Bab 16: Kemunculan Mereka Seperti Angin

Dia berhasil bertemu dengan Eliza. Namun, bukan berarti dia bisa melihat wajahnya. Intinya, begitu dia telah memberitahu situasinya, Eliza setuju untuk membantu mencari Shihoru.

 

Namun, sebagai mentor di guild thief, Eliza juga memiliki pekerjaan yang harus dilakukan. Dia terhubung dengan Korps Tentara Sukarelawan. Pekerjaan dia mengharuskannya untuk melakukan perjalanan bolak-balik antara Altana dan Riverside Iron Fortress, yang saat ini di tempati Korps. Oleh karena itu, ada batasan seberapa banyak hal-hal yang bisa dia lakukan di Altana.

 

“Korps Tentara Sukarelawan belum tahu bahwa Jin Mogis sedang mencoba untuk bergandengan tangan dengan para goblin, jadi aku harus memberitahu mereka dulu tentang hal itu. Aku menduga kalau informasi tersebut akan menyebabkan beberapa keributan di sana. Mungkin bahkan itu akan sangat kacau nantinya.”

 

Akan seperti apa reaksi Korps Tentara Sukarelawan jika mengetahui bahwa Pasukan Ekspedisi dan ras goblin membentuk aliansi? Bahkan Eliza tidak bisa memprediksi itu. Namun, Korps Tentara Sukarelawan juga tidak benar-benar dalam keadaan yang terisolasi. Bahkan jika Mogis bekerja dengan goblin, masih mungkin mereka akan dipaksa untuk berkoordinasi dengannya. Tentu saja, Mogis tahu akan hal itu, dan bergerak maju dengan hasil tersebut di benaknya.

 

Selanjutnya, sehubungan dengan apa yang dikatakan Shinohara dari Orion tentang Mt. Grief, kelihatannya sisa-sisa dari Ekspedisi Selatan, memang benar, berkumpul di sana. Meskipun disebut "sisa-sisa," jumlahnya masih lah sekitar tiga ribu kobold dari Riverside Iron Fortress dan sekitar lima ratus orc dari Deadhead Watching Keep, bersamaan dengan sejumlah besar undead yang dari awal sudah berada di gunung tersebut. Itu adalah kekuatan yang merepotkan.

 

“Mt. Grief mungkin menjadi kuncinya sekarang,” kata Eliza.

 

Bagi Mogis dan Korps Tentara Sukarelawan, pasukan di Mt. Grief sudah lah jelas musuh mereka. Biasanya, para goblin juga akan membantu dari sisi musuh, tapi aliansi mereka dengan Mogis pada dasarnya bisa di artikan sebagai penarikan diri dari Aliansi Raja.

 

Tampaknya tidak mungkin para goblin akan bertarung melawan pasukan di Mt. Grief. Namun, sangat mungkin kalau mereka akan tetap netral.

 

Korps Tentara Sukarelawan ingin melenyapkan musuh di Mt. Grief karena dekatnya lokasi tersebut dengan Riverside Iron Fortress. Jika Mogis membantu mereka, itu akan memperkuat ikatan di antara mereka.

 

Haruhiro dan Kiichi menghindari tatapan Neal and para Prajurit Berjubah Hitam untuk memulai pencarian di dalam Menara Tenboro. Mereka menggeledah setiap sudut dan celah lantai pertama, yang berisi aula masuk, area penyimpanan, dan ruangan yang telah dikasih pada mereka, ditambah lantai dua yang berisi aula besar, ruang resepsi, ruang makan, dapur, dan ruang perapian. Dari lantai tiga ke atas hanya ada tangga spiral. Keamanan di sekitar kamar tidur Jin Mogis di lantai tiga terlalu ketat bahkan bagi mereka untuk mendekatinya, tapi mereka bisa menggeledah sisa ruangan selain itu. Sepertinya semua kamar lain kosong dan tidak terpakai.

 

Mereka berpencar untuk mencari ke seluruh Altana, tetapi itu juga tidak membuahkan hasil.

 

Altana bisa dibagi menjadi distrik utara dan distrik selatan, dengan Menara Tenboro di tengahnya.

Dataran tinggi di timur disebut Kota Timur, dan blok barat yang lebih rendah disebut Kota Barat.

 

Para Prajurit dari Pasukan Ekspedisi saat ini tinggal di bekas markas besar Tentara Perbatasan, penginapan di Jalan Taman Bunga, tempat rekreasi di Gang Celestial, dan kota pengrajin di distrik selatan. Ternyata Mogis lah yang memberikan perintah tersebut.

