"Maaf."
Ketika si wanita jangkung, Mimori, berlutut di depannya sambil menundukkan kepalanya dengan gerakan meminta maaf, itu membuat Haruhiro merasa bahwa dia lah yang telah melakukan sesuatu yang salah. Dan hal tersebut membuatnya tak enak.
“...Erm, kau tak perlu minta maaf. Lagian, kau tidak melakukan sesuatu yang benar-benar kasar... Uh, mungkin aku sedikit basah, tapi itu aja kok…”
"Maaf," ulang Mimori lagi yang masih tidak mengangkat kepalanya.
“Bung, masalahmu ini benar-benar…” Ranta menyikut tulang rusuk Haruhiro. “Kau mengerikan. Membuat wanita keren sepertinya membungkuk di depanmu. Kau emang iblis sejati yang sungguh mirip seonggok sampah, dan juga seorang bajingan.”
Mimori mendongak untuk menatap Ranta.
“Haruhiro bukan sampah. Kau lah yang sampah. Kau lah satu-satunya sampah yang pernah ada.”
"Kasar sekali!"
"Tapi benar," tambah Kuzaku pelan.
"Kenapa kau...!"
Ranta berlari ke arah Kuzaku sambil mengayunkan lengannya. Segera setelah itu, Kuzaku meletakkan tangan kanan di kepala Ranta. Mengingat tinggi badan Kuzaku, maka tentu saja dia punya lengan yang lebih panjang, jadi tinju Ranta tak bisa menjangkaunya.
“Dasar keledai! Brengsek! Sialan!"
“Wow, sungguh rutinitas komedi yang kekanak-kanakan banget, ya! Aku juga pengen ikutan! Aku juga! Aku juga!"
Kikkawa si kelewat santai — yang merupakan seorang warrior yang tampaknya mendaftar pada saat yang sama dengan Haruhiro dan yang lainnya — juga mulai mencoba untuk memukul Kuzaku tanpa alasan yang jelas.
"Apa-apaan ini?!" Terlepas dari ketekejutannya akan hal itu, Kuzaku juga memegang kepala Kikkawa. Jadi Tinju Kikkawa tak bisa menjangkaunya.
"Ambil itu! Dan itu! Yey, yeah! Yeay! Whoa, bung, ini beneran menyenangkan!”
"Ha ha ha!" Tokimune si paladin melihat mereka yang sedang melakukan itu dengan senyuman ramah.
“Heh...” Di belakang Tokimune, orang aneh yang memakai penutup mata dan berkuncir kuda, Inui, tertawa, tapi itu tak enak didengar. “Gwa ha ha ha ha ha!”
“Cukup lah minta maafnya Mimorin, yeah.”
Anna-san yang mungil, seperti yang bisa kau lihat dari jubah putihnya, dia adalah seorang priest.
“Sekarang, berdiri lah! Stand Up! ”
Anna-san memeluk Mimori dari belakang dan mencoba menariknya berdiri.
“Sebagai permulaan, nothing alasan kamu harus ngebungkus.”
"Ini kulakukan untuk menunjukkan penyesalanku." Mimori masih dengan keras kepala menolak untuk bangkit. “Aku siap untuk terus ngebungkuk sampai Haruhiro memaafkanku.”
Eh, seharusnya itu adalah ngebungkuk, bukan ngebungkus, pikir Haruhiro. Bukannya itu penting juga sih.
“...Uh, tak ada yang perlu kau sesali.”
“Yang merupakan faktanya disini itu, kau lah orang yang harus meminta maaf, yeah! Haruhirooo!” Anna-san menangis saat dia mati-matian mencoba mengangkat Mimori sambil menuduh Haruhiro. Sejujurnya, pada titik ini, tak ada satupun dari semua ini yang penting lagi baginya.
"...Maaf."
“Kamu gak perlu minta maaf, Haruhiro,” Mimori bersikeras. Haruhiro setuju, tapi percakapan ini tak akan maju-maju jika dia tidak melakukan ini.
"Aku sudah mengerti." Si priest berkacamata, Tada, mengarahkan palu perangnya ke arah mereka. “Aku akan menghajarnya sampai babak belur. Jadi itu akan menyelesaikan semua ini.”
"...Kecuali kalo aku mati?"
"Kalo emang kejadian, masalahnya masih akan terselesaikan, ya kan?"
“...Ada apa sih dengan kalian?”
