Bab 8: Mata Penuh Amarah

Kiyoe (ピーター) on Twitter: "Hai to Gensou no Grimgar Volume 15 illust.  https://t.co/sN7sls1ohT" / Twitter

Perkemahan mereka semakin harinya semakin bagus. Sekarang setelah mereka tinggal di sini selama beberapa saat, mereka bisa tahu kalau daerah di sekitarnya memiliki karunia yang lebih besar daripada kemah mereka sebelumnya yang ada di lembah. Di daerah sini ada lebih banyak variasi tanaman, dan bukan hanya yang bisa mereka makan, tetapi di sekitar sini juga banyak tanaman merambat yang kokoh. Beberapa ivy yang mereka temukan bisa digunakan sebagai tali, Setora juga melakukan eksperimen dengan tanaman tersebut dan ternyata tanaman itu bisa berfungsi sebagai tali busur. Setora pasti akan kesulitan untuk membuat panah dengan mata panahnya yang tepat, tetapi kekuatan dari tongkat runcing yang biasa saja bahkan tidak bisa diremehkan. Memiliki busur dapat membuat perbedaan yang besar terhadap seberapa efisiennya mereka ketika berburu. Mereka mendapatkan paku di Pos Lonesome Outfield. Mereka juga punya akses ke semua tanaman merambat kokoh yang mereka inginkan, dan itu sangat memperluas berbagai hal yang bisa mereka buat.

 

Didaerah sini juga ada banyak hewan. Mereka hanya melihat kuda- naga beberapa waktu yang lalu, tetapi didaerah sini ada juga sekawanan pebies, yaitu makhluk anjing yang seperti kelinci, dan mereka sering melihat ganaro yang seperti sapi liar, dan lebih dekat ke Pegunungan Tenryu ada monyet dengan wajah yang seperti rubah. Berdasarkan suara lolongan yang mereka dengar dari kejauhan, bekas goresan yang tertinggal di pepohonan, dan kotoran hewan yang sesekali mereka temukan, ada serigala dan beruang juga di sekitar sini. Jika predator ganas yang seperti itu dapat berkembang biak di sini, itu artinya daerah tersebut pasti memiliki mangsa yang melimpah.

 

Jarak mereka setidaknya sepuluh, atau mungkin lima belas kilometer dari Riverside Iron Fortress dan para kobold yang menempatinya. Apakah itu jarak yang cukup dekat bagi mereka untuk merasa terancam, atau cukup jauh untuk tidak merasa seperti itu?

 

Mereka harus tetap berhati-hati terhadap naga yang menjadikan Pegunungan Tenryu sebagai rumah mereka.

 

Pada hari ketiga di kemah mereka yang ada di bawah bayangan bebatuan, mereka mencoba berjalan lima atau enam kilometer ke barat ke Sungai Jet.

 

Ketika mereka kebetulan melihat ke arah hulu, ada makhluk besar yang sedang berenang dengan kepalanya di atas air. Mahluk itu tampak seperti naga. Seluruh kelompok tersebut panik dan segera pergi dari sana. Kurang lebih itulah yang terjadi.

 

Pada hari keempat, mereka menemukan sesuatu yang menarik sekitar satu kilometer ke timur dari kamp mereka. Beberapa set jejak kaki, dan tanda-tanda seperti ada sesuatu yang telah duduk di tanah. Sepertinya jejak tersebut bukan berasal dari binatang berkaki empat, tapi makhluk bipedal.

 

Malam itu, Haruhiro, Setora, dan Kiichi berjaga malam di samping kompor yang telah dibuat untuk menyembunyikan cahaya apinya sebanyak mungkin, lalu Kiichi tiba-tiba menengok ke arah tenggara, dan telinganya berdiri tegak.

 

Setora mencoba mengatakan sesuatu, tapi Haruhiro mengangkat tangan untuk menghentikannya, lalu dia menutup mulutnya sebelum dia bisa berbicara.

 

Dia mendengar suatu suara, tapi dia tidak tahu suara macam apa itu.

 

Itu bukan suara binatang, meskipun dia tidak punya bukti. Tapi itu hanya firasatnya.

Haruhiro melambaikan tangannya pada Setora dan Kiichi untuk memberi mereka sinyal.

