Bab 10: Kebohongan dan Kebenaran

Dia tidak meremehkan betapa sulitnya situasi akan melaju. Orion telah dipaksa mundur di sini dua kali. Jadi pastinya tidak akan mudah. Dia sudah siap untuk itu.

 

Ketika para Spiny terus berdatangan ke Ruang Depan, anggota Detasemen pun langsung mulai mengurusi mereka dengan teratur, dan tanpa panik, setidaknya di awal. Renji, Tada, dan Matsuyagi si Warrior raksasa Orion sungguh luar biasa. Karena ketiganya yang ada di garis depan, Detasemen itu berhasil mendorong nyaris ke Ruang Tengah. Ketika mereka bertiga mulai terlihat lelah karena menyerang Spiny, Shinohara, Tokimune, Ron, dan Kuzaku yang awalnya bertindak sebagai peran pendukung semata melangkah ke garis depan. Kedua kelompok itu bergiliran menjaga garis depan, sedangkan yang lain, seperti Ranta, Yume, Haruhiro, Setora, Kikkawa, Mimorin, dan anggota Orion lainnya hanya mengisi celah yang muncul. Merry, Kimura, dan Chibi-chan adalah Priest. Anna-san juga seorang Priest, tapi dia bertugas untuk menyemangati Kelompok ini dan memberikan dorongan.

 

Segala hal berjalan sangat mulus pada awalnya. Kesananya pasti akan menjadi semakin sulit, dan memang tidak bisa disalahkan. Hal itu sudah bisa diduga. Haruhiro telah mempersiapkan dirinya untuk itu, tetapi ketika dia telah menghancurkan tiga Spiny dengan palu perangnya, lengannya sudah terasa mati rasa saja. Setelah dia menghancurkan yang keenam, dia merasa kekutannya mulai melemah. Haruhiro sadar bahwa dia berkeringat sangat banyak, jadi dia mundur ke tempat Merry dan yang lain berada. Ranta juga ada di sana, bahunya naik turun dengan napas terengah-engah.

 

Merry mengatakan kepadanya, “Kalau tubuhmu terasa sakit, beritahu aku. Misalnya bahu atau siku. Aku bisa menyembuhkannya.” Jadi dia pun melantunkan sihir Cure padanya. Hal itu tidak akan menyebabkan apa pun terhadap keringatnya, tetapi rasa sakit di persendiannya sedikit mengurang.

 

“Waktunya balik lagi, Ranta.”

 

"Oh, diam lah, kau sampah."

 

"Kau dah nyerah?"

 

“Menyerah matamu, bajingan! Dasar sampah gak guna.”

 

Ranta kembali ke garis depan sambil mengeluh tentang kegiatan ini bukan lah tantangan baginya, atau hal ini hanya membuang-buang waktunya, dan banyak lagi. Di sisi lain, Haruhiro tidak terlalu keberatan dengan tugas sederhana dan berulang seperti ini. Bahkan ketika dia berdiri di samping Ranta sambil menghantam para Spiny, rasanya tidak buruk juga, tetapi lengannya cepat lelah. Keringatnya tak bisa ditahan. Dia selalu khawatir tentang Kuzaku dan Setora, dan samar-samar mengetahui bagaimana keadaan mereka. Namun, sulit untuk mengetahui lebih dari itu. Ketika dia maju ke garis depan, dia tidak bisa membiarkan pikriannya teralihkan oleh orang lain kecuali hal umum seperti, Oh, mereka mundur. Kelihatannya mereka bertukar tempat dengan orang lain.

 

Ketika dia mundur untuk ketiga kalinya, dia berpikir, aku tidak ingin melakukan itu lagi, dan dia bersungguh-sungguh ketika memikirkannya.

 

“Haru? Kalau cuma sebentar, aku bisa—” Merry mulai bicara.

 

Haruhiro langsung membalasnya dengan, “Gak, gak, gak! Aku gak apa-apa, beneran gak papa!" Haruhiro masih belum mencapai batasnya. Tapi sulit untuk mengetahui kapan situasi ini akan berakhir. Jumlah para Spiny terlihat seolah-olah tanpa batas, dan mereka berdatangan dari lorong-lorong samping Ruang Tengah dan lorong-lorong di belakang Ruang belakang. Jika Renji dan yang lain serius, maka kemungkinan besar mereka bisa masuk ke ruangan berikutnya. Tapi mereka tidak melakukan itu. Bukannya mereka tidak bisa. Kelihatannya lebih mungkin untuk mengatakan bahwa mereka berpikir itu tidak akan membantu. Maju pun tidak akan mengubah situasi diserang Spiny. Tidak ada yang bisa mereka lakukan selain menghancurkan para Spiny.

