Kuzaku, Merry, Setora, Ranta, dan Yume diberi perlengkapan berwarna hitam. Merry mendapat palu perang, Setora dapat sebuah tombak dan pedang panjang, sedangkan Yume mengambil panah sebanyak yang dia butuhkan.
Haruhiro telah mengenakan jubah hitam dari awal, tetapi yang lainnya juga diperintahkan untuk memakainya. Menolak bukanlah pilihan. Mereka harus melakukan apa yang diperintahkan.
Sebelum fajar, spanduk militer yang dari dulu berkibar di Altana telah diganti dengan yang baru. Desain baru itu bertatahkan bulan merah dan pedang di bidang hitamnya.
Saat jam enam, bel berbunyi.
Pasukan Ekspedisi menjadi Tentara Perbatasan, dan Jin Mogis menjadi Komandannya.
Saat bel berbunyi untuk kedua kalinya, Hiyo datang ke Menara Tenboro. Dia ada di sana untuk memberi hormat pada sang Komandan, dan terlibat dalam obrolan yang menyenangkan saat sarapan.
Ketika bel berbunyi untuk ketiga kalinya, sang Komandan pergi dari Altana dengan Hiyo, Neal si scout, dan ratusan Prajurit Berjubah Hitam. Mereka dijadwalkan untuk bertemu dengan raja para goblin di Kota Tua Damuro pada siang hari. Jika pembicaraan antara Hiyo dan para ugoth berjalan tanpa hambatan, maka akan ada aliansi antara Tentara Perbatasan dan ras goblin atas nama Jin Mogis dan Mogado Gwagajin.
"Bajingan itu. Memperlakukan kita seperti sekelompok orang idiot…” gerutu Ranta sambil berjongkok di depan gerbang utama Menara Tenboro. Dia mengenakan topengnya yang biasa, tetapi itu telah digeser ke atas dahinya. Jika topeng itu memang membuatnya mengganggu sebanyak itu, maka seharusnya dia tidak memakainya sama sekali.
“Tapi tetap saja…” Kuzaku bersandar di dinding sebelah kanan gerbang sambil menggosok-gosok lengannya dengan tangan lainnya. “Kita bahkan tak bisa menyentuhnya. Jika dia memperlakukan kita seperti orang idiot, memangnya apa yang bisa kita lakukan tentang itu?”
"Dasar idiot!" teriak Ranta pada Kuzaku. Akan lebih baik jika dia punya beberapa bukti sebelum menyebut orang lain idiot, tapi dia mungkin tidak punya itu. “Dasar idiot…” Ranta hanya mengulangi perkataannya sendiri.
Setora berdiri di samping Kuzaku. Dia tak banyak bicara sejak malam sebelumnya. Bahkan ketika mereka mencoba berbicara padanya, mereka hanya mendapatkan tanggapan seperti, "Ya," atau, "Mm-hm."
Merry dan Yume yang berdiri berdekatan di sisi kiri gerbang tampak linglung. Mereka berdua tampak seperti jiwanya telah keluar dari tubuhnya.
Haruhiro ingin menendang punggung Ranta yang berada tepat di sebelahnya. Meskipun dia tak akan benar-benar melakukan itu pada akhirnya. Mengapa pria ini adalah satu-satunya yang berjongkok di sini? Itu membuatnya kesal. Tapi kemarahannya itu salah arah.
Kelompok Haruhiro telah diperintahkan untuk menjaga Menara Tenboro. Pada dasarnya, mereka di
suruh menahan benteng. Sekarang, apakah mereka kecewa karena melewatkan momen bersejarah di saat aliansi akan dibentuk antara ras manusia dan goblin? Tidak, tidak sedikit pun. Sejujurnya, itu tidak penting bagi mereka, tetapi mereka sedang dipaksa sekarang. Mereka tidak menyerahkan kesetiaannya secara penuh pada Jin Mogis. Sang Komandan pastinya tahu akan hal itu, dan itulah sebabnya mereka diperintahkan untuk mempertahankan Tenboro Menara saat dia tidak ada.