 

Ada tentara yang ditempatkan di dinding, tetapi di dalam dinding hanya ada Tentara Berjubah Hitam yang sesekali berpatroli. Terkadang tentara yang bermalas-malasan tentang pekerjaan mereka membersihkan puing-puing atau memperbaiki bangunan juga mungkin berkeliaran. Namun, tidak banyak dari mereka. Hampir tidak ada tentara yang berkeliaran di luar area yang telah ditentukan oleh Mogis untuk mereka.

 

Jika tidak ada tentara di sekitar tempat-tempat tertentu, yang mana bertentangan dengan apa yang diharapkan, mungkin akan lebih untuk mudah menahan Shihoru di sana. Itu bisa menjadi salah satu dugaan. Namun, Mogis dan Pasukan Ekspedisinya sama sekali tidak mengenal kota ini. Bisakah mereka benar-benar menemukan tempat yang tepat untuk menahan Shihoru?

 

Haruhiro mencoba menyelidiki Anthony Justin sang mantan Tentara Perbatasan Kerajaan Arabakia yang mungkin bisa saja membantu para penculik. Tapi saat dia berpapasan dengan pria itu di dalam Menara Tenboro, Anthony sudah curiga dengan ketidakhadiran Shihoru, dan mengkhawatirkannya bahkan sebelum Haruhiro mengangkat topik tersebut. Mungkin saja dia hanya berakting, tapi Haruhiro sulit membayangkan bahwa Anthony secara diam-diam membantu sang jenderal.

 

Mungkin Shihoru tidak berada di distrik utara atau selatan.

 

Penjarahan dan penghancuran telah menghantam rumah-rumah mewah di Kota Timur dengan sangat parah, dan tidak mungkin area tersebut bisa diperbaiki dalam waktu yang dekat. Setelah pencarian sepintas, Haruhiro tidak menemukan apa-apa di sana selain serangga dan tikus.

 

Kota Barat, yang merupakan tempat Guild Dark Knight dan Thief berada, adalah daerah kumuh, yang terdiri dari kumpulan jalanan yang rumit dan saling terhubung. Bahkan jika kau hanya berjalan-jalan biasa di sana, tidak akan aneh jika kau tersesat. Haruhiro meminta bantuan Eliza untuk mencari Shihoru di bagian kota itu, tapi dia tidak punya banyak harapan untuk menemukan sesuatu yang berarti.

 

Empat hari setelah Haruhiro menyusup ke Ahsvasin, terjadi lah penyerahan peralatan hi'irogane.

 

Begini lah hasilnya. Pasukan Ekspedisi meletakkan peralatan hi'irogane ke dinding luar yang memisahkan Kota Tua Damuro dari Kota Baru. Kemudian mereka mundur. Para goblin keluar dari Kota Baru dan memeriksa peralatannya.

 

Sepertinya para goblin tahu persis jenis peralatan hi'irogane yang ada, dan berapa banyak masing-masing dari jenis tersebut. Bahkan jika ada satu yang hilang, akan terjadi masalah. Untungnya, semua peralatan hi'irogane berhasil dikembalikan, dan penyerahan itu selesai tanpa insiden.

 

Para goblin mendirikan tempat pertemuan di Kota Tua, dan Pasukan Ekspedisi menyelidikinya. Pada hari peralatan itu diserahkan, mereka telah menyelesaikan sebuah bangunan yang terlihat seperti setengah pangsit lumpur. Bangunan tersebut aneh menurut standar arsitektur manusia.

 

Party Haruhiro dikirim ke bangunan berbentuk sisir bergigi rapat, tetapi mereka tidak menemukan tempat di mana para goblin mungkin menyembunyikan tahanan di dalam sana. Dan juga tidak ada hal aneh lain di sana. Meskipun bangunan tersebut mempunyai jendela atap-atap, satu-satunya bukaan lainnya adalah pintu, jadi tidak ada risiko penembak jitu menargetkan mereka dengan senjata jarak jauh dari luar.

 

Keesokan harinya, Jin Mogis akan membuat Pasukan Ekspedisi menjadi Pasukan Perbatasan, dan mengambil gelar Komandan Pasukan Perbatasan.

 

Kemudian, dia akan bertemu dengan Mogado Gwagajin di Kota Tua Damuro pada siang hari, dan Pasukan Perbatasan akan membentuk aliansi formal dengan para goblin.

 

Apakah dia berencana untuk merayakan malam sebelum melakukan itu? Mogis memanggil semua prajurit, kecuali mereka yang bertugas di dinding, ke alun-alun di luar Menara Tenboro, dan menyalakan api unggun yang besar, serta menyajikan alkohol dalam jumlah yang banyak.