 

"Tetaplah disini. Aku akan pergi melihat-lihat,” katanya.

 

Setora mengangguk, dan sepertinya Kiichi akan mematuhi Setora.

 

Haruhiro menjauh dari kompor tanpa suara.

 

Dia tidak keberatan dengan sensasi seperti dia sedang berenang melalui kegelapan. Bahkan kau bisa mengatakan kalau dia merasa nyaman dengan sensasi tersebut.

 

Udara di malam hari lebih cocok untuk Haruhiro daripada siang hari. Dia bahkan membayangkan kalau dia bisa menyentuh benda-benda melalui udara malam, dan merasakannya.

 

Dia telah memeriksa semua area tersebut, tetapi tidak menemukan apa-apa.

 

Dia menyimpulkan kalau tidak ada hewan besar di dekatnya.

 

Namun, bahkan jika sekarang itu tidak ada, mungkin sesuatu itu pernah ada disini beberapa waktu yang lalu.

 

Misalnya, sesuatu mungkin telah mendekati Kelompoknya, tetapi secara tidak sengaja, atau karena alasan lainnya, mereka membuat kebisingan, dan mungkin berpikir, Oh, tidak, lalu melarikan diri.

 

Dia juga melihat ada jejak kaki di area tersebut. Apa pun masalahnya, mereka seharusnya lebih berhati-hati sekarang. Tergantung pada situasinya, mereka mungkin harus meninggalkan kamp mereka yang ada di bawah bayang-bayang bebatuan. Itu akan terasa menyakitkan, tetapi jika mereka harus melakukannya, mereka tidak akan ragu-ragu.

 

Ketika mereka membicarakan tentang hal itu saat sarapan, mereka mendengar lebih dari sekedar kebisingan. Mereka mendengar suara seorang pria.

 

"Tentara sukarelawan?" kata suara itu.

 

"...Hah?" Kuzaku mengambil katana besar yang tergeletak di kakinya. "S-Siapa disana?!"

 

"Apa kau pikir kami akan menjawabnya dengan jujur?" Setora mengangkat busurnya, dan menatap Haruhiro.

 

Haruhiro menarik napas dalam-dalam.

 

Tentara sukarelawan?

 

Suara itu bertanya pada mereka apakah mereka tentara sukarelawan.

 

Merry tetap diam dan melihat ke arah suara itu datang. Suara tersebut berasal dari tenggara.

 

Apa yang akan mereka lakukan tentang ini?

 

Kami ceroboh. Seharusnya kita sudah mengantisipasi kalau ini bisa terjadi karena ada tanda-tandanya, pikirnya sejenak, tapi apakah itu benar? Haruhiro bukanlah dewa yang maha tahu ataupun orang yang jenius. Dia hanyalah manusia biasa-biasa saja, jadi meskipun dia bisa memprediksi kalau ini mungkin terjadi, tidak mungkin dia bisa tahu semua detail konkretnya. Tidak ada gunanya baginya untuk meratapi ketidakmampuannya melakukan sesuatu yang tidak pernah bisa dia lakukan dari awal.

 

"Jika kalian tentara sukarelawan, tolong jawablah," kata suara itu.

 

"...Apa yang akan kita lakukan?" Kuzaku berjongkok saat dia menanyakan itu pada Haruhiro.

 

Sebelum Haruhiro bisa menjawabnya, suara itu mendesak untuk ditanggapi.

 

“Kecurigaan kalian tidak bisa dihindari, tetapi kami bukanlah orang yang mencurigakan. Jika kalian tentara sukarelawan, itu berarti kita dapat bekerja sama.”

 

Kening Setora berkerut.

 

"Kami?"

 

"...Dia tidak sendirian," bisik Shihoru.

 

Merry menatap Haruhiro.

 

“Bisa saja kalau mereka adalah sisa-sisa dari Tentara Perbatasan.”

 

"AKU AKAN PERGI KE ARAHMU," Haruhiro memberitahu pemilik suara itu. Kemudian, dengan cepat dia melihat ke masing-masing rekannya. “Semuanya, tetap lah di sini, dan juga tetap berhati-hati."