 

Berapa lama mereka harus terus melakukan ini?

Shinohara menduga bahwa Raja Lich menggunakan semacam kekuatan relik untuk menciptakan berbagai macam musuh di Makam. Jika teorinya benar, bukankah itu juga termasuk para Spiny ini? Raja Lich menggunakan batu atau apa pun untuk menghasilkan lebih banyak dan lebih banyak Spiny, lalu mengirimnya untuk menghentikan invasi Detasemen ini. Masalahnya adalah, apakah hal itu terus diciptakan tanpa batas?

 

Ada kemungkinan bahwa para Spiny ini terus diciptakan tanpa batas waktu.

 

Tapi, seharusnya tidak begitu. Segala sesuatu memiliki batas. Tidak ada yang tak terbatas. Itu tidak mungkin. Mustahil.

 

Tapi tetap saja, kapan ini akan berakhir?

 

Tidak ada orang di sini yang berani mengucapkan pemikiran itu. Jika mereka mengatakannya, maka selesai sudah. Semua orang pasti merasakan itu. Jika tekad mereka goyah, maka tidak akan bisa di pulihkan.

 

“Tada, mundur lah! Aku akan menggantikanmu! Kikkawa, kau juga bertukar lah dengan Mimorin!” Suara Tokimune tetap riang dan ceria seperti biasa. “Waktunya untuk bersegar! Minum lah sedikit! Hal itu akan membuatmu merasa lebih baik! Ada yang mau main game sambung kata?! Gak ada, ya? Ha ha ha!"

 

Menakutkan. Bagaimana dia bisa begitu ceria? Terkadang hal itu membuatnya takut, tetapi hal itu tetap saja sangat membantu mood mereka. Renji, yang kembali lagi dengan keadaan sepenuhnya segar setelah mundur, adalah kontributor utama. Tak peduli sebetapa pesimisnya Haruhiro, dia masih bisa berpikir, Ini akan baik-baik saja, karena ada Renji di sini. Semangatnya terus menurun, tetapi tidak pernah sampai ke titik terendah. Meskipun Haruhiro berputus asa, tapi ada Renji di sini, jadi pada akhirnya, semua ini akan bisa dilalui. Renji pasti akan melakukan sesuatu.

 

Haruhiro tidak punya harapan. Dia memang begitu, setidaknya untuk kali ini. Kakinya begitu goyah sampai-sampai dia sendiri hampir tidak bisa menahan pijakannya. Ada palu di tangannya, tapi dia tidak bisa merasakan lengannya. Tunggu dulu, apakah dia bahkan masih memiliki lengan? Dia tidak kehilangan lengannya, kan? Bagaimana Haruhiro bisa memegang palu perangnya? Yang ada, rasanya seperti palu perang itu adalah lengannya. Lengannya terluka setiap kali dia memaksakan dirinya untuk mengayunkannya dan menghantam Spiny. Apakah rasanya sakit? Tidak, bukan itu. Dia merasakan suatu denyutan. Tapi kebanyakan dia merasa lengannya mati rasa. Paru-parunya terasa seperti akan meledak. Mungkin paru-parunya memang sudah meledak dilihat dari napasnya yang tersengal-sengal. Dia berada dalam keadaan yang mengenaskan. Menyedihkan.

 

Hal itu membuatnya takjub. Setiap kali dia kembali ke Merry, ada saja orang di sana sedang berjongkok, duduk, atau berbaring di tanah. Namun tidak satupun dari mereka diam saja di sana selamanya. Tidak ada satu pun. Meskipun butuh beberapa waktu, mereka semua tetap bangkit kembali, lalu menuju ke medan pertempuran lagi. Wow.

 

Karena mereka belum kehilangan siapa pun, rasanya seperti tidak ada yang ingin menjadi yang pertama menyerah. Haruhiro pun tidak mau. Dia merasa menyedihkan jika begitu jadinya. Menjadi yang pertama menyerah adalah hal yang memalukan. Itu juga menakutkan, karena bisa memicu reaksi negatif.

 

Jika kau tidak bisa melanjutkan, ya jangan paksain. Karena memang begitu jadinya. Bukankah wajar jika menyerah? Pikiran itu terus-menerus menggodanya. Sepertinya meski jika dia pingsan, tidak ada yang akan menyalahkannya. Tidak, ada satu orang yang pasti akan melakukan itu. Ranta. Dia pasti akan terus menyalahkannya tentang hal itu. Yah, mungkin dia tidak akan melakukan itu segera. Tapi mungkin nanti? Ya. Dia akan mencerca Haruhiro habis-habisan.