“Ayolah untuk sekarang, jangan kayak gitu dong,” kata Tokimune sambil melingkarkan lengannya ke bahu Haruhiro. “Semua orang sangat senang melihat kalian, lho. Kau setuju, kan?"
Gak lah, mengedipkan mata padaku seperti itu tak akan memperbaiki ini.
“Bukankah cara mereka memilih untuk mengekspresikannya sedikit terlalu unik?”
“Ya, kami aslinya seperti itu. Orang-orang selalu memberi tahu kami tentang hal tersebut.”
“Aku gak yakin kalau kita berada di halaman yang sama di sini...”
“Jujur saja, itu hampir menakutkan betapa kami memang seperti itu ,” balas Tokimune. “Sulit di percaya bahwa kalian emang telah kehilangan ingatan lagi.”
“Itu karena kalian terus melakukan hal-hal yang entah kita suka atau tidak seperti ini…”
"Hentikan itu," Tokimune mengacak-acak rambut Haruhiro. “Memalukan lho, ketika kau sangat memuji kami seperti itu. ”
"Oke, cukup sudah omong kosongnya," kata seorang pria berambut perak dari jarak yang cukup dekat dengan mereka.
Renji. Seharusnya dia mendaftar pada saat yang sama dengan Haruhiro dan yang lainnya. Namun, sulit untuk mempercayai hal itu. Dia punya sikap yang kelewat tenang dan keren. Dia punya wajah yang menakutkan dan fisik yang mengesankan. Adapun perlengkapannya, Haruhiro tak tahu apa semua perlengkapannya itu, tapi terlihat sangat mengesankan.
Kebetulan, anggota kelompok Renji lainnya — si warrior cepak yang cerewet, Ron; si Mage berkacamata, Adachi; dan si priest kecil, Chibi-chan — semuanya juga mendaftar pada saat yang sama dengan Haruhiro.
Renji dan partynya telah tiba di reruntuhan Pos Lonesome Outfield beberapa saat setelah geng aneh Tokimune, Tokkis tiba.
Setelah tibanya party Haruhiro yang beranggotakan enam orang dan sepuluh anggota Orion, termasuk Kimura dan Shinohara dari Tentara Perbatasan, serta enam anggota Tokkis dan empat anggota Tim Renji dari Korps Tentara Sukarelawan, dua puluh enam anggota detasemen* ini akan mengambil Mt. Grief dan sekarang berkumpul di Reruntuhan Pos Lonesome Outfield sesuai jadwal.
(Pasukan yang dikirim dalam misi terpisah)
"Benar juga!" Kikkawa, yang telah bermain-main dengan meninju Kuzaku bersama Ranta, langsung menghentikan apa yang dia lakukan dan bersembunyi di belakang Tokimune. “Ya, aku juga mulai berpikir kayak gitu. Itu dah mulai membosankan. Aku juga berpikir sudah waktunya untuk berhenti... Renji itu menakutkan, kau tahu? Jauh lebih menakutkan dari yang harus dimiliki orang normal. Dia terlalu menakutkan…”
“Heh!” Ranta juga berhenti memukuli Kuzaku yang hasilnya sia-sia, tapi dia berbalik ke arah Renji dan membusungkan dadanya. “Kau sangat percaya diri, ya? Aku katakan kalau ini belum ada cukup banyak omong kosong. Jika menurutmu ada, maka beri lah pada kami omong kosongmu yang berkualitas itu! ”
"... Bagaimana itu bisa jadi masuk akal?"
"Oh, diamlah. Jangan ikut campur, Parupiro!”
"Lututmu gemetar, bung..."
"G-G-G-Gak kok, lututku gak gemetaran!"
Ranta mengangkat bahunya dan melengkungkan punggungnya serta mencoba memasang wajah berani. Tapi bagian bawahnya gemetaran. Kakinya gemetaran, dan lututnya saling bertubrukan.
"Kita akan segera berangkat." Renji bahkan tidak melirik Ranta. "Istirahat lah."
“...Y-Ya Pak,” jawab Ranta dengan suara bergetar.
“Cepet banget jawabnya...” Kuzaku menatap Ranta dengan dingin. Tapi dia menjaga suaranya tetap rendah. Benar-benar rendah.
“...Pria itu sangat mengintimidasi! Jika kau pikir bisa melakukan yang lebih baik dariku, maka coba lah berkelahi dengannya.”
“Gak mungkin, bung. Dia menakutkan…”
"Lihat, kau juga takut padanya!"
