arabakia, mereka menyebutnya hi'irogane. Tidak tahu terbuat dari apa, tetapi jika kau melebur beberapa logam yang ditambang di Pegunungan Tenryu, itu akan menghasilkan paduan merah seperti ini.”
“Yang pasti itu sangat indah.” Kuzaku mengangguk. “Itu benar-benar menonjol, ya? Jadi, Kerajaan Arabakia membuat ini... Apa sih namanya tadi? Hiro Kane?”
“Hi'irogane.”
Ketika Haruhiro mengoreksinya, Kuzaku menggaruk kepalanya.
"Ya, ya, itu dia. Hi'irogane, hi'irogane. Apa, ya? berwarna api? Jadi, logam yang berwarna merah tua, ya?”
“Mereka...” Mata Setora sedikit menyipit. “Memberikan itu kepada para goblin?”
"Teori lainnya adalah bahwa itu tersembunyi di Damuro selama ini." Hiyomu memutar-mutar pisau dan memainkannya. Itu tidak terlihat berbahaya. Dia sudah terbiasa. “Mereka mungkin baru saja memberi tahu gob di mana itu. Tapi bagaimanapun juga, hi'irogane langka dan berharga yang hanya ditemukan di Damuro semuanya jatuh ke tangan para goblin.”
"Hmm..."
Kuzaku memiliki pertanyaan "Terus kenapa?" di wajahnya. Hiyomu mengejeknya.
“Kalian semua, dengan kurangnya imajinasi kalian, mungkin tidak akan mengerti, tapi ini adalah masalah besar bagi para goblin yang bodoh. Mereka adalah ras rendahan. Dan biar kuperjelas, itu bukan pandangan pribadiku saja. Ada banyak ras, bukan hanya manusia, yang memandang rendah para goblin. Para elf, dwarf, dan bahkan para orc dan kobold melihat goblin hanya sebagai hewan. Bahkan sekarang itu mungkin tidak banyak berubah. Maksudku, mereka hanya mengalahkan monyet dengan sehelai rambut. Oh, tapi para gob punya kulit bersih, jadi mungkin aneh untuk mengatakan kalau mereka itu mengalahkan monyet hanya dengan sehelai rambut ketika mereka kurang berambut? Yah, lagipula itu hanya lah metafora semata.”
Para goblin itu memonopoli persediaan hi'irogane yang berharga dan terbatas. Fakta ini pasti jauh lebih penting bagi goblin dari perkiraan Haruhiro.
Kuzaku meninju tinjunya ke telapak tangannya.
“Ohhh, aku mengerti! Jadi itu lah sebabnya hanya goblin penting yang menggunakan senjata dan armor yang terbuat dari hi'irogane. Itu melambangkan simbol kekuasaan? Atau sesuatu seperti itu?"
"Yup, itu dia." Senyum Hiyomu tampak menyeramkan. "Apa kamu mau kepalamu ditepuk-tepuk?”
"’Gak ah..."
“Ketika kamu mengatakannya seperti itu, itu malah membuatku lebih ingin menepukmu. Nufuhuh.”
“Baiklah, kalau gitu cobalah lakukan itu.”
“Okaaaay.” Hiyomu mengulurkan tangan dan menepuk-nepuk kepala Kuzaku. “Cup, cup, cup.”
“Hentikan itu!”
Ketika Kuzaku menepis tangannya, Hiyomu menyeringai. Jika tidak terlihat pada titik ini, maka kepribadiannya itu sangat busuk sampai-sampai membuatnya menakutkan.
"Aku mengerti, itu masuk akal." Itu juga menakutkan betapa tenangnya Setora di situasi seperti ini. “Kartu kita dalam negosiasi adalah hi'irogane, ya? Kita akan mengembalikan peralatan hi'irogane yang kami kita ambil dari para goblin di Altana. Sebagai gantinya, mereka bekerja sama dengan kita. Bukankah itu sedikit tidak bisa diandalkan sebagai kartu negosiasi?”
Hiyomu memukul dadanya dengan satu tangan.
“Aku lah yang bertanggung jawab untuk bernegosiasi. Kalian tidak perlu memikirkan tentang itu, dan hanya harus melakukan pekerjaannya sendiri-sendiri, jika kalian melakukan itu, maka tidak ada yang perlu di khwatirkan. Tujuan kita adalah menyusup ke Kota Baru. Kemudian melakukan kontak dengan ugoth yang bisa kita ajak bicara."
Haruhiro menunjuk ke bagian peta yang gelap.
“Ohdongo. Deepest Valley. ...Apakah itu adalah satu-satunya tempat di mana para ugoth tinggal?”
Hyomu menggelengkan kepalanya.
“Ada juga sejumlah dari mereka di Ahsvasin. Tampaknya mereka melayani Mogado sebagai penasihatnya.”
Merry menurunkan pandangannya.
“Kita tidak punya pilihan selain menemukan mereka di salah satu dua tempat itu...”
Kuzaku mengerang dan memiringkan kepalanya ke samping.