 

Hanya Ranta lah orang yang tidak ingin dia dengar keluhannya. Tidak banyak yang keluar dari mulut Ranta selain keluhan. Ketika Haruhiro yang benar, dia bisa berpikir, Oh, lihat lah dia, mengoceh lagi. Tapi ketika Ranta lah yang benar, maka itu tidak akan mudah. Tak ada hal yang lebih buruk daripada Ranta yang menyudutkan dirinya dan membuatnya tidak bisa membalas apa pun. Ranta mungkin berpikir, Sialan, aku tidak akan terjatuh sebelum Haruhiro. Haruhiro juga tidak menginginkan itu. Dia benar-benar penasaran. Apa sebutan hubungan mereka ini?

Jika Haruhiro tidak mengeluarkan segalanya, termasuk hubungan dia dengan Ranta untuk membakar semangatnya, maka api di hatinya mungkin akan padam, dan menjadi abu yang pada akhirnya pun akan menghilang.

 

Renji, Tokimune, Tada, dan Shinohara berbeda-beda, tapi Haruhiro hanyalah pria biasa, atau setidaknya dekat dengan itu. Dia hanya harus menunda keinginannya untuk berhenti sampai akhir sedikit demi sedikit.

 

"Ngh...!" Renji melemparkan kedua palu perangnya dan menghantam salah satu Spiny yang muncul dari Ruang Belakang. Spiny itu terhuyung-huyung, tetapi tidak terjatuh.

 

“Ron!”

 

"Siap!" teriak Ron dengan serak, lalu dia pun berlari, dan mengayunkan pisau penjegal raksasanya, atau lebih tepatnya, dia juga menghantamkan tubuhnya ke Spiny itu bersamaan. "Yeah!" si Spiny yang Ron hancurkan ke lantai sudah tidak bisa bangkit lagi.

 

Renji masih berdiri. Apakah karena dia keras kepala? Dia membusungkan dadanya sambil menatap langit-langit seolah dia terlalu tinggi derajatnya untuk melihat ke lantai.

 

Tak ada Spiny lagi yang keluar dari lorong-lorong di sisi ruang tengah, atau di belakang Ruang  Belakang.

 

Tokimune duduk. Dia tampak terengah-engah, dan kehabisan napas.

 

Sedangkan Tada sedang merangkak sambil muntah-muntah.

 

Kikkawa sedang duduk dengan paha di atas. Mimorin berjongkok. Dan di belakang mereka, ada Haruhiro, Kuzaku, Ranta, Yume, Setora, para Warrior Orion, termasuk Matsuyagi, serta Paladin, Hunter, dan Thief mereka yang sedang duduk atau berlutut.

 

Kecuali para Priest dan Mage, dan ada juga yang masih bisa berdiri seperti Renji dan Shinohara, yang membantu Ron berdiri kembali.

 

Pertempuran tadi itu sungguh menegangkan.

 

Mereka mungkin bisa menangani dua, tiga, atau bahkan lima Spiny dalam sekali putaran, tetapi jika ada sepuluh, siapa tahu? Bisa saja menjadi buruk. Yah, tidak juga, karena para Priest, terutama Kimura dan Merry, bisa bertarung, dan ada juga Adachi dan dua Mage dari Orion. Detasemen ini berhasil menghemat sihir mereka.

 

Apakah artinya bahwa pemikiran Haruhiro tentang pertempuran tadi itu sungguh menegangkan tidak benar?

 

“Whew... Tapi tetap saja...” Haruhiro menurunkan lutut kirinya di lantai, sedangkan yang kanan dia angkat, jadi dia hanya berjongkok.

 

Dia melirik Ranta dari samping, dia sedang duduk di tanah, terlihat seperti akan pingsan jika dia berhenti menopang tubuhnya dengan kedua tangan.

 

Yes, aku menang, pikirnya dalam hati.

 

Saat dia memikirkan itu, mungkin secara kebetulan, Ranta menengok ke arah Haruhiro. Topengnya sudah digeser ke samping. Pasti terlalu sulit baginya untuk bisa bernapas jika ditutupi.

 

"Ngh...!" Ranta mengerang saat dia mencoba berdiri. Hal itu juga membuat Haruhiro ingin berdiri, tapi hal yang bodoh jika dia memaksakan dirinya untuk bersaing dengan Ranta.

 

“Grr...! Hahh...!” Ranta akhirnya bisa berdiri, dan dia pun langsung mengeluarkan tawaan vulgar.

 

"Aku menang! Geh heh heh!”

 

“Ya ya, terserah kau aja lah.”

