#2 Perasaan Sebenarnya

Mengapa Haruhiro datang ke Kedai Sherry hanya untuk duduk-duduk? Karena dia ingin sendiri. Kenapa dia ingin sendiri? Mungkin karena dia ingin berpikir lama dan keras tentang beberapa hal. Atau mungkin tidak ada yang ingin dia lakukan. Dia mungkin tidak ingin melakukan apa-apa. Dan untuk itu dia perlu menyendiri. Karena ketika dia bersama rekan-rekannya, dia tidak bisa diam saja sepanjang waktu; pada akhirnya mereka berbicara tentang sesuatu, tapi memikirkannya saja sudah cukup berat.

 

Di benaknya, dia mengerti, bahwa mereka perlu berbicara dengan serius.

 

“Shihoru...”

 

Jika salah satu rekannya terluka—atau bahkan mati—dalam serangan Dark, maka dia akan dituntut terhadap masalah ini. Hasil seperti itu bukannya tidak mungkin.

 

Bagaimanapun juga, Hunter dan Mage Orion terbunuh oleh Dark.

 

Dia tidak berpikir bahwa Shihoru bermaksud menyerang Detasemen. Tujuannya pasti untuk membantu mereka, atau lebih tepatnya membantu operasi merebut kembali Mt. Grief. Tetapi apakah dia berniat untuk begitu berhati-hati agar mencegah kerusakan pada Detasemen? Apakah dia mencoba untuk tidak menyakiti Haruhiro dan yang lainnya? Akan lebih baik jika dia memang begitu, tetapi Shihoru bahkan tidak mengenalinya. Dia tidak mengingatnya. Dia melupakannya.

 

Kemungkinan besar kelompok Shihoru dan Io bergabung dalam operasi merebut Mt. Grief karena perintah Master Menara Terlarang. Karena mereka telah mencapai tujuan mereka, maka mereka pun pergi begitu saja.

 

Kelihatannya Jin Mogis memang bersekutu dengan Master Menara Terlarang. Itulah mengapa Master Menara Terlarang mengirim bala bantuan untuk membantu operasi Mt. Grief. Bala bantuan yang kuat. Jika Shihoru tidak muncul, maka mereka tidak akan bisa membuka gerbang. Operasi itu akan gagal, dan Detasemen mungkin telah dimusnahkan saat ini.

 

Hasilnya pun adalah Shihoru lah yang menyelamatkan mereka.

 

Jadi bukankah mungkin untuk melihatnya dengan cara lain? Shihoru berpura-pura tidak mengenal Haruhiro. Mungkin dia sedang diancam oleh Master Menara Terlarang atau Jin Mogis dan harus menuruti perintah mereka. Itu lah sebabnya dia bertingkah seolah dia lupa, tapi sebenarnya ingat, jadi dia menyelamatkan mereka.

 

Hujan kah, pikir Haruhiro.

 

Pintu-pintu dan jendela-jendelanya terbuka lebar, jadi dia bisa mendengarnya dengan jelas.

 

“Aku tidak bisa membayangkan kalau itu adalah akting... Shihoru tidak mengingatnya. Dia lupa... lagi. Ingatan kami telah dicuri sebelumnya, dan sekarang dia mengalami itu lagi.”

 

“Apa sih yang kau gumamkan? Dasar menjijikan."

 

Si Dark Knight bertopeng melangkah masuk ke kedai dan segera melepaskan jubahnya yang basah kuyup, lalu mulai menggeber-geberkannya. Cara berbicaranya selalu membuat Haruhiro salah jalan.

 

“Bagaimana kau tahu…? Aku tidak pernah bilang akan datang ke sini.”

 

“Kita selalu datang ke sini. Bahkan jika kau tidak mengingatnya, kakimu mengarahkanmu ke sini dengan sendirinya. Begitulah cara kerjanya.”

 

Ranta mengambil salah satu kursi yang terguling dan berjalan ke arah Haruhiro.

 

"Ini meja biasa kita," katanya sambil melemparkan jubahnya ke atas meja, lalu duduk di kursi yang dibawanya dan melepas topengnya. “Tempat duduk biasa kita di sudut yang gelap. Bagaimanapun juga, kita hanya lah orang buangan. Apa kau merasakan sesuatu?”

 

"Gak... Gak sama sekali."

 

“Yah, gak ada gunanya juga mengingat itu semua. Kita cuma mengeluh dan berdebat seperti orang bodoh di sini. Maksudku, kita emang beneran idiot sih. Ini tuh bagian tergelap dalam kenanganku. Aku merasa iri karena kau bisa melupakannya begitu saja.”