Sekarang, Haruhiro tidak lah seperti Ranta, tapi dia harus setuju bahwa mereka diperlakukan seperti orang idiot.
Seharusnya semuanya berjalan lancar, tapi yang ada malah sebaliknya. Itu adalah kegagalan yang sangat fatal. Bukan saja mereka gagal mengambil Shihoru kembali, tapi Kiichi juga terbunuh. Dia adalah peliharaan Setora, tapi Haruhiro juga merasa sangat dekat dengan Kiichi. Nyaa itu telah membantu mereka sangat banyak. Rasanya wajar bagi Nyaa itu untuk berada di sini. Ketika dia menutupnya matanya, dia melihat momen ketika Kiichi terpotong-potong. Dia merasakan amarah yang membara membakarnya dari dalam. Haruhiro membenci Jin Mogis. Dia juga takut padanya. Apa-apaan kekuatan anehnya itu? Itu tidak manusiawi. Dia bisa saja membantai mereka. Mengapa mereka masih hidup?
Pria itu telah melepaskan mereka. Itulah satu-satunya alasan akan hal itu.
Seharusnya kejadiannya tidak seperti itu.
Jika mereka berniat untuk melakukannya, maka party itu bisa membunuh Jin Mogis kapan saja. Tapi itu akan menimbulkan konflik yang tidak menyenangkan, jadi mereka urung melakukannya.
Kecuali, jika itu tidak benar. Tidak, apakah hal itu baru saja berhenti menjadi kenyataan?
"...Cincinnya. Apakah karena kekuatan cincin itu?”
Cincin itu menonjol. Cincin di jari telunjuk kiri Jin Mogis. Ya. Haruhiro curiga akan hal itu.
“Itu adalah relik...”
“Aku berani bertaruh itu benar,” Ranta setuju dengan tawa penuh keputusasaan. “Aku telah bertemu dengan berbagai macam orang tangguh sebelumnya. Tapi dia merupakan sesuatu yang lain. Selain itu, ada sesuatu yang aneh tentang benda itu.”
"Apa maksudmu, aneh?" tanya Haruhiro, dan Ranta berbalik untuk menghadap ke arahnya.
“Sesuatu menguras energiku dengan cepat. Apakah kau tidak merasakannya? Atau kah kau terlalu bodoh untuk bisa menyadari itu?"
"...Aku merasakan itu. Tapi, tunggu dulu, bisakah kita tidak melakukan percakapan di mana kau terus-terusan mencemoohku?”
“Hey, aku tak melakukan itu karena aku ingin, oke? Aku harus melakukan itu. Aku tak punya pilihan. Kau mengerti? Jika kau tak ingin dihina, maka jangan buat aku melakukan itu. Jadi kau akan senang karena aku tidak menghinamu atas kegagalanmu, dan aku akan senang karena aku tak perlu menyia-nyiakan napasku. Itu adalah situasi yang win-win, dasar.”
“Itu dia, membuat semuanya jadi salah orang lain...” Haruhiro mulai berniat untuk terus berdebat,
tapi menyerah. Dia menghela nafas. Sudah waktunya untuk tenang, dan kembali berpikir. Hanya itu yang bisa dia lakukan untuk saat ini. "...Ya. Kau benar. Kita semua menjadi lebih lemah... dan para Prajurit Berjubah Hitam yang ada di sana mungkin juga sama seperti kita. Apakah terasa bagi kita bahwa Mogis menjadi lebih kuat karena itu...?”