 

Dia membantai sejumlah ganaro yang merupakan binatang dengan badan besar itu, dan menggoreng semuanya sambil merebus nasi yang mereka bawa daratan utama ke dalam panci dengan berbagai macam bahan. Barel-barel minuman keras yang sepertinya mengundang semua orang untuk minum sepuasnya berisi minuman beralkohol encer yang telah dipenuhi dengan rempah-rempah. Rasa dan bau alkohol tersebut tidak enak, tetapi para prajurit entah bagaimana bisa yakin bahwa minuman itu sehat bagi mereka.

 

Para prajurit diberi piring, mangkok, dan mug yang terbuat dari kayu atau tembikar mentah. Party Haruhiro akhirnya duduk bersama para prajurit, dan harus menunggu untuk dilayani bersama mereka. Neal si scout dan bawahannya sedang mengawasi mereka, jadi mereka tidak pilihan selain ikut serta dalam perayaan tanpa semangat ini.

 

Ada banyak barel dan kotak yang kosong berserakan di sekitar alun-alun. Ternyata semua itu di harapakan agar digunakan sebagai meja.

 

Haruhiro duduk di atas barel kosong bersama Kuzaku, Merry, Setora, dan Kiichi sambil memakan semangkuk bubur. Rasanya tidak buruk, meskipun dia benci untuk mengakuinya, dan tusuk sate daging yang Kuzaku makan juga terlihat enak. Dia mungkin tidak bisa meyakinkan dirinya sendiri untuk mencoba minuman keras itu, tetapi tidak dengan makanannya. Dia akan baik-baik saja selama dia tidak menjejali dirinya dengan makanan sampai-sampai mengganggu kemampuannya untuk bisa bergerak.

 

Mungkin kesempatan akan datang dengan kepada mereka.

 

Mogis berpidato, dan mereka berharap dia akan pergi setelah itu, tapi dia malah duduk di meja depan gerbang depan Menara Tenboro dan memperhatikan para prajurit. Meskipun ada minuman yang disiapkan, dia hampir tidak menyentuhnya sejauh ini. Dia memiliki empat Prajurit Berjubah Hitam yang menjaganya. Kemungkinan ada lebih banyak lagi di dalam Menara Tenboro.

 

Haruhiro dan Kiichi hampir kehabisan tempat untuk mencari Shihoru di sana.

 

Tapi hanya hampir. Masih ada yang belum mereka sentuh.

 

Mereka tidak pernah bisa memasuki kamar Mogis di lantai tiga.

 

Anthony Justin mencoba untuk berbicara dengan mereka, tetapi mereka mengabaikannya, dan dia pergi dengan tampang kesepian.

“Kau bersenang-senang?” Neal datang sambil membawa cangkir kayu. "Apa? Kau tidak minum? Kita sedang berpesta sebelum kita semua berangkat besok, lho. Kenapa kau gak coba minum sedikit saja?”

 

“Kau juga gak mabuk, kan?” kata Kuzaku, dan tidak berusaha untuk menyembunyikan ketidaksukaannya pada pria itu.

 

Neal membawa cangkir itu ke bibirnya, dan menunjukkan bagaimana dia minum padanya.

 

“Tak peduli berapa banyak aku minum, itu tak pernah terlihat di wajahku. Aku seperti menyaring semua alkoholnya."

 

"Dan kau sebut itu alkohol...?"

 

“Kau ingin mengujinya?”

 

Neal mendekatkan cangkir itu ke hidung Kuzaku sambil menyeringai.

 

"Aku gak akan membiarkanmu mengatakan bahwa kau tidak bisa minum minuman kerasku."

 

"Yah, lebih tepatnya itulah yang akan kukatakan." Kuzaku mengucapkan setiap suku kata saat dia berkata, "Aku gak bisa minum minuman kerasmu."

 

Neal tertawa dan menarik cangkirnya, lalu malah menampar bahu Kuzaku dengan ramah.

 

"Hei, ayo berdamai saja."

 

“Gak mau lah!”

 

Kuzaku berbalik, dan menepis tangan Neal. Tidak hanya Neal tidak tersinggung, kelihatannya dia menganggap itu lucu.

 

“Jangan terlalu membenciku, saudaraku. Kita semua adalah rekan di sini. Benar, kan?"

 

"Ya," jawab Haruhiro langsung. "Kau benar sekali."

 

Kata-kata itu mungkin terdengar hampa, tapi dia tidak peduli. Neal juga tidak tulus.