"Gak mungkin kalau pria itu bukan lah seorang gangster dulunya."
“Pahami lah ini, Renji memang seperti itu sejak awal, oke? Dia tak melakukan apa pun, tak tahu apa pun selain namanya sendiri, tapi dia masih begitu percaya diri. Aku gak ngerti kok bisa gitu..."
“Meski kamu mengatakan itu, tapi Renji juga punya masalah lho,” sela Yume. “...Contohnya masalah Sassa.”
“Ngh…” Ranta mengerang sebelum terdiam. Sebenarnya, dulu Tim Renji berisikan lima anggota. Sassa, seorang thief wanita yang mendaftar pada saat yang sama dengan Haruhiro dan yang lainnya. Artinya dia berada di bidang pekerjaan yang sama dengan Haruhiro dan pastinya juga punya banyak pengalaman.
Tim Renji adalah tim yang menonjol di Korps Tentara Sukarelawan, sementara itu party Haruhiro berada di kasta paling bawah, yang dikenal hanya berburu goblin di Kota Tua Damuro. Apakah itu terlalu berlebihan untuk mengatakan bahwa mereka hidup di dunia yang berbeda? Faktanya adalah, mereka tidak sering berhubungan. Kelihatannya Haruhiro tidak begitu mengenal Sassa.
Tapi ketika dia mendengar ada wanita seperti itu, dan dia sudah pergi sekarang, dengan kata lain, mati, anehnya itu membuatnya sedih.
Dia tidak merasa kalau itu tidak ada hubungan dengannya. Sayangnya, dia tidak mengingat tentang hal ini, kalau partynya sendiri juga pernah kehilangan rekan: Moguzo dan Manato. Selain itu, ada juga Kiichi, meskipun bukan manusia, yang dibunuh oleh Komandan Jin Mogis. Lalu ada Shihoru, yang masih belum ditemukan.
Tanpa instruksi lebih lanjut, detasemen yang terdiri dari dua puluh enam anggota gabungan Tentara Perbatasan dan Korps Tentara Sukarelawan ini mulai mendirikan kamp mereka masing-masing bersama rekan-rekannya sendiri, dan duduk di Reruntuhan Pos Lonesome Outfield.
Matahari terbenam, tetapi karena masih ada pengintai musuh yang mengintai di sekitar Dataran Quickwind, mereka tidak menyalakan api unggun.
“Aku akan tidur. Bangunkan aku jika sudah waktunya.” Ranta berbaring dan mendengkur hampir segera setelah dia menyentuh tanah.
“...Bukankah itu kecepatan?” kata Kuzaku dengan tak percaya, lalu menguap. “Mungkin aku juga akan tidur sekarang...”
"Tentu, lakukan saja," dorong Haruhiro.
Kuzaku memberinya permintaan maaf "Maaf atas masalahnya" sebelum berbaring.
Yume duduk di antara Merry dan Setora sambil bergandengan tangan dengan mereka dan menariknya mendekat. Setelah mereka bertiga berkumpul, Yume membiarkan mereka berada di pelukannya. Dia melakukan yang terbaik untuk membantu mereka ceria. Saat ini, hanya diam dan berpelukan seperti itu mungkin lebih bermanfaat bagi mereka daripada mencoba saling berbicara dengan canggung. Tetap saja, Haruhiro tak akan pernah bisa melakukan hal seperti itu. Itu sudah jelas. Hanya Yume yang bisa. Itu adalah metode yang hanya bisa digunakan Yume. Syukurlah dia ada di sini.
Dia merasakan sesuatu. Seseorang mendekatinya. Renji? Haruhiro menegang.
“Punya waktu?”
Haruhiro hampir menjawab, "Tentu."
Ayolah, aku itu bukan Ranta.
"Ya... aku tidak keberatan."
Dia berdiri dan menjauh dari yang lain. Mengejar punggung Renji. Dia tidak mengingat ini, tapi Renji pasti telah berlari di depan Haruhiro selama ini. Begitu jauh di depan sehingga tidak mungkin baginya untuk mengejar dia. Perbedaan di antara mereka terlalu jauh untuk bisa dia bandingkan. Bagi Haruhiro, Renji adalah seseorang yang berada sangat jauh darinya.