 

Kuzaku memberinya, "Oke," tapi Setora memberinya tatapan yang lebih seperti jengkel dengan keputusannya daripada tidak puas, dan Shihoru juga tampak khawatir.

 

"Tunggu," Merry meraih lengan Haruhiro. "Bawa aku bersamamu."

 

"Tidak, tapi..."

 

“Kau tidak punya ingatan, kan? Bisakah kau membuat keputusan sepersekian detik?"

 

"Dia ada benarnya." Setora mengangguk. “Kalian berdua pergilah bersama. Pengorbanan diri itu baik-baik saja, tetapi jika kau memikirkan resiko jangka panjangnya, yang ada hasilnya malah lebih banyak merugikan kita daripada menguntungkan.”

 

Haruhiro hampir meminta maaf, tetapi berhasil berhenti melakukan itu, dan hanya mengatakan, "... Kau benar."

 

Merry menuju ke arah suara itu bersamanya.

 

Seorang pria muncul dari pepohonan sekitar 30 meter di depan mereka.

 

"Ke sini," katanya.

 

Haruhiro dan Merry saling menatap.

Pria itu tidak terlihat berpakaian terlalu berbeda dari mereka. Usianya juga jauh lebih tua darinya. Pria itu seharusnya berusia di atas 30 tahun. Dia berjanggut, dan mengenakan pakaian kulit, bersamaan dengan sepatu bot dan jubah berwarna hijau tua.

 

"...Aku tidak mengenalnya," kata Merry dengan ragu. “Aku tidak berpikir Tentara Perbatasan memiliki tentara seperti itu. Tapi dia juga tidak terlihat seperti tentara sukarelawan…”

 

Pria itu mendekat.

 

“Aku bersama dengan Pasukan Ekspedisi dari Kerajaan Arabakia.”

 

"Pasukan Ekspedisi?" Haruhiro mengerutkan alisnya. “...Merry, apa kau pernah mendengar tentang mereka?"

 

Merry menggelengkan kepalanya.

 

"Tapi jika dia tidak bersama dengan Tentara Perbatasan ..."

 

Haruhiro melangkah maju untuk menjaga Merry dengan aman di belakangnya.

 

Pria itu berhenti sekitar sepuluh meter dari mereka.

 

Dia tidak merasakan kebersihan dari pria tersebut. Kulit pria itu berwarna hitam dengan kotoran. Haruhiro juga terbiasa hidup di alam terbuka, jadi dia tidak akan mengatakan itu padanya.

 

Bagian putih matanya menguning dan memerah, dan tangannya yang tanpa sarung tangan sangat kotor. Kukunya juga dipotong pendek.

 

Ketika pria itu berjalan, dia hampir tidak mengeluarkan suara.

 

"Kami datang dari daratan utama*," kata pria itu, lalu menyeringai. "Jika kalian adalah tentara sukarelawan, itu berarti kami adalah bala bantuan. Aku berharap kalian akan menyambut kami.”

 

(Kerajaan Arabakia kalau kalian masih bingung apa yang dia maksud)

 

Haruhiro menanggapinya dengan senyuman.

 

Sejujurnya, dia berusaha untuk menyembunyikan kebingungannya. Dia ingin mampu mengolah informasi yang dimiliki pria tersebut, dan itu akan membutuhkan waktu beberapa saat.

 

"Mengapa kau ada di sini?" tanya Merry pada pria itu.

 

“...Di tempat seperti ini?”

 

Pria itu mengangkat bahu. Tampaknya dia tidak ingin menjawab, atau tidak bisa.

 

Dia terlihat cukup tangguh. Bisakah mereka mempercayainya? Haruhiro tidak tahu.

 

“Aku seorang scout*. Pada dasarnya, aku berada di kasta paling bawah. ” Dia tersenyum, dengan tersirat, Kau tahu apa yang kumaksud, kan? “Aku tidak punya wewenang apa pun. Jika kalian menyetujui aku untuk memimpin kalian  ke  kamp  kami.  Komandan, atau seseorang yang bekerja

untuknya, akan mengungkapkan informasi apa pun yang seharusnya kau dapatkan."

 

(Pengintai, dan kurang lebih kemampuannya kayak Thief, Gw bakal nyebutnya scout dari sekarang)

 

Kamp. Komandan. Informasi. Haruhiro merenungkan apa yang dikatakan pria itu sambil mendengarkan.