 

"Bersenang-senanglah," kata Neal lalu pergi.

 

Pesta itu dipantau oleh Neal dan bawahannya, yang totalnya 4 orang. Haruhiro mengingat jelas setiap wajah mereka. Tetapi para scout juga sibuk. Banyak dari mereka dikirim ke Damuro sekarang. Hanya Neal dan salah satunya lah yang ada di alun-alun sekarang. Ketika Neal tidak melihat ke arah mereka, pria yang lain memperhatikan apa yang dilakukan Party Haruhiro.

 

Saat mereka sudah berurusan dengan Neal, Mogis telah meninggalkan tempat duduknya. Apa dia sudah kembali ke Menara Tenboro? Tidak, bukan itu. Dia berjalan-jalan di sekitar alun-alun dengan Prajurit Berjubah Hitam bersamanya.

 

Jin Mogis bukan lah tipe komandan yang bisa memulai percakapan ramah dengan anak buahnya. Sebenarnya kebanyakan dari mereka menghindarinya. Beberapa dari mereka bahkan melarikan diri

ketika Mogis mendekat.

 

Pernah ada sejumlah besar prajurit yang secara terang-terangan meremehkan kemampuan Mogis. Namun, begitu dia telah mengambil Altana, mereka pasti telah mengevaluasi kembali pendapat mereka tentangnya. Jumlah orang yang tidak bisa mematuhi protokol militer masih tidak berkurang, tapi bahkan yang paling malas pun takut padanya. Berbicara kepada komandan mereka masih lah wajar, tapi tidak dengan menentangnya. Dia adalah tipe pria yang akan memenggal kepala mereka tanpa ragu. Bahkan ada tanda-tanda dukungan, dan semangat untuk Mogis dari sejumlah pasukan.

 

“Untuk Jenderal Jin Mogis!”

 

"Bukan Jenderal, tapi Komandan!"

 

"Benar sekali! Kita bukan Pasukan Ekspedisi lagi! Kita adalah Pasukan Perbatasan!”

 

“Untuk Komandan Jin Mogis!”

 

"Panggil lah dia Komandan!"

 

"Ambil lah takhta itu, Komandan!"

 

"Jadi lah raja kami!"

 

“Ambil lah Vele! Lakukan saja itu, Komandan!”

 

“Perbatasan adalah tanah air kita sekarang!”

 

Apakah Mogis menikmati saat ketika dirinya dikelilingi oleh para prajurit muda yang dengan riuh mengangkat minuman mereka untuk menghormatinya? Ekspresinya sama seperti sebelumnya. Tapi dia tidak mengangkat tangannya untuk menghentikan sorakan mereka. Dia juga tidak menunjukkan tanda-tanda tidak menyukainya. Dari sudut pandang Mogis, semuanya berjalan sesuai rencana, dan dia bisa bernapas lega untuk saat ini.

 

Haaah…” Kuzaku cemberut sambil menggigit tusuk sate dagingnya, dan mengunyahnya dengan keras. "Itu ngebuat dagingku jadi terasa gak enak."

 

"Sebenarnya seberapa banyak sih, kau berniat untuk memakan makanan itu?" kata Setora sambil meletakkan mangkuknya di atas barel kosong yang mereka gunakan sebagai pengganti meja. Kuzaku memiringkan kepalanya ke samping.

 

“Yah, kurasa aku akan memakannya semampuku? Kurang lebih seperti itu. Mungkin aku akan pergi mengambil dua atau tiga lagi. Ada lagi yang mau? Aku akan mengambil beberapa untuk kalian semua saat aku ada di sana. ”

 

"Aku menolak," jawab Merry dengan sopan, tapi Setora hanya menggelengkan kepalanya. Sementara itu, Kiichi menatap Kuzaku dengan penuh harap.

 

“Oh, kau mau satu, Kiichi? Jadi begitu, ya. Jadi begitu. Kalau kau, Haruhiro?”

 

“Aku…” gak mau, Haruhiro hendak menjawab itu, tapi tiba-tiba dia merasa sensasi semua rambut di bagian belakang lehernya berdiri tegak.

“Heya.”

 

Haruhiro kaget karena menyadari bahwa dia bahkan tidak menyadari kehadiran pria itu sampai dia barusan berbicara tadi.

 

Dia berbalik, dan melihat ada seorang pria berjubah hitam yang menutupi seluruh tubuhnya, tudung jubahnya telah ditarik rendah untuk menutupi matanya. Bukan itu saja. Wajahnya juga ditutupi semacam topeng.