 

Saat dia menyilangkan kakinya, dan membungkuk sedikit untuk mengistirahatkan sikunya di atas meja dan kepalanya di atas tangan, Haruhiro menyadari ekspresi di wajah Ranta tidak sesongong biasanya. Apa dia pikir sedang bercanda? Bilang bahwa dia iri pada Haruhiro karena lupa? Ranta pasti mengingat waktu yang mereka habiskan di sini.

 

"Kita semua biasa datang ke sini... bersama?"

 

Haruhiro lah yang merasa iri. Jika dia tidak bisa mengingat apa yang hilang darinya, maka harusnya dia tidak merasakan apa pun, tapi kenapa dadanya terasa sesak?

 

“Seperti dengan Manato…dan Moguzo?”

 

“Ya…” Ranta memiringkan kepalanya ke samping, lalu mendesah. “Gak juga. Kegiatan itu dimulai setelah Manato meninggal. Kita hanya mengenalnya sebentar. Moguzo, dia sering datang ke sini bersama kita.”

 

"Oh ya?"

 

“Aku, dan kau... Kita biasa berdebat, kemudian Moguzo akan menghentikan kami. Jika dia masih hidup, kuyakin dia akan jadi seorang Warrior yang luar biasa sekarang. Tapi yah, memangnya apa yang bisa kita lakukan? Hidup itu seperti lemparan dadu…”

 

"Ya. Dia terlempar…”

 

"Apa? Coba becanda denganku?"

 

“Tidak...”

 

“Apa? Kau bahkan gak bisa bercanda? Astaga, kau emang gak punya selera humor.”

 

“Aku tahu kalau aku tak punya selera humor. Aku berani bertaruh memang selalu begitu. ”

 

"Dari hari pertama, itu emang gak pernah berubah.”

 

“Ya, ya …”

 

“Dan aku juga...”

 

Ranta menatap meja dengan diam beberapa saat. Akhirnya, dia membuka mulutnya untuk berbicara lagi.

 

“Aku telah melakukan banyak hal yang bodoh. Aku tak bisa memperbaiki masa lalu. Bahkan jika aku bisa melupakannya seperti kalian. Fakta tidak akan berubah. Orang-orang yang direbut dari kita tidak akan kembali.”

 

Haruhiro tidak mengangguk, juga tidak mengatakan apa-apa sebagai tanggapan.

 

Dia harus menerima fakta, tak peduli apakah tentang hal yang dia lupakan atau ingat. Dia tidak bisa membuatnya seperti tidak pernah terjadi, juga tidak bisa merubahnya, tapi dia harus menerimanya.

 

“Jadi, dengarkan aku…”

 

“Hm?”

 

“Aku mencintai Yume.”

 

"Hm... Huh?"

 

Haruhiro menatap Ranta.

 

Ranta mengalihkan pandangannya dengan canggung.

 

Aku mungkin tidak salah dengar. Yah, bukannya kaget juga sih. Siapapun bisa tahu itu. Aku saja bisa tahu. Tapi aku gak pernah menyangka Ranta akan mengatakannya dengan langsung.

 

"Apa kau... sudah mengatakan itu padanya secara langsung?"

 

"Mana mungkin lah, tolol." Ranta meraba-raba seluruh wajahnya. Bahkan jika dia hanya berusaha menyembunyikan rasa malunya, itu terlalu berlebihan. “Dengar, bung… Tidak seperti yang kau pikirkan. Ketika aku bilang... cinta Yume. Bukannya aku ingin melakukan apapun yang aneh padanya. Tidak tidak, meski tidak sepenuhnya benar, tapi—”

 

“Jadi kau emang pengen kalau begitu...”

 

“Tentu aja lah! Kau pikir aku ini siapa, hah!?”

 

"Emagnya kau pengen aku pikir kamu siapa?"

 

“Aku ini Ranta yang Agung, mengerti? Tapi yah, sejauh menyangkut dia... Agh..."

 

Ranta berdeham. Dia diam saja untuk waktu yang lama, lalu akhirnya bergumam, “Hanya saja… aku cuma pengen dia bahagia, kurasa? Dia mencintai rekan-rekannya dan teman-temannya. Ketika kita tersenyum, maka dia juga bisa tersenyum. Itu lah sebabnya dia mencoba untuk menjadi lebih kuat. Dan dia benar-benar berhasil melakukannya. Jangan bilang padanya kalau aku bilang ini semua, oke? Kurasa dia luar biasa. Meski dia agak bebal, tapi dia wanita yang badass. Aku ingin... Aku ingin dia selalu bisa tersenyum. Aku ingin membuatnya tersenyum... oleh diriku sendiri.”