 

“Kau yang mengawasi kami tadi malam, ya?”

 

"Jadi kau memang menyadarinya." Pria itu menjilat bibir bawahnya. “Kau sama sepertiku. Seorang scout... Tidak, bukan itu, mereka menyebutmu thief di perbatasan, ya?”

 

Pria itu berbicara dengan cukup sopan, tetapi dia merasakan kekasaran di gestur dan ekspresinya.

 

Bahkan sekarang, pria ini sedang mengevaluasi Haruhiro dan Merry. Seharusnya inilah yang sedang dipikirkannya: Jika aku harus membunuh keduanya, bagaimana aku akan melakukannya?

 

Sebenarnya Haruhiro juga memikirkan hal yang sama.

 

Pria itu tampak tangguh. Tapi Haruhiro tidak merasa kalau dia adalah lawan yang tidak bisa mereka kalahkan. Dengan Merry di sini, itu berarti dua lawan satu. Pria itu jelas-jelas meremehkan Haruhiro, dan itu artinya ada sesuatu yang bisa dia lakukan untuk mengatasi Haruhiro dan yang lainnya.

 

Mungkin saja pria itu punya alasan yang logis untuk bisa bersikap santai seperti itu.

 

“Dan jika kami—” Haruhiro memulai.

 

“Dan jika kau,” pria itu menyelanya, “adalah jenis orang tidak bermoral yang tidak akan menyambut kami, aku takut untuk mengatakan aku tidak punya pilihan selain melenyapkanmu. Jika kau bukanlah orang yang bodoh, aku pikir kau akan mengerti kalau ini bukanlah ancaman kosong semata, dan aku bisa mengatakan itu karena aku bisa membuktikannya."

 

"Apa yang kau maksud dengan itu...?" bisik Merry.

 

Pada dasarnya, pria itu, atau lebih tepatnya Pasukan Ekspedisi, berada satu atau dua tingkat di atas kelompok Haruhiro.

 

Haruhiro melirik melewati pria itu. Dia tidak menyadari hal ini sebelumnya karena perhatiannya tertuju pada pria yang ada di depannya.

 

Dia melihat orang-orang yang bersenjata di seluruh hutan. Mereka tidak berdiri di sana secara terbuka, dan beberapa dari mereka terlihat setengah tubuhnya dari balik pohon atau semak-semak.

 

Sekilas, dia menghitung mereka berjumlah lebih dari sepuluh.

 

Haruhiro mengangkat tangannya.

 

“Tentu saja kami menyambutmu.”

 

Ada lima dari mereka, ditambah Kiichi. Orang-orang ini menyebut diri mereka sendiri bagian dari

pasukan militer, jadi mungkin ada lebih dari sepuluh atau dua puluh dari mereka. Mereka bekerja pada skala yang berbeda dari Kelompok Haruhiro.

 

“Maksudku, kami menyambutmu sejak awal. Apakah tidak terlihat seperti itu?”

 

“Oh, aku bisa melihatnya.” Pria itu mengatakan hal tersebut dengan senyum mengejek. “Aku datang sendirian tadi malam. Aku yakin, jika aku kembali kesini bersama dengan pasukan, kau pasti akan menyambut kami. Jika kau akan mengadakan pesta, lebih banyak orang akan lebih meriah, ya kan?”

 

Haruhiro adalah tipe yang lebih suka malam yang tenang daripada perayaan yang parau, tapi dia tidak perlu mengguncang perahu sekarang.

 

"Kau benar."

 

"Namaku Neal." Pria itu berjalan dengan langkah besar, dan mengulurkan tangan kanannya. "Kalau kau?"

 

Haruhiro meraih tangan pria itu dan memberitahu namanya sendiri.

 

"Aku Haruhiro."

 

Neal menarik Haruhiro mendekat, lalu berbisik di telinganya.

 

"Itu wanita bagus yang kau miliki."

 

Darah mengalir deras ke kepalanya.

 

Neal sepertinya melihat menembusnya saat dia menepuk Haruhiro di bahu sambil tersenyum.

 

“Aku hanya memujinya.”