 

“Kemenanganku berarti kekalahanmu, Parupiro! Jadilah pria dan akui itu!”

 

"Kan dah kubilang menerimanya tadi..."

 

“Ya katakan lebih jelas! Aku ingin denger kau ngomong, 'Ranta-sama mengalahkanku!'”

 

"Kenapa?"

 

“Karena kau kalah! Jadi kau harus menyatakannya! Berhentilah jadi pengecut! Sudah menjadi tanggung jawabmu sebagai laki-laki! Jadi cepat lakukan itu!”

 

"Kau lah satu-satunya orang yang tidak kuingin memerintahku, tapi... tunggu dulu, kenapa kau begitu penuh energi?"

 

“Sebab aku hebat!”

 

“Haaahhh. Baik lah. Aku mengerti. Aku kalah. Aku kalah. Puas?"

“Apanya puas!? Bertindak lah lebih seperti pecundang! Karena kau memang pecundang. Kau kalah. Jilat kakiku seperti pecundang yang menyedihkan! Ah! Tidak, lupakan itu. Jika aku membiarkanmu menjilat kakiku, itu akan kotor dipenuhi kuman Parupiro-mu!”

 

Kelihatannya Ranta bisa mendapatkan kembali energinya dengan terus menerus menggerakkan mulutnya. Di sisi lain, Haruhiro semakin lelah karena dipaksa untuk mendengar ocehan Ranta. Apakah Ranta menyebabkan energinya terhisap? Sepertinya begitu.

 

"Heh..." Ada suara yang terdengar akrab.

 

Menengok ke arah suara itu, terlihat ada seorang pria dengan penutup mata dan kuncir kuda sedang berjalan keluar dari lorong di belakang Ruang Belakang.

 

"Hah?"

 

“Kerja bagus, kalian semua...” Inui berhenti di tengah Ruang Tengah, lalu melebarkan mata kanannya. “Aku... ya, aku sudah mengintai Ruang Makam untuk kalian! Ketika kalian semua mengulurkan waktu di sini, aku berhasil!”

 

“Itu baru Inui kami. Seperti yang diharapkan,” kata Tokimune sambil mengedipkan salah satu matanya dan mengacungkan jempol.

 

“Heh…” Inui menoleh ke samping. Apa dia merasa malu karena dipuji?

 

"Kapan dia pergi di sana?" Shinohara tampak kaget.

 

Ya, kan?

 

Sejujurnya, Haruhiro hampir melupakan keberadaan Inui. Jika Inui tidak pernah muncul kembali, maka itu lah yang akan terjadi. Karena dia tidak penting.

 

“Jika kau hendak ke sana...” kata Kuzaku, tapi terhenti.

 

Haruhiro tahu apa yang hendak dia katakan. Jika Inui hendak pergi mengintai, setidaknya dia harus membantu sedikit membunuh para Spiny. Sulit untuk tidak berpikir begitu.

 

Tetapi mereka berhasil melakukannya tanpa dia, dan meskipun dia ada tidak akan mengubah situasi secara drastis. Bahkan jika Haruhiro tidak setuju dengan gagasan bahwa dia menyelinap ke depan sana untuk mengintai selama kekacauan, tapi yah, mungkin itu bukan hal yang buruk.

 

Menurut Inui, awalnya dia tidak masuk melalui lorong di belakang Ruang Belakang. Dia masuk melalui lorong di samping Ruang Tengah, lalu malah berputar-putar dan keluar melalui lorong Ruang Belakang. Dengan kata lain, semua lorong itu terhubung, dan membentuk struktur yang bisa disebut Koridor 2.

 

Di titik tengah koridor kedua ada satu set tangga menuju ke tingkat atas Aula Besar. Di sisi terjauh lantai bawah tingkat atas Aula Besar itu ada singgasana di atas panggung yang ditinggikan, dan menurut Inui, ada seseorang yang sedang duduk di atasnya. Aula itu berisikan banyak sekali lampu yang tergantung di langit-langit, dipasang di dinding, dan diletakkan di lantai, sehingga keadaannya sangat terang. Sosok di atas takhta itu memiliki sesuatu seperti mahkota di kepalanya, dan mengenakan jubah bertatahkan emas dan perak serta membawa Tongkat Raja. Dia tidak bisa melihat penampilan sosok itu dengan baik, tapi yang pasti sosok itu adalah seseorang berpangkat tinggi, atau mungkin mayatnya. Inui berkata dia tidak melihat apapun yang bergerak di sana.