Bahkan tanpa ingatannya, ketika mereka bersama seperti ini, dia bisa tahu dengan pasti kalau itu lah yang terjadi. Renji berhenti di sisi parit. Haruhiro berhenti di sampingnya, tapi dia merasa tak pantas untuk berdiri bahu-membahu dengannya, jadi dia mundur satu langkah ke belakang.
“Seperti apa rasanya? Tak ingat lagi.”
Pertanyaan mendadak itu membuat Haruhiro lengah.
"Hmm... Yah... aneh, kurasa?"
“Kau juga tidak ingat Manato atau Moguzo, kan?”
“...Ya, aku tak ingat.”
"Oh ya?"
Renji mendengus. Apakah dia tertawa? Sepertinya tidak. Sebenarnya pertukaran percakapan macam apa ini? Haruhiro tidak mengerti.
Tapi, entah kenapa, dia merasa bahwa kematian Sassa telah memukul Renji dengan keras.
Ranta mengatakan bahwa Renji telah di penuhi dengan kepercayaan diri sejak hari pertama. Dia juga terus membuktikan bahwa itu memang benar. Ini hanya Imajinasi Haruhiro, kalau kehilangan rekan seperti itu pasti lah menjadi semacam perasaan frustrasi yang belum pernah dialami oleh pria seperti Renji sebelumnya.
Tapi ini bukan lah situasi di mana dia bisa mengatakan, “Maaf atas kehilanganmu,", "Aku turut bela sungkawa atas hal tersebut," atau semacamnya.
“Jadi, Renji…”
"Hah?"
Suara seraknya itu menakutkan. Haruhiro hampir kehilangan nyali untuk bisa mengatakan lebih lanjut lagi, tapi jika dia memang berhenti, sepertinya itu akan membuat Renji marah. Atau mungkin tidak.
“Aku sedang berpikir, uh, kau bisa, entahlah… berbicara dengan rekan-rekanmu lebih banyak... seperti ini, mungkin...?"
Renji tidak mengatakan apa-apa, yang mana itu membuat Haruhiro gelisah. Haruskah dia minta maaf padanya? Apakah itu aneh? Atau mungkin tidak? Yang mana sih yang bener?
“Apa gunanya itu?” kata Renji setelah diam beberapa saat.
“Apa gunanya?” Haruhiro mengusap wajahnya. Apakah Ron, Adachi, dan Chibi-chan tak keberatan ketika Renji bersikap seperti ini terhadap mereka? “Kau bisa memahami mereka lebih baik... dan semua orang bisa berbagi pendapat. Kupikir ada beberapa manfaat dalam hal itu... mungkin...?”
“Kau hanya menipu diri sendiri jika kau pikir sekelompok orang asing bisa saling memahami. Jika kau pikir aku bisa memahami siapa pun itu, maka hal tersebut tak lain hanya lah ilusi semata. Tak ada yang memahami diriku."
“Yah... itu salah satu cara untuk melihat sesuatu, kurasa. Ilusi, ya?... Aku hanya menipu diriku sendiri.... Yah. Agak bener juga sih...”
“Aku memang meminta pendapat mereka. Lagipula, aku tidak terlalu kuat. Ketika aku perlu membuat keputusan, maka semakin banyak informasi semakin bagus.”
"...Oh. Kau tidak terlalu kuat? ”
"Apa yang kau maksud?"
“G-Gak jadi, bukan apa-apa kok...”
“Jelas, aku tidak kuat. Jika memang benar begitu, maka…”
Renji menggelengkan kepalanya dan menghela nafas.
"Haruhiro."
"...Apa?"
"Bagaimana menurutmu?"
"...Hah?"
“Tentang pria itu.”
Renji menunjuk ke suatu arah dengan matanya. Bukan ke arah partynya sendiri atau pun ke party Haruhiro. Mungkin juga tidak ke arah Tokkis.
Renji sedang melihat ke tempat di mana Shinohara dan sepuluh anggota Orion mendirikan kemah.
Oh, jadi begitu, ya. Renji mengatakan dia meminta pendapat orang-orang. Jadi dia meminta pada Haruhiro sekarang. Apa yang dia pikirkan tentang Orion? Bukan itu, Renji hanya mengatakan "pria itu."
Orion mempunyai sejumlah tokoh sentral; sang pemimpin adalah salah satunya. Dan juga si Kimura berkacamata, atau pun rekan lama Merry, Hayashi. Pada saat ini, Hayashi bersama pasukan utama Tentara Perbatasan, dan memimpin sebuah kelompok yang berisikan lebih dari sepuluh anggota Orion lainnya.