 

“Umm...”

 

Sebelum dia sempat bertanya, Siapa kau? Merry menelan ludah.

 

Haruhiro menyembunyikan kebingungannya, lalu melihat ke sekeliling, dan berusaha bersikap seolah tidak ada sesuatu yang aneh. Neal berjarak lima belas meter darinya, dan pengintai satunya lagi sedang bersama Mogis. Keduanya melihat ke arahnya.

 

Tapi apakah itu penting? Bukankah pria bertopeng itu berada di titik buta bagi kedua scout itu agar bisa melihat? Mereka mungkin tidak bisa melihatnya sekarang.

 

Apakah itu kebetulan? Atau kah dia sengaja melakukan kontak dengannya sambil menghindari pengawas mereka?

 

“Kau gak ngerti, ya?” Pria bertopeng itu terkekeh dengan suara rendah. "Kudengar kau kehilangan ingatanmu, Haruhiro.... Ini adalah sesuatu yang tidak berhubungan akan kukatakan selanjutnya, tidakkah kau perlu buang air kecil?”

 

Sebelum Haruhiro bisa menjawabnya, pria bertopeng itu berbalik, lalu pergi.

 

Dia terlalu cepat. Dalam waktu singkat, pria itu berhasil menyelinap melewati kerumunan, dan menghilang.

 

Haruhiro dan anggota party lainnya saling memandang.

 

“Um, aku, uh, harus pergi...” gumam Haruhiro sambil memberi isyarat seperti akan pergi ke toilet. Sudah jelas kalau sebenarnya dia tidak memiliki kebutuhan mendesak untuk buang air kecil. Rekan-rekannya mengerti itu.

 

"Ohh... Oke oke, pergi lah!" kata Kuzaku dengan anggukan berlebihan, dan Setora menghela nafas saat dia melihat kelakukannya itu.

 

Pikiran Merry tampak seperti berada di tempat lain. Apakah itu karena, tidak seperti Haruhiro dan yang lainnya, dia kenal pria tadi?

 

Ketika Haruhiro meninggalkan piring kayunya di barel kosong dan pergi, Neal juga bergerak. Kelihatnnya dia bermaksud untuk menyerahkan pemantauan Kuzaku dan yang lainnya kepada scout yang bersama Mogis, sedangkan dia membuntuti Haruhiro secara pribadi. Tapi sayangnya dia memilih orang yang salah untuk dibuntuti. Haruhiro menggunakan Stealth untuk mengecoh Neal. Dia meninggalkan alun-alun, dan sebelum dia sempat mempertimbangkan ke mana dia harus pergi, kakinya sudah menuntunnya ke rumah penginapan tentara sukarelawan. Pria bertopeng itu sedang menunggu Haruhiro di dalam salah satu ruangan yang ada di sana.

"Apa kau sungguh tak ingat apa-apa?"

 

"...Kenapa kau menanyakan itu?”

 

“Karena kau datang ke ruangan ini tanpa ragu-ragu.”

 

Pria itu melepas topengnya, dan membuka tudungnya.

 

Setidaknya Haruhiro bisa melihat wajahnya di bawah sinar bulan yang masuk melalui jendela.

 

"Itu benar. Kau gak ingat.”

 

“...Eh, ya?”

 

Pria itu melemparkan topengnya ke tempat tidur, dan mulai menggaruk rambutnya dengan kesal.

 

“Kau tahu siapa aku, kan?”

 

"Ya. Aku punya ide yang bagus tentang itu.”

 

“Ide yang bagus, katamu? Apa kau pengen kubunuh, bung?”

 

"Gak ah."

 

“Bahkan tanpa ingatan, kau masih mempunyai tanggapan yang bodoh dan lemot seperti biasanya.”

 

“Ranta.”

 

Apa yang harus dia katakan selanjutnya?

 

"Lama gak ketemu."

 

Karena tidak ada sesuatu yang lain datang ke benaknya, dia mengatakan sesuatu yang tidak menyinggung. Memang benar, dia orang yang membosankan. Dia harus menerima itu.

 

Ranta menundukkan kepalanya.

 

“Apakah itu sesuatu yang harus dikatakan oleh seorang pria tanpa ingatan? Dasar idjit…” kata Ranta, dan terhenti saat dia kehilangan momentum.

 

Sepertinya dia dan Ranta belum tentu berhubungan baik. Sebenarnya, hubungan mereka cukup buruk. Mereka tidak akan berpisah jika yang terjadi malah sebaliknya.