“Gak lah,” Ranta menggelengkan kepalanya, lalu menunduk. “...Kau tak bisa menjelaskan apa yang terjadi hanya dengan perasaan. Dia tidak hanya terlihat cepat. Dia memang cepat, dan juga super kuat... Apakah dia mendapatkan kekuatan sebanyak yang telah hilang dari kita...? Semisal saja, jika kita memberikan jumlah pada kekuatan kita, kita beralih dari sepuluh ke delapan, atau tujuh, dan si bajingan itu menggunakan kekuatan yang telah hilang dari kita untuk dirinya sendiri... Semua yang telah terjadi akan pas jika memang itu lah masalahnya.”
"Tidak mungkin..."
Bagaimana bisa sesuatu yang begitu tidak adil terjadi?
Tapi Haruhiro tidak bisa menyangkal bahwa itu mungkin saja benar.
“Relik, ya? ...Jika dia punya itu, maka Mogis—”
“Aku gak tahu tentang itu.” Ranta mengangkat wajahnya, lalu menatap langit dengan mata terbalik. “Ayo kita asumsikan saja kalau cincin itu adalah relik, dan memiliki kekuatan yang telah kuduga sebelumnya. Apakah menurutmu dia mendapatkan relik itu dengan sendiri?”
“...Aku akan berasumsi ‘tidak’. Aku yakin bahwa Hiyo... dan Master Menara Terlarang lah yang memberikan itu padanya.”
“Oke, selanjutnya. Sekarang, anggap saja aku adalah Master Menara Terlarang. Apakah aku akan memberinya item yang membuatnya tak terkalahkan? Bahkan jika aku hanya meminjamkan itu padanya sementara? Dia bukan keluargaku, atau pun teman yang kupercaya yang tak akan pernah mengkhianatiku. Jin Mogis itu ambisius, dan jelas sekali berbahaya."
"Yah ... aku tak akan memberikan itu padanya sama sekali."
"Pasti ada sebuah lubang di suatu tempat, bukan begitu?"
"Sebuah lubang...?"
“Sebuah kecacatan, kurasa? Keterbatasan, atau kekurangan... Kapan efeknya akan hilang? Pada saat Merry telah menyembuhkanku, aku sudah tidak merasa lemah lagi."
Haruhiro menyentuh pipinya. “...Sejujurnya aku tidak tahu. Tapi memang benar kalau dia menjatuhkan kita dalam waktu singkat. Mogis meninggalkan aula besar setelah itu... Saat Merry telah menyembuhkanku, kurasa tubuhku juga sudah tidak terasa berat lagi."
“Durasi efeknya mungkin pendek. Bisakah dia menggunakannya berulang kali? Jika tidak, maka dia hanya bisa menggunakannya saat keadaannya benar-benar genting. Mungkin itu lah sebabnya dia memancing kita. Momen ketika kita telah bertaruh besar akan kemenangan adalah waktu yang tepat baginya untuk menggunakan cincin itu ..."
"Jadi, maksudmu... kita menari di telapak tangannya?"
“Karena kita tak tahu apa kartunya.”
Ranta berdiri, dan menjentikkan jarinya.
“Kita punya dua kartu di meja, aku dan Yume, yang keduanya tidak dia ketahui. Tapi kita kekurangan kekuatan untuk melebihi kekuatan dari kartu as-nya — setidaknya untuk kali ini.”
Ranta berbalik dan melihat ke sekelilingnya. Kemudian, sambil mengerutkan kening, dia tertawa mengejek.
“Kalian semua terlihat seperti sekumpulan orang yang menyedihkan. Menyedihkan sekali. Aku harus memimpin sekelompok pemurung ini untuk mengalahkan si bajingan itu? Yang pasti itu akan sangat membuat kepalaku sakit.”
“...Whah?” Kuzaku menatap kosong ke arah Ranta.
"Memimpin...?" Merry memasang ekspresi ragu di wajahnya. Yume berkedip berulang kali.
"...Oh?" Setora tanpa ekspresi. Menatap Ranta tanpa menggerakkan kepalanya.