 

"Cintamu terasa lebih... murni daripada romantis, kurasa."

 

“Hey bung, apa kau bisa dengar dirimu bilang itu? Gak tahu malu, ya?”

 

"Kupikir hal-hal yang barusan kau katakan jauh lebih memalukan ..."

Tags: Anime, Shiranori, Hai to Gensou no Grimgar, Ranta (Hai to Gensou no Grimgar), Novel Illustration, Official Art

“Kau gak perlu beritahu juga aku tahu, sialan!”

 

Telinganya merah padam. Haruhiro memutuskan untuk tidak menggodanya lebih lanjut. Sebut saja itu belas kasihan seorang warrior. Bukan berarti Haruhiro adalah seorang warrior. Dia hanya lah thief rendahan.

 

Mendengarnya saja sudah memalukan, tapi Haruhiro benar-benar terkesan.

 

Ranta. Dia begitu mencintai Yume. Dia mencintainya seperti itu. Dengan sungguh-sungguh dari lubuk hatinya.

 

“Intinya…” Ranta menyilangkan tangannya, dan melihat ke samping. “Shihoru adalah rekan kita, dan yang lebih penting lagi, dia adalah teman Yume. Bukannya dia akan mengatakan itu sekarang. Mereka berdua perempuan, dan mungkin juga memiliki semacam ikatan persaudaraan.”

 

"Jadi, demi Yume... kau ingin—"

 

"Ya, kau ngerti juga."

 

"Oh..."

 

Haruhiro begitu ingin mengatakannya, bahwa Shihoru tidak mengingat satupun dari mereka, dan ingatannya telah terhapus lagi.

 

“Kau pengen pulang, kan?”

 

Itulah yang Io katakan pada Shihoru saat itu. Pulang ke rumah. Apa artinya itu? Pulang kemana? Apa dia punya rumah untuk kembali? Haruhiro tidak tahu, tapi Shihoru sama seperti party Io, mereka bekerja pada Master Menara Terlarang.

 

“Dia masih hidup,” kata Ranta sambil tersenyum tipis. Senyumnya terlihat dipaksakan, tetapi itu juga cocok untuknya. “Shihoru masih hidup. Setidaknya itu bagus, bukan?”

 

Haruhiro menutup matanya. Bahunya sangat tegang tanpa dia sadari, tetapi ketegangan itu memudar sekarang. Dia juga jadi bisa bernapas lebih lega.

 

Untuk sesaat, terlintas seorang bayangan raksasa yang tampak lembut, dan sedang memegang cangkir sambil melihat mereka dengan senyuman yang sedikit bermasalah, di penglihatan Haruhiro.

 

Siapa itu?

 

Tidak.

 

Haruhiro tahu. Dia tidak mengingatnya, tapi dia kenal pria itu.

 

Moguzo.

 

“Bukannya bagus?”

 

Dia bahkan merasa bisa mendengar suaranya.

 

“Shihoru-san baik-baik saja. Itu cukup. Bukankah kamu juga berpikir begitu, Haruhiro-kun?”

 

"Ya, kau benar..."

 

Haruhiro membuka matanya. Apakah pria itu benar-benar Moguzo? Apakah itu wajah Moguzo? Apakah itu suaranya? Apakah dia berbicara seperti itu? Haruhiro tidak tahu. Moguzo sudah mati. Masa lalu di mana Moguzo meninggal adalah bagian dari alasan Haruhiro bisa menjadi dirinya yang sekarang. Tapi tetap saja, dia berharap Moguzo bisa ada di sini.

 

Hari di mana dia harus memikirkan Shihoru dengan cara yang sama masih belum tiba.

 

"Kita akan bergerak maju."

 

“Dan juga dengan kecepatan sangat tinggi! Kau sebaiknya bisa mengikuti, bung, karena aku sangat lah cepat.”

 

"Jika kau terjatuh, aku akan meninggalkanmu."

 

“Jangan lupa kalau kau mengatakan itu! Hidup ini selalu coba buat kita terjatuh, tapi bahkan ketika dia terjatuh, Ranta yang hebat ini tidak akan bangkit kembali tanpa sesuatu untuk ditunjukkan!”

 

Aku senang kau ada di sini, bung.

 

Haruhiro hanya memikirkannya. Itu adalah salah satu hal yang, tak peduli bagaimana perasaan dia yang sebenarnya, tak akan pernah bisa dia paksakan dirinya untuk mengatakannya dengan lantang.

Komentar