“Tidak bisakah kita langsung menerobos masuk sambil mengacungkan pisau hi'irogane itu? Bahkan gob terendah pun tahu apa itu, kan? Tidakkah mereka akan seperti, 'Ohhh, manusia itu mempunyai hi'irogane! Panggil orang penting, tunggu, bukan itu, tapi gob penting!'?”
“Jika kamu bertanya pada Hiyo tentang itu...”
Hiyomu mulai menyebut dirinya sebagai Hiyo. Bukankah namanya adalah Hiyomu? Tapi apakah itu memang penting?
“Aku berani bertaruh yang ada malah, 'Itu hi'irogane! Semuanya, ambil kembali itu! Seraaang!' Kau harus ingat bahwa apa pun yang kita katakan, mereka tidak akan bisa memahaminya. Para gob adalah musuh kita. Jika kita bertemu dengan gob jenis apa pun kecuali ugoth, hasilnya akan menjadi pertarungan sampai mati. Itulah yang harus kita asumsikan.”
“Itu lah sebabnya misi ini sudah gila dari awal. Membuat aliansi dengan gob..." Gumam Kuzaku.
Hiyo memelototi Kuzaku. Dia membuka mulutnya untuk mencoba mengatakan sesuatu, tapi yang ada malah mendengus.
Hiyo juga sama sekali tidak optimis dengan misi ini. Mungkin itu lah alasan dia berhenti tadi. Atau, mungkin, masternya, yang mengendalikan Menara Terlarang, menyuruhnya melakukan ini karena niat tertentu.
"Bahkan jika misi ini gila, atau apa pun itu, kita akan tetap melakukannya." Hiyo terus menggigit dan menjilat bibirnya. “Master memberi perintah dengan keyakinan bahwa Hiyo bisa melakukannya. Itu bukan, 'Tidak apa-apa jika kau mengacaukannya,' yang Master sampaikan. Ada peluang berhasil. Yang besar. Bagaimanapun juga, kita hanya perlu bertemu seorang ugoth... Jika kita semua tidak bisa masuk ke Kota Baru, maka..."
Hiyomu tidak punya pilihan. Haruhiro juga tidak. Hampir pasti bahwa Jenderal Jin Mogis menahan Shihoru sekarang. Jika mereka tidak menunjukkan hasil, jenderal mungkin akan menyakitinya.
“...Aku bisa masuk ke Kota Baru. Jika Kuzaku membantu, aku mungkin tidak perlu alat apapun.”
“Bukan tidak mungkin bagiku untuk pergi kesana juga,” Neal, yang telah diam selama ini, terdengar tidak antusias tentang prospek itu.
“Tidak untukku,” kata Setora, “tapi aku yakin Kiichi bisa ikut. Seekor nyaa mungkin terbukti lebih berguna daripada manusia.”
Haruhiro menatap Hiyo. Hiyo membalas tatapannya dengan tatapan tajam yang sepertinya mengatakan, Apa? Apa kau ingin mati, bajingan?
"...Oke, itu pas. Hiyo juga bisa ikut. Lagipula, aku pernah menjadi thief sebelumnya. ”
"Oh ... Kau pernah?"
“Aku mulai sebagai paladin, lalu bekerja dengan singkat sebagai thief, dan berakhir sebagai warrior. Ada masalah?”
"Paladin..." gumam Merry. Rahang Kuzaku terbuka.
“...Warrior? Serius?"
“I-Itu semua terjadi di masa lalu. Ya, di masa lalu." Hiyo tersipu. Apa yang membuatnya malu? “Akhir-akhir ini, aku hanyalah merawat kecantikanku yang luar biasa, seperti yang kau lihat. Tapi aku punya waktu dalam hidupku di mana aku melakukan hal-hal itu. Aku membencinya. Hiyo menjadi paladin, thief, dan warrior? Itu tidak lucu sama sekali..."
Hiyo mungkin telah melalui banyak hal, tapi Haruhiro tidak peduli. Setiap rasa ingin tahu yang mungkin dia miliki terhalang oleh kebencian mendalamnya terhadap dia.
"Jadi kau membuat peta ini dua puluh tahun yang lalu, kan?"
Ketika Haruhiro menanyakan itu, ekspresi mengerikan terlintas di wajah Hiyo.
“Hiyo tidak pernah mengatakan sepatah kata pun tentang membuatnya!?”
“...Yah, lagian pertanyaan itu juga tidak penting.”
“Juga, jika kau tidak memanggilku Hiyo mulai sekarang, maka kau dijamin akan menyesalinya.”
"Aku mengerti... Hiyo."
"Apa, Haru-kun?"
Haruhiro menutup matanya. Dia mengambil napas dalam-dalam. Dia masih frustrasi, tetapi itu membuatnya sedikit tenang. Itu bukan lah sesuatu yang seharusnya membuat dia marah. Dia menyadari sebanyak itu ketika dia memikirkannya dengan kepala jernih, tapi dia tetap kesal.
Hiyo adalah seorang jenius ketika berhubungan dengan membuat orang lain kesal. Haruhiro sangat berhati-hati dengannya, tetapi meski begitu, dia masih kesulitan menghadapinya.
"...Apakah itu adalah pengalaman yang datang seiring bertambahnya usia?" gumam dia pada dirinya sendiri, dan Hiyo memelototinya.