 

Pria itu memiliki mulut yang lancang. Haruhiro bisa tahu itu bahkan dari pertukaran singkat dengan nya barusan. Apakah itu sebabnya dia tidak menyukai Ranta? Tidak mungkin sesederhana itu. Pasti ada sesuatu tentang masing-masing dari mereka yang tidak bisa saling menerima. Tapi mereka tetap lah sesama rekan. Mereka telah melalui banyak kesulitan bersama sebelum berpisah.

 

"Jangan sebut aku idiot, tolol."

 

Untuk beberapa alasan, kata-kata itu keluar dengan sendirinya.

Ranta mendongak dengan matanya melebar sejenak, tapi dia menunduk lagi.

 

“Aku gak nyebut kau idiot, tapi idjit. Pahami lah itu.”

 

“...Bukankah mereka sama?”

 

“Ya beda lah. Katanya adalah idjit dan idiot.”

 

"Itu perbedaan yang terlalu kecil, jika kau bertanya padaku."

 

“Nuansa semacam itu cukup penting, bung. Kau mengerti? Ya, gak lah, gak mungkin. Kau ceroboh, Parupiro. Itu lah masalah orang-orang sepertimu."

 

“Dengar… aku tidak tahu perbedaan nuansa apa yang kau bicarakan, tapi kurasa aku bisa mengerti kenapa aku tidak cocok denganmu.”

 

“Karena aku sensitif, dan kau ceroboh. Kita seperti air dan minyak. Bukan itu, tapi seperti bulan dan kura-kura. Ngomong-ngomong, di analogi ini, aku lah bulannya, dan kau kura-kuranya.”

 

Jika Haruhiro mengatakan satu, Ranta akan membalasnya dengan sepuluh. Dia berbeda dari Setora, yang argumentatif dan berlidah tajam. Pria itu tidak bisa berhenti menggerakkan mulutnya. Jika Haruhiro mencoba untuk menanggapi semua perkataanya, itu hanya akan membuatnya sangat lelah.

 

"Kudengar kau bersama Korps Tentara Sukarelawan."

 

Tampaknya bijaksana untuk mengabaikannya dan mengubah topiknya.

 

"Apa kau keluar dari sana dan pergi dengan keinginanmu sendiri?"

 

“Ya gak lah. Kudengar Shihoru diculik, dan... Maksudku, aku gak terlalu peduli sih, tapi, kau tahu, dia peduli, jadi—”

 

Saat Haruhiro hendak bertanya siapa yang dimaksud Ranta, sesuatu melompat ke arahnya dari belakang.

 

"Haru-kun...!"

 

“Apa?!”

 

Apa yang barusan terjadi? Naik kuda-kudaan? Haruhiro dengan sukarela membiarkan seseorang naik kuda-kudaan pada dirinya? Ke seseorang yang melompat ke arahnya entah dari mana? Tidak, tidak, bukan itu. Sesuatu itu menempel padanya dengan sendirinya. Haruhiro tidak meletakkan tangannya ke belakang dirinya untuk memegang sesuatu itu. Dia sedang menyesuaikan keseimbangannya agar tidak jatuh. Haruskah dia menghempaskan sesuatu itu darinya? Tapi Haru-kun? Tunggu dulu, sebutan apa itu?

 

“Haru-kun! Ini Haru-kun! Kamu berbau seperti Haru-kun! Haru-kun...!”

 

"Tidak, tunggu dulu, hey...!"

 

Sesuatu itu mengendus-ngendus tubuhnya. Menggunakan hidungnya untuk mengendus lehernya,

yang berada belakang telinganya seperti orang gila. Apakah sesuatu itu adalah anjing? Gak lah. Sudah jelas bukan itu.

 

“Hey, Yume, stoooop…!” Ranta mencoba menarik siapa pun itu dari Haruhiro. “Kau pikir apa yang sedang kau lakukan, tolol?! Turun lah dari sana!"

 

“Gak mauuu! Dah lama Yume gak bersama Haru-kun!”

 

“Kau dah lama gak 'bersama' dengannya? Orang-orang akan salah paham jika kau mengatakannya seperti itu, oke?! Selain itu, apa kau pernah memeluk Haruhiro seperti itu sebelumnya?!”

 

“Emang pernah!”

 

"Kau pernah?! Gak mungkin! Serius nih?!"

 

“Dah lama sekali, tapi saat itu Haru-kun memeluk Yume sangat erat!”

 

“Ya, ya, terserah lah! Kejadiannya itu dulu sekali! Dan izinkan aku memberi tahumu, si brengsek ini tidak mengingatnya sama sekali! Apa kau mengerti itu?! ”

 

“Bahkan jika Haru-kun gak inget Yume, mungkin tubuhnya inget!”