 

Haruhiro dan Merry kembali ke kamp di bawah bayangan bebatuan dengan Neal. Mereka menjelaskan situasinya kepada Kuzaku, Setora, Shihoru, dan memutuskan untuk berkemas lalu pergi ke Kamp Pasukan Ekspedisi.

 

Kamp Pasukan Ekspedisi berjarak lebih dari lima kilometer dari kamp mereka, di bagian hutan ke barat daya. Itu cukup dekat dengan Pegunungan Tenryu, tetapi menurut Neal, mereka belum pernah diserang oleh naga apa pun.

 

Ada 50 tenda bagus yang didirikan di daerah itu, dan ada tentara bersenjata yang sedang berbaring beristirahat atau merawat peralatan mereka. Sekelompok tentara yang sedang duduk melingkar tidak terlihat seperti sedang mengobrol. Kelompok tersebut sedang melempar dadu kayu, atau melakukan sesuatu dengan tongkat kayu pendek yang banyak. Apakah mereka sedang berjudi?

 

Ketika para prajurit melihat Haruhiro dan yang lainnya, mereka berbisik dengan rekan-rekan mereka, dan tertawa kejam. Banyak dari mereka masih muda, hanya sedikit yang lebih tua atau bahkan sedikit lebih muda dari Haruhiro dan kelompoknya. Ada sejumlah besar tentara paruh baya, bahkan ada juga tentara yang janggutnya telah memutih. Terus terang saja, mereka memberikan atmosfer yang buruk.

 

Mungkin ada peraturan yang harus diikuti oleh pasukan militer. Orang-orang ini tampak jorok. Dia telah hidup di alam liar, jadi Haruhiro tidak akan mengatakan itu, tapi mereka tampak seperti sekelompok orang barbar.

 

Bahkan ketika menerima tatapan tidak bijaksana dari semua prajurit itu, Setora tampak tidak gelisah. Tapi Merry dan Shihoru terlihat sangat jijik.

 

“Mereka telah datang jauh-jauh dari kampung halaman mereka untuk melayani militer, dan... Yah, semua orang gelisah,” Neal menjelaskan itu dengan menyeringai. “Ini mungkin sedikit terlalu merangsang untuk para nona muda di sini, tapi mohon tahan saja dengan mereka, ok? Mereka juga tidak berbahaya kok.”

 

“Merangsang, ya?” Kuzaku tampak sangat marah. “Apa kau yakin kalau mereka tidak jahat? Aku merasa sulit untuk bisa mempercayai fakta tersebut.”

 

Neal berdeham, lalu tertawa pelan, tapi tidak menanggapi pertanyaan Kuzaku.

 

Mereka berjalan melalui kamp ​​yang kebanyakan didirikan secara acak, sampai mereka tiba di area di mana beberapa tenda besar terkonsentrasi. Ada meja dan kursi di sekelilingnya, di mana beberapa orang duduk dan yang lain berdiri. Orang-orang ini tampak seperti prajurit berpangkat tinggi.

 

Neal berjalan maju, berlutut, dan menundukkan kepalanya.

 

"Jenderal. Aku sudah membawa mereka.”

 

"Kerja bagus."

 

Pria yang dia panggil Jenderal tidak berantakan seperti Neal dan tentara lainnya; dia telah menumbuhkan janggut yang tampak dia rawat dengan baik. Dari segi usia, dia tampak empat puluh an, dengan rambut berwarna merah dan mata yang tajam. Armornya dipoles, dan dia mengenakan jubah berbulu hitam di atasnya. Ditambah lagi, jenderal berambut merah ini tinggi, meskipun tidak setinggi Kuzaku.

 

"Kau adalah tentara sukarelawan yang selamat, ya?"

 

Dia memiliki suara serak dan menakutkan.

 

Untuk sesaat, Haruhiro ragu-ragu.

 

“Um, ya.”

 

"Apa yang kau maksud, 'Um'?"

 

"Ya." Haruhiro mengoreksi dirinya sendiri. Dia berkeringat dingin, dan sedikit meringis. Pria itu sangat menakutkan.

 

Jenderal itu melihat ke arah pria lain yang jaraknya cukup dekat, dan sedang berdiri bukannya duduk di kursi.

 

"Apa kau mengenal mereka, Anthony?" tanya sang jenderal.