Kimura mempunyai kepribadian yang khas dan eksentrik, tapi dia masih lah dalam posisi pemimpin kedua.
Siapa pria yang Renji maksud? Tentu saja, Shinohara.
Tapi Shinohara bertindak sebagai anggota Korps Tentara Sukarelewan. Begitu juga dengan Renji. Jika dibandingkan dengan Haruhiro, seharusnya dia punya lebih banyak kesempatan untuk bertemu dengan Shinohara daripada Haruhiro. Selain itu, tidak seperti Haruhiro, Renji mengingat masa lalu. Harusnya dia tahu lebih banyak tentang Shinohara daripada Haruhiro.
Haruhiro berharap dia bisa menanyakan pertanyaan yang sama padanya. Apa yang Renji pikirkan tentang Shinohara?
Tapi meski Renji ingin dengar pendapat orang lain, mungkin dia tidak melihat nilai apa pun dalam mengungkapkan apa yang dia sendiri pikirkan. Renji baru saja memberi tahu dia tentang pandangan nya. Haruhiro mungkin tidak setuju terhadap pandangannya, tapi hanya dia sendiri yang merasakan itu. Apakah memang dia punya hak untuk memberi tahu Renji bahwa dia salah atau menasihatinya untuk menyesuaikan sikapnya? Mereka bukan teman atau bahkan rekan dalam hal tersebut. Selain itu, apakah Renji memang salah sejak awal? Mungkin tidak.
Dia hanya berbeda dari Haruhiro. Sangat berbeda, Haruhiro merasakan itu. Apakah alasan mereka tidak pernah bisa menjadi teman atau bekerja sama karena mereka begitu berbeda dalam segala hal?
Namun, mereka mendaftar pada waktu yang sama.
Anehnya, meski tidak memiliki ingatan, Haruhiro merasa sulit untuk menganggap Renji hanya sebagai orang asing dan tidak penting yang tak punya hubungan dengannya. Karena alasan apa pun itu, dia memiliki kesan bahwa Renji dapat dipercaya.
Dan menakutkan.
Aku tak akan terdengar seperti Ranta, tapi dia terlalu mengintimidasi.
Renji bukan lah tipe pria yang mengungkapkan perasaannya secara terbuka. Tapi sepertinya dia juga tidak menyimpan rahasia. Dia mungkin tidak sedingin dan tak acuh seperti yang terlihat, dia juga bukan tipe yang akan mengkhianati orang lain. Meski Renji mungkin bertindak sedikit seperti seorang diktator, dia tidak akan berkorban rekan-rekannya untuk keuntungannya sendiri begitu saja. Tim Renji telah berhasil melaluli segala masalah bersama sebagai tim lima orang dalam waktu yang lama. Mengingat Renji, mereka mungkin telah melakukan beberapa hal yang sangat sembrono, tapi tak ada satu pun dari situasi tersebut yang membuat mereka terbunuh. Sampai mereka kehilangan Sassa. Kematian dia sangat menyakitinya. Itu lah bacaan Haruhiro tentang situasinya.
Aku bisa mengandalkan Renji.
Itu lah yang sebagian besar instingnya telah katakan, tapi dia memutuskan untuk mempercayai instingnya itu.
Orang yang tidak bisa dia percayai di sini adalah Shinohara.
“...Aku ingin hal ini hanya kita yang tahu. Karena itu semua perasaan yang samar, dan aku tak yakin akan hal apa pun itu.”
"Aku tak keberatan."
“Kami terbangun di bawah Menara Terlarang dan dalam keadaan hilang ingatan."
“Kudengar Hiyomu juga ada di sana, mencoba memanipulasimu.”
“Hiyomu...sepertinya mengikuti perintah seseorang. Dia memanggilnya Master.”
“Dan master ini bukan lah Jin Mogis?”
"Ya. Itu tidak mungkin. Jadi aku berbicara dengan sang jenderal tentang hal itu, dan dia menggambarkan orang itu sebagai..." Haruhiro menarik napas dalam-dalam, lalu lanjut berbicara dengan sangat jelas. "’Master Menara Terlarang.' Itu lah yang dia katakan.”
"Master Menara Terlarang?" ulang Renji. Dia pasti terkejut. "Siapa itu?"
"Aku tidak tahu. Tapi yang pasti dia mengatakan itu. Dan, 'Aku tak bisa membayangkan kalau Master Menara Terlarang akan mengundang Ekspedisi Selatan.'”