 

"Kan dah kubilang, orang-orang akan salah paham jika kau mengatakannya seperti itu...!"

 

“U-Umm...” Haruhiro berusaha keras untuk berbicara.

 

Itu sakit.

 

Ranta mencoba menarik Yume darinya, dan Yume — ya, itu Yume — yang menempel pada Haruhiro. Dia melingkarkan lengannya erat-erat di lehernya, dan tidak melepaskannya, jadi dia tidak bisa bernapas dengan benar.

 

“T-Tolong! L-Lepaskan aku...!”

Tags: Anime, Shiranori, Hai to Gensou no Grimgar, Yume (Hai to Gensou no Grimgar), Haruhiro (Hai to Gensou no Grimgar), Official Art, Novel Illustration, Grimgar Of Fantasy And Ash

“W-Whaa! Maaf!" Yume melompat mundur dan menjauh darinya, dan itu membuatnya terhindar dari kematian karena tercekik pada saat-saat terakhir. Haruhiro berjongkok dan mencoba mengatur napas, dan Yume menggosok-gosok punggungnya saat dia sedang melakukan itu. "Kamu baik-baik saja? Maaf. Yume tadi hanya sangat senang melihatmu, Haru-kun.”

 

“Kenapa kau begitu senang melihat si idiot ingusan ini, bodoh? Jangan buat masalah besar hanya karena itu, dasar wanita lembek. ”

 

Ranta tampak sangat marah. Yume membentaknya.

 

“Yume gak lemes!”

 

“Aku gak pernah bilang begitu! Aku bilang kau lembek!"

 

“Hrm?” Yume memiringkan kepalanya ke samping, dan rambutnya, yang meskipun dikepang masih sangat lah panjang, menyentuh lantai. “Apa maksudnya? Yume itu berotot, jadi yang ada, harusnya dia keras, kan?"

 

“Argh, lupakan itu! Aku bahkan gak tahu lagi!”

 

“...Apa kalian berdua selalu seperti ini?” tanya Haruhiro setelah berdeham, dan Ranta mulai panik.

 

“S-S-S-Seperti apa? Apa maksudmu dengan itu, hah?! ”

 

"Yah, begitulah. Kami selalu bertingkah seperti ini.” Yume membenarkan itu sambil menghela nafas. Ranta tampak agak malu karena hal itu.

 

“...Memang benar, kami selalu seperti ini. Bercanda-canda, atau apalah, kau tahu? Tidak lebih dari itu, jadi jangan memikirkan hal-hal yang aneh, oke?”

 

“Ya, ya…” jawab Haruhiro tanpa emosi, dan Ranta membentaknya.

 

“Satu 'ya' saja dah cukup! Satu saja! Sejak awal alam semesta muncul, semua orang tahu bahwa—”

 

"Oh, yeah!" Ketika Yume tiba-tiba melompat berdiri, Ranta menjerit kecil dan melompat mundur untuk menjauh darinya. "K-K-K-Kenapa kau tiba-tiba melakukan itu?!"

 

“Shihoru telah diculik, kan? Kami datang ke sini untuk bertemu Haru-kun dan semuanya, tapi kami juga datang ke sini untuk menyelamatkan Shihoru, bukan? Huh?"

 

“...Y-Ya. Benar. I-Itu benar!” Ranta menunjuk Haruhiro.

 

“Benar, Parupororon!”

 

“Siapa Parupororon yang maksud…?”

 

“Siapa lagi kalau bukan kau? Gak ada, kan? Kau gak paham? Apa kepalamu sekosong itu?”

 

“...Bukankah kita perlu membicarakan Shihoru?”

 

"Tentu saja! Kau tak perlu memberi tahuku itu! Maksudku, kau lah yang bicara duluan! Jelaskan

situasi sialan itu. Cepat katakan. Dengan singkat dan to the point. Cepat lah!"

 

Jika hanya Ranta yang ada di sini, Haruhiro mungkin akan menolak untuk berbicara dengan keras kepala. Untungnya ada Yume di sini.

 

Dia pernah mendengar dari Merry bahwa Yume dan Shihoru relatif dekat. Shihoru telah kehilangan ingatannya. Itu pasti cukup mengejutkan bagi Yume sendiri. Sekarang, dia juga hilang. Yume telah meninggalkan Korps Tentara Sukarelawan untuk datang ke Altana karena dia tidak bisa duduk diam lagi. Dan dia membawa Ranta bersamanya. Ranta hanya modal ikut-ikutan semata.