 

Pria bernama Anthony menggelengkan kepalanya.

“Tidak, Jenderal. Aku tidak punya kenalan pribadi di antara tentara sukarelawan. Tapi aku tahu beberapa nama mereka. ”

 

Jenderal itu menatap Haruhiro dengan mata berwarna karatnya.

 

"Siapa namamu?"

 

"Haruhiro."

 

Mungkin yang terbaik adalah tidak menentang pria ini. Dia tampak agak menakutkan. Padahal, dia tidak ingin terlalu patuh padanya. Darimana datangnya rasa takut ini? Haruhiro sendiri bahkan tidak mengetahuinya.

 

“Yang lainnya adalah Kuzaku, Shihoru, Merry, dan Setora. Juga, nyaa yang namanya Kiichi.”

 

"Aku tidak mengenal mereka," kata Anthony sambil mengangkat bahu. “Aku tidak berpikir mereka seperti Soma, Akira, atau Renji, yang bahkan dihormati oleh pasukan reguler.”

 

"Soma... Renji..." bisik Merry.

 

Kedua nama itu muncul dalam cerita yang diceritakan Merry kepada mereka.

 

“Renji mendaftar pada saat yang sama dengan kita,” kata Haruhiro, lalu berhenti sejenak. "Kami... anggota Klan Soma, Day Breakers."

 

Dia tidak berbohong, sejauh yang dia tahu. Dia hanya tidak ingat detail seputar itu.

 

“Day Breakers?” Jenderal itu menatap Anthony.

 

Anthony mengangguk.

 

“Klan itu seperti peleton di militer. Soma mengumpulkan tentara sukarelawan yang cakap untuk membentuk Day Breakers. Beberapa dari mereka seperti Akira, Rock, dan Io, terkenal bahkan di antara kita para Tentara Perbatasan."

 

"Kau berada di Tentara Perbatasan?" tanya Haruhiro.

 

Anthony mengangguk. "Itu benar. Graham Rasentra, yang memimpin Tentara Perbatasan di Altana, mengirim utusan ke daratan untuk meminta bantuan. Orang-orangku dan akulah yang diperintahkan untuk menjaga utusan itu.”

 

“Kami tidak terlalu tahu tentang perbatasan,” kata sang jenderal, melihat ke orang-orang di sekitarnya. “Anthony adalah pemandu yang berharga. Itulah sebabnya, kami menyuruhnya untuk menemani Pasukan Ekspedisi segera setelah dia tiba di daratan utama.”

 

“Bagaimanapun juga aku lahir di perbatasan,” kata Anthony dengan ekspresi budak di wajahnya.     “Aku tidak punya niat untuk hidup damai dan aman di daratan utama. Aku bermaksud untuk kembali, entah bagaimana caranya.”

 

Haruhiro benar-benar tidak peduli dengan situasi mereka, tapi dia mengerti apa yang mereka coba katakan.

Kerajaan Arabakia pernah makmur di utara Pegunungan Tenryu, di tanah yang sekarang mereka sebut perbatasan. Namun, ketika mereka dikalahkan oleh Aliansi Raja yang dipimpin oleh No-Life King*, mereka melarikan diri ke selatan Pegunungan Tenryu. Apa yang seharusnya mereka sebut daratan utama sekarang, sejak lama, disebut perbatasan (Altana ya, yang dimaksud tuh).

 

(Raja Undead = Enad George, Harap ingat nama ini kalo bisa karna mayan penting nanti di ceritanya, nama itu sempet disebut ama Jessie Smith di vol 11. Mulai sekarang gw bakal nulis namanya kek gitu)

 

Pangkalan terbesar Kerajaan Arabakia di perbatasan, Altana, tiba-tiba diserang.

 

Jenderal Graham Whatshisface dari Frontier Army mengira dia tidak bisa mempertahankannya, jadi dia meminta bala bantuan dari daratan

.

Pada akhirnya, bala bantuan datang.

 

Atau lebih tepatnya mereka nyaris tidak berhasil.

 

“Sepertinya tidak ada apa-apa selain goblin di Altana.” Haruhiro menurunkan pandangannya. Yang terbaik adalah menyampaikan hal ini tanpa perasaan. "Ada orc di Deadhead Watching Keep, kobold di Riverside Iron Fortress, dan tidak ada seorang pun di Pos Lonesome Outfield.”