"Apa kau baru saja mengatakan sesuatu?"
"Siapa tahu. Aku tidak berpikir aku melakukan itu. Apa kau tadi mendengar sesuatu? Mungkin itu hanya imajinasimu?”
“Hmph!” Hyo berpaling ke samping.
Sekilas, Hiyo tampak seperti gadis remaja pertengahan hingga akhir. Tapi hanya sekilas. Jika kau
melihat tubuh, pakaian, dan gaya rambutnya, kau mungkin mengira dia setua itu. Pada pemeriksaan lebih dekat, dia tampak jelas lebih tua dari itu. Dia ingat apa yang dikatakan Barbara-sensei tentang Hiyomu. Wanita yang suka bertingkah lebih muda dari usia sebenarnya. Tidak mungkin dia masih remaja. Dia tampak berusia pada pertengahan dua puluhan. Bahkan mungkin lebih dari itu. Jika kau mencari titik yang tepat, bisa saja dia lebih tua dari itu.
Mungkin tepat untuk mengatakan bahwa dia "berusia tidak pasti"." Bentuk wajah, cara dia merias wajahnya, pakaiannya, postur tubuhnya, intonasinya, pemilihan kata-katanya, gerak tubuhnya, tidak ada yang cocok satu sama lain. Tak satu pun dari mereka terasa seperti bagian dari orang bernama Hiyo. Itu tidak wajar. Dia bekerja cukup keras untuk menjadi ini, kan? Memainkan peran seseorang bernama Hiyo. Jika demikian, maka mengapa dia melakan itu?
Haruhiro tidak tahu. Tapi bukankah dia berkewajiban untuk mempelajari lebih banyak tentang Hiyo, bahkan jika secara pribadi dia tidak menginginkannya?
Hiyo bukan teman mereka. Terus terang, itu wajar untuk menyebut dia sebagai musuh.
Tanpa pengetahuan menyeluruh tentang lawannya, dia tidak bisa menempatkan dirinya pada suatu keuntungan. Ya. Ini adalah pertempuran. Tapi pertempuran seperti apa? Haruhiro bahkan tidak yakin akan hal itu.
Dia tidak bisa meninggalkan hal-hal sebagaimana adanya. Jika dia tidak serius, sungguh-sungguh, mengerahkan semua yang dia miliki dalam pertempuran ini, Hiyo, Master Menara Terlarang, dan Jenderal Jin Mogis hanya akan menggunakannya, lalu membuang dia begitu saja.
“Jika peta itu berumur dua puluh tahun, maka seharusnya kita tidak bergantung pada itu. Kurasa kita harus mulai dengan aku, Kiichi, Neal, dan Hiyo memasuki Kota Baru, dan mengkonfirmasi lokasi Ohdongo dan Ahsvasin sambil memverifikasi seberapa banyak situasi saat ini yang berbeda dari apa yang ada di peta. Semoga saja salah satu dari pangkalan itu masih ada. Ayo kita periksa itu juga."
“Sepertinya kita harus menunggu di sini …” Kuzaku mengerutkan alisnya dengan dalam. Dia terlihat sangat kecewa.
"Apakah tidak ada lubang yang bisa kita lewati?" tanya Neal pada Hiyo.
"Aku meragukannya. Keamanan di sekitar Kota Baru hampir tidak begitu ketat saat itu…” gumam Hiyo pada dirinya sendiri, lalu tiba-tiba panik. "H-H-Hiyo tidak tahu apa-apa tentang itu! Hiyo tidak tahu apa-apa tentang sesuatu yang terjadi dua puluh tahun yang lalu! Itu tidak mungkin, oke? Aku h-h-hanya mendengarnya dari rumor! Itu benar, dari rumor saja!”
"Huh?!" Kuzaku menutupi mulutnya dengan tangan. “Tunggu dulu, party hebat yang membuat peta ini dua puluh tahun yang lalu, adalah party mu?! Ngomong-ngomong, berapa umurmu?! ”
“...Kenapa kau itu sangat lambat dalam menyerap sesuatu?”
Setora tidak berusaha menyembunyikan rasa jijik dari tatapan yang dia berikan pada Kuzaku. Mata Merry sama dinginnya.
"Aku tidak tahu kenapa kau harus menanyakan usianya ..."
“Huh!? Tapi kan...! Bukankah itu sebuah misteri? Apakah hanya aku yang merasa begtu? Itu tidak
mungkin, kan...?"
Hiyo tiba-tiba menikamkan pisaunya ke peta.
"Kamu sangat ingin tahu itu dengan buruk?"
Dia tersenyum.
Tapi itu tidak mencapai matanya. Sudut-sudut mulutnya terangkat, bahkan mungkin agak terlalu jauh, tapi tetap tidak terlihat sedikit pun kalau dia sedang tersenyum.
"Aku akan memberitahumu. Aku enam belas tahun. Kecantikan itu tidak pernah menua. Hiyo itu selamanya enam belas tahun. Mengerti?”
Kuzaku mengangguk kecil.
"...Ya."
Dia menakutkan.
Komentar
Posting Komentar