"Maksudku, sudah jelas, kalau posisi itu harus lah aku." Ranta menunjuk ke langit, lalu menusukkan jari telunjuknya ke dadanya sendiri. “Kau pikir seorang pengecut yang menyedihkan, pemurung, selalu tertekan, kehilangan motivasi melulu, serta lemah dapat membawamu ke tempat yang kau tuju?"
Siapa pengecut yang lemah itu?
Tentu saja, Haruhiro.
Itu kasar, tapi dia tidak bisa marah tentang hal itu. Tidak ada ruang untuk berdebat. Ranta jelas-jelas sedang mencoba memprovokasi Haruhiro. Tetapi Haruhiro bahkan tidak bisa melawan. Serius lah, bagaimana dia bisa lakukan itu? Dia tak memiliki keinginan untuk membuat alasan.
“Kau juga,” Ranta menunjuk Kuzaku dengan dagunya.
"Dan kau." Dan pada Merry.
“Dan kau, dan kau,” Dan juga pada Yume dan Setora.
“Kalian semua berada dalam keadaan menyedihkan yang kurang lebih sama. Itulah alasannya. Jika seorang pecundang memimpin sekelompok pecundang, maka itu hanya akan mengarah pada pertumbuhan dalam jumlah besar terhadap sifat pecundang, aku benar, kan?”
“Tidak, tapi...” gumam Kuzaku. Ranta tertawa.
"Yah, aku berbeda, oke?"
Apa-apaan seringai jahatnya itu?
Apakah dia sengaja memainkan peran keji? Atau kah dia memang begitu keji sampai-sampai dia tak mau repot-repot untuk menyembunyikan kekejiannya itu?
“Aku telah melalui lebih banyak pertempuran daripada yang bisa kau hitung. Melihat setiap jenis neraka. Aku tak begitu lemah sehingga hal kecil seperti ini akan membuatku sedih. Maksudku, serius nih. Apa yang kalian semua begitu depresikan? Jika kau bertanya padaku tentang itu, aku merasa agak aneh. ”
"...Aneh?" Haruhiro bertanya pada dirinya sendiri. “Apa yang begitu… aneh tentang itu? Lihatlah situasinya. Tentu saja normal bagi kita untuk bersikap seperti ini."
Ranta mendesah berlebihan.
“Bahkan setelah kehilangan ingatanmu, kau tak pernah berubah, ya, Parupiro? Itu tak berarti kalau hanya kau yang tersisa…”
Tak berarti kalau hanya dia yang tersisa?
Apa yang dimaksud Ranta dengan itu? Haruhiro tak tahu. Dia hampir tak bisa membayangkan itu.
Haruhiro telah mendengar gambaran umum tentang apa yang menyebabkan perpisahan antara Ranta dan dia dari Merry. Tapi dia tidak memahaminya secara penuh. Seharusnya Ranta telah bergabung dengan kelompok bernama Forgan yang berpusat di sekitar orc bernama Jumbo. Apa yang terjadi setelah itu? Mengapa, atau lebih tepatnya bagaimana, dia bisa kembali kesini?
Itu tidak jelas, tapi yang dia tahu secara pasti adalah kenyataan bahwa Ranta pasti pernah sendirian selama beberapa waktu.
Bahkan ketika Haruhiro terbangun tanpa ingatan, dia bersama rekan-rekannya. Setidaknya dia tidak sendirian.
Jelas sekali, kalau dia juga tidak sendirian sekarang.
"Apa yang harus kau depresikan?" Ranta meraih dada Haruhiro, atau lebih tepatnya, jubahnya. “Bisakkah kau berhenti saja memimpin party menyedihkan ini, tolol? Jika kau terus bertingkah seperti itu, maka para pecundang ini juga akan tetap seperti ini selamanya. Aku mengatakan, jika kau akan terus seperti ini, maka akan lebih baik bagiku untuk menyeret kalian semua di punggung ku. Punya masalah dengan itu?"

"Masalah..."