"Ada yang lain?"
“...Di sinilah jadi semakin tidak jelas. Shinohara, dan Hiyomu... aku tidak tahu tentang apa itu, tapi sepertinya mereka tahu banyak hal, lebih dari kau atau aku akan ketahui sebelum aku kehilangan ingatanku…”
“Hal itu tidak terlalu aneh. Pria itu sudah menjadi tentara sukarelawan lebih lama dari kita berdua.”
“Yah, ya juga sih, tapi... tetap saja, kupikir Jin Mogis telah melakukan kontak dengan Master Menara Terlarang melalui Hiyomu. Aku yakin mereka bergandengan tangan di beberapa titik.”
“Dan menurutmu Shinohara terlibat dalam hal itu?”
“Jika memang benar begitu, maka itu menjelaskan bagaimana Orion bisa bergabung dengan Tentara Perbatasan dengan begitu lancar.”
“Jadi sedikit hal tentang dia yang bertindak sebagai penghubung bagi Korps Tentara Sukarelawan di Tentara Perbatasan hanya lah cerita sampul, kalau begitu? ”
“...Kupikir itu mungkin. Bukannya ada bukti nyata juga sih.”
"Ada bukti, katamu." Renji menyentuh bibirnya dengan ibu jari kanannya. “Dia tak akan membiarkan dirinya terbuka begitu saja. Tapi orang-orang membuat kesalahan."
“...Sepertinya dia telah melakukan banyak hal untukku di masa lalu. Dan bahkan lebih untuk Merry.”
“Pria itu populer. Punya banyak koneksi. Banyak orang memiliki pendapat tinggi tentangnya.”
“Jika aku tidak kehilangan ingatanku, mungkin aku tak akan pernah curiga padanya."
“Aku tak pernah menyukai pria itu. Tidak punya alasan nyata untuk itu, tapi kami tak pernah akur.”
"Bagaimanapun juga, kau adalah tipe orang yang sama sekali berbeda darinya."
"Benar sekali."
“Kau sendiri mengakui itu, ya?”
“Aku tak pernah ingin membuat orang menyukaiku.”
Hei, itu kau loh yang sedang dibicarakan di sini.
Bisakah Haruhiro becanda padanya dengan mengatakan itu? Mungkin Renji tak akan menertawakan hal tersebut begitu saja.
“...Menurutmu dia bertindak seperti itu untuk membuat orang lain menyukainya?” Haruhiro bertanya sebagai gantinya.
“Begitulah kelihatannya bagiku.”
"Jadi... dia tak benar-benar seperti itu sifatnya, dan hanya berpura-pura?"
"Matanya."
"Matanya... tidak tersenyum?" Senyumnya tidak terasa nyata bagi Haruhiro. Shinohara tersenyum sangat banyak. Tapi dia tak pernah merasakan apa pun dari senyumannya itu.
"Bukan itu," Renji menggelengkan kepalanya. “Matanya tidak bergerak. Bahkan ketika dia tersenyum, matanya terpaku pada satu titik. Yang berarti, dia sedang mengamati orang lain."
“...Kau memperhatikan orang-orang dengan cermat, ya, Renji.”
“Cuma perhatikan terus saja,” kata Renji, lalu segera berbalik dan berjalan pergi. Gerakannya terasa tidak berbobot, namun masing-masing gerakannya tampak dibuat dengan sengaja.
Haruhiro hanya bisa berpikir, Bahkan pada sesuatu yang sederhana seperti berjalan, dia berada di level yang sama sekali berbeda dariku. Konyol untuk merasa rendah diri. Pikiran itu membuatnya menatap ke langit.
Tiba-tiba, Renji berhenti.
"Bahkan jika kau kehilangan ingatanmu, keterampilanmu tak banyak berkurang."

Berbalik ke arah Haruhiro, dia mengatakan, “Lebih dari itu, aku hampir tidak mengenalimu sekarang. Aku akan mengandalkanmu.”
Haruhiro merasakan wajahnya berkedut. Bagaimana dia harus menanggapi itu? "Terima kasih. Aku akan lakukan yang terbaik"? Apakah itu akan terlalu merendahkan dirinya sendiri?
Pada akhirnya, yang bisa Haruhiro lakukan hanyalah mengangguk. Dia ingin mengatakan sesuatu yang lebih keren, tapi itu berada di luar jangkauannya.
Komentar
Posting Komentar