 

“...Dan kupikir itu semuanya. Untuk sekarang."

 

Ketika Haruhiro selesai menjelaskan situasi Shihoru saat ini, Yume duduk di tempat tidur sejenak. Ranta menyilangkan tangannya dan menggigit ibu jarinya.

 

“...Oh, ini benar-benar situasi yang lucu. Tidak, Yume, aku gak bener-bener bermaksud begitu, oke? Jangan sakiti aku. Aku hanya berusaha terdengar keren. Tunggu dulu, jika aku menjelaskan maksud sebenarnya, itu membuat tujuan asliku gagal... "

 

Yume masih menundukkan kepalanya. Dia bahkan tidak mendengar omong kosong Ranta. Ranta mendecakkan lidahnya, dan menatap tajam ke arah Haruhiro.

 

"Jadi? Apa yang akan kau lakukan?”

 

"Lakukan?"

 

Haruhiro menunduk, dan mengalihkan pandangannya.

 

“...Tunggu kesempatan datang, lalu geledah kamar Jin Mogis.”

 

“Dan bagaimana jika Shihoru juga tidak ada sana? Aku gak bisa ngebayangin kalau dia akan menyembunyikan sandera di suatu tempat yang begitu gampang ditebak.”

 

"Yah ... mungkin kau benar."

 

"Bagaimana dengan Menara Terlarang?"

 

"Hah?"

 

“Mogis bekerja dengan Hiyomu... Kurasa aku bisa memanggilnya Hiyo, kan? Yah, pada dasarnya, Mogis bekerja dengan masternya. Jika dia adalah Master Menara Terlarang, seperti yang kau katakan..."

 

"...Oh. Jika dia meninggalkan sandera... Shihoru pada Mater Menara Terlarang untuk jaga-jaga...”

 

“Tak ada jalan untuk masuk ke dalam menara. Maksudku, mungkin ada, tapi kita tidak mengetahuinya. Itu akan membuat menemukan dan menyelamatkannya gak mungkin sejak awal.”

 

“Aku…” Haruhiro duduk di sebelah Yume. "...Aku gak pernah memikirkan akan kemungkinan itu."

 

"Yah, itu karena kau punya masalah otak, tolol." Ranta tersenyum. “Kau selalu depresi, memikirkan

segala hal dengan cara yang paling negatif. Apa itu memudahkanmu dengan berpikir seperti itu?”

 

“Tidak bisakah kau mengatakan itu seperti kau mengerti? ...Jujur saja, itu tak enak didengar.”

 

"Apa aku mendapatkan sesuatu dengan membuat segala hal menjadi enak bagimu?"

 

"Apa yang kau dapatkan dengan meledekku?"

 

Ranta mengangkat bahu. "Rasanya enak. Meski hanya sedikit.”

 

“Ranta.”

 

Suatu suara rendah. Setidaknya untuk Yume. Hawa dinginnya meninggalkan lebih banyak kesan. Menakutkan. Haruhiro bukan satu-satunya yang merinding karena itu.

 

"...Yipes!" kata Ranta, dan terdengar jelas ketakutan.

 

"Yipes," kau serius?

 

Haruhiro ingin mengolok-oloknya, tapi memutuskan kalau lebih baik untuk tidak melakukannya.

 

“Jika kamu gak menghentikan pertengkaramnya, Yume akan menghukummu, oke?”

 

"Maksudmu-"

 

Ranta mungkin hendak berkata, Maksudmu pertengkaran, bukan pertengkaram. Tapi dia urung melakukannya. Mungkin Yume telah memberinya omelan menakutkan padanya sebelum ini? Yume pasti lah sangat menakutkan ketika dia marah.

 

“...O-Omong-omong. Jika kau punya waktu untuk itu, bukankah lebih cepat untuk menghajar pria Mogis ini dan membuatnya melepaskan Shihoru?”

 

"Menghajarnya?"

 

Jika Haruhiro mempermasalahkan setiap kata yang digunakan Ranta, maka percakapan mereka tak akan pernah maju-maju. Kurang lebih Haruhiro tahu apa yang dia maksud barusan.

 

“...Yah, aku sudah mempertimbangkan untuk menyandera Mogis. Tapi tidak akan semudah itu. Dia juga waspada terhadap kita.”

 

“Bahkan dengan aku dan Yume di sini?” Ranta menyeringai dan mengacungkan jempolan. “Aku yakin kau sudah lupa, kalau aku lebih bisa diandalkan daripada gabungan seratus orang yang di satu kan, mengerti? ”

Komentar