"Hah? Yah, aku tidak lemah lembut, dan bukan pula pria yang baik, sepertimu. Tetapi tetap saja. Aku tak akan berhenti. Aku akan terus maju. Selagi aku masih hidup. Bagaimana denganmu?"
Ranta jelas-jelas bukan lah pria yang lemah lembut, juga bukan pria yang baik.
Kau itu pemimpinnya, kan? Lalu bagaimana kalau kau lakukan peran sialanmu itu? Jika kau tidak mampu, maka kau gagal. Sudah waktunya bagimu untuk berhenti. Pastinya itu lah yang coba Ranta katakan. Itu adalah argumen yang masuk akal.
Tapi Haruhiro juga manusia. Meskipun dia mungkin, bukan mungkin, tapi pasti manusia yang biasa -biasa saja. Ada saat-saat sulit baginya. Ketika dia kesusahan, normal saja baginya untuk ingin bersikap seperti ini. Tidak bisakah dia melakukan itu? Apakah dia harus berpura-pura menjadi kuat sepanjang waktu?
Betul sekali, Ranta menekannya. Jika kau tak bisa lakukan itu, dan tak bisa membawa semua orang di punggungmu, maka kau bisa mundur saja.
Karena aku akan melakukannya untukmu.
“...Kau sangat menyebalkan untuk dihadapi, bung.”
"Apa? Kenapa tiba-tiba jadi gini?!”
Ranta bukanlah pria yang baik.
Apakah itu benar?
Dia tidak lemah lembut. Tapi Ranta memang memikirkan rekan-rekannya dengan caranya sendiri.
"Apa kau selalu seperti ini?"
“S-Seperti apa?!”
"Apakah aku hanya... selalu gagal memahamimu?"
“Hahhhhh?!” Ranta mendorong Haruhiro menjauh. “K-K-Kau membuatku jijik, bung! A-A-Apa kau kehilangan akal sehatmu?! Yah, kau sudah gila dari awal sih, tapi tetap saja…”
“Aku tak butuh perhatianmu,” kata Haruhiro dengan senyum kecil yang disengaja. Ketika dia memikirkan bagaimana perasaan Setora sekarang, bahkan senyum tipis itu membuat dadanya sakit. Tetap saja, dia tidak bisa berkubang dalam kekalahan dan tenggelam dalam keadaan depresi seperti ini terus. Biasa-biasa saja atau tidak, Haruhiro adalah pemimpin mereka.
Aku ingin menjadi seorang pemimpin.
Haruhiro punya cukup alasan untuk berpikir seperti itu.
Dia tidak sendirian. Dia tak pernah sendirian. Tidak sebelum dia kehilangan ingatannya, dan tidak juga sejak kehilangan ingatannya. Haruhiro tidak diisolasi.
Itu lah yang membuatnya masih bisa bertahan sampai hari ini.
Karena dia punya rekan.
Jika dia bisa meminjamkan mereka sedikit kekuatan dengan memenuhi perannya sebagai pemimpin, maka dia akan lakukan itu.
“Ranta.”
“A-Apa?!”
“Aku tak berniat untuk membiarkanmu menggantikanku. Setidaknya, tidak selagi aku masih hidup."
“...Jangan tambahkan hal negatif di bagian terakhir itu!”
“Aku harus mempertimbangkan kemungkinan itu. Jika sesuatu terjadi padaku, jaga lah semua orang untukku. Tampaknya kau cukup gigih. Aku tak bisa membayangkan kalau kau menendang ember* sebelum aku.”
(Mati Intinya)
"Benar sekali! Suatu hari nanti, aku berniat untuk menjadi abadi dan menaklukkan dunia!"
“Itu rencana yang...” Gumam Kuzaku di barengi tawa spontan, lalu buru-buru menutup mulutnya, dan melirik ke arah Setora dari samping.
Setora sedang menatap Haruhiro. Dia mengangguk sedikit. Aku mengerti. Aku akan baik-baik saja. Itulah yang coba dia katakan padanya.