 

"Kami sudah memiliki informasi itu," kata sang jenderal, lalu melambaikan tangannya.

 

Haruhiro tidak langsung mengerti apa yang dia inginkan darinya.

 

Anthony memutuskan untuk membantunya.

 

"Jenderal ingin berbicara denganmu secara pribadi."

 

Jelas, tidak mungkin mereka memiliki sesuatu yang pribadi untuk dibicarakan. Jenderal ingin berbicara secara rahasia. Anthony mengatakan itu padanya secara tidak langsung.

 

Haruhiro melirik rekan-rekannya, lalu mendekati sang jenderal. Jenderal itu berpaling dari Haruhiro, dan mulai berjalan. Itu mungkin berarti, Ikuti aku.

 

“Kerajaan Arabakia kita tidak lagi memiliki pijakan di perbatasan ini, ”kata sang jenderal dengan suara rendah saat dia berjalan dengan santai. “Jika raja dan pengikut kesayangannya di daratan utama memutuskan bahwa situasinya terlalu sulit untuk di putar balikan, itu akan menyebabkan kalian berada di situasi yang agak sulit... Dan kami juga.”

 

Haruhiro tidak bisa mengerti apa yang di maksud sang jenderal jika dia bertele-tele seperti itu, karena dia tidak punya ingatan. Apakah lebih baik merahasiakannya? Atau berterus terang dan mengungkapkannya? Dia belum berkonsultasi dengan rekan-rekannya tentang itu. Untuk saat ini, mungkin bukan ide yang baik untuk membicarakannya. Sebenarnya, dia tidak bisa memutuskan apakah itu ide yang bagus atau tidak karena situasinya terlalu rumit. Jadi untuk saat ini dia akan diam saja tentang masalah ingatan.

 

“Um, jadi, pada dasarnya…”

 

 “Raja dan pengikut dekatnya hampir pasti akan berusaha untuk memutuskan jalur daratan utama

dari perbatasan secara permanen.”

 

"Memutuskan."

 

"Untuk membuat kita tidak mungkin melakukan perjalanan dari satu ke yang lain."

 

“...Aku mengerti.”

 

Dia merasa seperti pernah mendengar sesuatu tentang itu dari Merry.

 

Benar.

 

Di Pegunungan Tenryu, atau mungkin di bawahnya, ada jalur rahasia. Orang-orang Kerajaan Arabakia awalnya menggunakan jalur itu untuk mengungsi ke selatan Pegunungan Tenryu. Namun, mereka juga menggunakannya untuk mengirim pasukan ke perbatasan, dan membangun Altana.

 

Bahkan sekarang, orang-orang dan pedagang yang mengalir antara Altana dan daratan utama menggunakan jalur itu.

 

Atau mungkin mereka punya jalur itu sampai baru-baru ini.

 

Apapun masalahnya, jika mereka tahu di mana jalur itu, akan mungkin bagi mereka untuk pergi dari perbatasan ke daratan, dan begitu pun sebaliknya.

 

Pasukan Ekspedisi pasti telah melakukan perjalanan melalui jalur itu juga.

 

Jenderal itu berhenti berjalan, jadi Haruhiro juga berhenti.

 

Tidak ada tenda di sekitar mereka, dan juga tidak ada tentara.

 

“Jika kita tidak bisa mengambil alih Altana, raja pasti akan menghancurkan Jalan Naga Bumi Aorta.”

 

Ohhh. Jadi nama asli jalur itu adalah Jalan Naga Bumi Aorta.

 

"... Menghancurkannya?" kata Haruhiro.

 

Jenderal itu berbalik, membungkuk sedikit untuk mendekatkan wajahnya ke Haruhiro.

 

“Seperti yang kau duga, kami adalah sekelompok sampah masyarakat. Kami membutuhkan semua bantuan yang bisa kami dapatkan. Kau akan bekerja sama, tentara sukarelawan. Jangan katakan tidak. Kami khawatir tentang kebocoran informasi. Jika kau tidak patuh, aku tidak punya pilihan lain selain membunuhmu.”

Komentar