Dia mungkin tidak baik-baik saja. Bagaimana bisa dia baik-baik saja? Tapi Setora tidak ingin dia mengkhawatirkannya. Penyesalan dan ratapan tak akan membantu, tapi dia masih tak bisa menahan kesedihan dan perasaan hampa yang menyerangnya. Itu pasti membuatnya lebih frustrasi daripada siapa pun yang ada di sini. Ketika Haruhiro mengangguk kembali, sudut bibir Setora sedikit terangkat. Bel mulai berbunyi.
“Sudah siang, ya?” Yume menengadah ke langit.
Sebelum diserang oleh Ekspedisi Selatan, lonceng di Altana selalu berbunyi tiap dua jam sekali, dari jam enam pagi, sampai jam enam di malam hari. Sekarang Setelah Pasukan Ekspedisi Jin Mogis menjadi Tentara Perbatasan dan dia telah menjadi Komandannya, lonceng itu telah di ambil kembali.
"Sudah waktunya," kata Merry.
Jika semuanya memang berjalan sesuai rencana, maka seharusnya sekarang Jin Mogis dan Mogado Gwagajin sedang bertemu di suatu lokasi dalam Kota Tua Damuro. Akan ada aliansi antara Tentara Perbatasan dan ras goblin di sana.
"Apa langkah dia selanjutnya?" Ranta sedang mencoba untuk membuatnya berpikir ke depan. Dampak terhadap perlakuan itu, adalah memberikan tekanan pada Haruhiro. Rasanya seperti pantat dia sedang ditendang berulang kali yang membuatnya sulit untuk rileks. Tapi itu mungkin bagus. Dibandingkan dengan situasi yang biasa mereka hadapi, Haruhiro terlalu biasa dalam mengahadapi nya. Dia perlu memasukkan dua, atau bahkan tiga kali lebih banyak usaha yang harus dia lakukan dibanding dengan yang lainnya jika dia ingin menuju ke tujuan mana pun itu. Dia tidak benar-benar menginginkan itu, tapi dengan Ranta yang berada di pantatnya, maka dia tidak punya pilihan lain. Mungkin itu lah yang terbaik.
"Selanjutnya adalah... Mt. Grief, kurasa?"
“Kalau memang begitu, maka kita—” Ranta mulai berbicara, lalu menutup mulutnya.
Yume melihat ke alun-alun di depan Menara Tenboro.
"Itu Orion," katanya.
"Hah?" Haruhiro mengikuti pandangan Yume. Ada barisan orang berjubah putih sedang berjalan melewati alun-alun. Pastinya ada lebih dari dua puluh jumlahnya. Pria yang merupakan kepala kelompok itu mengangkat tangannya untuk melambai pada mereka.
“...Shinohara-san.”
Untuk sesaat, Haruhiro bingung.
Shinohara telah membawa Orion ke Menara Tenboro sementara Mogis pergi. Bagaimana dia harus menafsirkan tindakannya itu? Shinohara adalah tokoh sentral di Korps Tentara Sukarelawan. Ranta dan Yume juga telah bersama mereka sampai kemarin. Kurang lebih Shinohara tahu tentang situasi saat ini. Korps Tentara Sukarelawan dan Tentara Perbatasan tidak saling bermusuhan untuk saat ini. Mereka sedang bekerja sama. Itu berarti Shinohara, pasti-nya, bukan lah musuh. Seharusnya dia menjadi sekutu yang bisa dipercaya.
Namun, Haruhiro merasakan kegelisahan yang samar-samar.
Shinohara dan orang-orangnya berhenti di depan gerbang utama.
"Hayashi..." gumam Merry.
"Ya," salah satu pria dari Orion menjawabnya dengan suara rendah. Dia pasti mantan rekan Merry, Hayashi.
Shinohara menatap mereka masing-masing.
"Aku bisa tahu kalau kau mengambil tindakan, dan gagal."
“Kami mengalami situasi yang tak terduga,” kata Ranta dengan cemberut, dan berbalik untuk berpaling. “Bajingan itu mempunyai relik. Benda itu sungguh konyol.”
Ketika mereka mendengar kata 'relik', pria dan wanita Orion mulai membuat keributan tentang hal itu.
"Oh, ya?" Shinohara tampak tenang. Apakah itu terdengar terlalu mengada-ada? "Relik, ya. Dia juga mendapatkan kekuatan kalau memang benar begitu. Namun kita harus bekerja sama dengannya untuk saat ini. ”
“Um.”
Ketika Haruhiro mulai menyapanya, ada senyuman sesaat di wajahnya.
Kemungkinan besar, Shinohara mulai tersenyum, lalu berhenti di tengah jalan.
"Apa?"
“...Eh, yah. Apa yang sedang kau lakukan di sini? Jin Mogis sedang bertemu dengan Mogado Gwagajin. Kami lah satu-satunya yang berada di Menara Tenboro. Mengapa ada begitu banyak dari kalian di sini?”
“Kami berpikir untuk menunggu dia kembali, dan merayakan gelar barunya.” Shinohara memasang senyum kali ini. “Sudah jelas, perayaan kita akan hal itu bukannya tanpa syarat, dan tidak sepenuh hati. Kami tahu situasimu. Aku tidak menyalahkanmu karena mengambil tindakan. Jika aku berada di posisimu, mungkin aku akan melakukan sama. Aku berharap kau berkonsultasi denganku terlebih dahulu tentang itu, tetapi bukannya aku berada di dekatmu, jadi wajar saja kau tidak melakukan itu. Apapun itu…” Shinohara meletakkan tangannya di bahu Haruhiro. "Aku senang kau masih hidup, dan aku bisa bertemu denganmu."
“Yah...” Haruhiro melirik ke arah Setora. Dia menurunkan matanya dengan ekspresi termenung di wajahnya. “...Jadi, kau hanya akan memberi salam pada Mogis? Tidak bisakah kau melakukan itu sendiri, Shinohara-san?”
“Jika Tentara Perbatasan dan para goblin beraliansi, itu akan membuka jalan terhadap penyerangan Mt. Grief. Itu memungkinkan untuk membentuk sebuah serangan gabungan oleh Korps Tentara Sukarelawan dan Tentara Perbatasan."
"Kau yang mengajukan permintaan itu?"
“Aku merasa kalau kita perlu berbuat lebih banyak untuk bisa dekat dengan Tentara Perbatasan. Aku berharap kau lah yang akan menjadi jembatannya, tapi tampaknya aku terlalu melebih-lebihkanmu.”
Shinohara melepaskan bahu Haruhiro, lalu memegangnya lagi.
“Karena itu, aku membuatmu kesakitan sebagai hasilnya. Aku menyesali itu.”
“Itu, yah...”
Apa-apaan perasaan sedikit dingin yang dia rasakan ini? Sekarang setelah dia memikirkannya, mungkin ini adalah pertama kalinya dia sedekat ini dengan Shinohara. Shinohara terus tersenyum samar. Mengapa? Apakah itu benar-benar sebuah senyuman?
Shinohara mengarahkan pandangannya pada Haruhiro. Dia melihat bayangan dirinya di mata irisnya yang agak pucat.
Tapi, entah kenapa, dia merasa tidak dilihat.
“Kami dari Orion akan meminta agar Komandan Mogis menerima kami di Tentara Perbatasan.” Shinohara masih memasang senyum di wajahnya.
Tapi itu hanya lah senyum palsu, kan?
Pria ini tidak tersenyum.
“Sang Komandan tidak akan menolak kami, aku yakin akan hal itu. Kami akan bekerja bersama mulai sekarang denganmu. Itu akan menyenangkan, Haruhiro.”
Komentar
Posting Komentar