 

Lantai kedua Aula itu seperti teras yang mencuat dari dinding, dan ada tangga di kedua sisinya yang menuju ke tingkat yang lebih rendah. Ada titik pendaratan kisaran dua puluh kaki tangga sampai ke lantai dasar. Satu kaki tangga berukuran kisaran dua puluh sentimeter, yang mana artinya jarak ke setiap titik pendaratan adalah 4 meter, dan 4 meter lagi agar bisa sampai ke lantai pertama dari sana, jadi tinggi lantai dua kisaran 8 meter.

Aula itu sendiri berukuran 30 x 50 meter. Panggung yang menopang takhta itu tingginya sekitar lima meter, jadi tidak mungkin mereka bisa melompat ke atasnya. Namun menurut laporan Inui, panggung itu memiliki tangga di kedua sisi. Jika mereka hendak naik ke sana, maka mereka harus menggunakan itu.

 

“Hmm…” gumam Kimura, dan kacamatanya berkilat saat Inui menyelesaikan laporannya. “Hal ini sungguh bagus, Shinohara-kun. Intel tersebut bahkan bisa menjadi penentu.”

 

Shinohara mengelus dagunya sambil mengangguk. “Sepertinya begitu. Sosok yang ada di atas takhta pasti Raja Lich. Akhirnya Raja yang tidak tidur bahkan dalam kematiannnya berada dalam jarak pandang kami.”

 

“Heh... Berkat bantuan heroikku!” Inui memutarkan tubuhnya, serta mengangkat dan menurunkan tangannya untuk melakukan semacam pose.

 

“Bukannya kau Raja Iblis atau semacamnya, bung?” gumam Ranta, dan Inui pun tersenyum tipis.

 

“Pahlawan Jatuh. Itulah Raja Iblis..."

 

“Jadi sekarang kau adalah Pahlawan Jatuh...” Haruhiro sedih karena dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menyindir.

 

“Hidup ini penuh dengan pasang surut!” Inui berdiri berjinjit, dan membentuk lengannya jadi semacam angka delapan. “Hidup untuk hidup! Dan untuk menari! Aku akan menjalani kehidupan penuh kemenangan, dan kekalahan, dan kemenangan lagi, lalu merasakan kemenangan yang pantas pada akhirnya! Akhir yang epik untuk sang Protagonis! Akhir dari sang Pahlawan! Kebangkitan mengerikan dari Raja Iblis! Dengarkan dan lihatlah kisah ini!”

 

"Dengar dan lihatlah...?" Haruhiro hendak mengatakan sesuatu lagi, tetapi menghentikannya. Biasanya, kau melihat dengan matamu, bukan telingamu, jadi "dengarkan dan lihatlah" adalah hal yang aneh untuk dikatakan, tetapi apa gunanya meributkan setiap kesalahan kecil yang dibutnya? Inui adalah orang aneh. Jika dia berbicara dengan normal, sejujurnya akan terasa lebih menakutkan.

 

Para Priest menyusun kembali mantra dukungan Protection dan Assist pada semua orang.  Protection memiliki efek meningkatkan vitalitas subjek dan kapasitas penyembuhan dalam tingkatan tertentu. Sederhananya, itu membuat semua orang jadi bersemangat. Mungkin itu tidak menghilangkan kelelahan mereka sepenuhnya, tapi setidaknya bisa dikurangi.

 

Renji, Ron, Kuzaku, Yume, dan para Warrior Orion memutuskan untuk tidur. Bahkan tidur sebentar saja bisa membuat dunia terlihat berbeda. Ranta membual bahwa ketika kau mencapai levelnya, kau bisa beristirahat ketika terjaga, dan Haruhiro merasa tidak mungkin bisa tidur, jadi dia duduk saja di sana tanpa melakukan apa pun.

 

Shinohara dan Kimura menghabiskan sepanjang waktu dengan saling berbicara. Haruhiro memperhatikan mereka, dan rasanya Shinohara melihat Kimura berbeda dari yang lain. Semua orang di Orion jelas-jelas memandang tinggi dirinya. Shinohara sopan dan tidak pernah merendahkan orang lain. Tapi apakah dia memperlakukan anggota Orion lainnya setara dengannya? Tidak, tidak sama sekali. Mungkin ini berlebihan, tapi Shinohara bertingkah seolah-olah rekan-rekannya di Orion adalah hewan peliharaannya, dan dia mencoba untuk mencintai mereka semua dengan setara. Dia pemilik yang adil, ramah, dan baik hati. Tapi jika salah satu rekannya berkelahi dengannya seperti yang dilakukan Ranta dengan Haruhiro, Shinohara mungkin tidak akan mentolerirnya.

 

Anggota Orion tunduk pada Shinohara. Ikatan mereka sangat erat. Karena itu lah mereka menjadi kelompok yang kuat.

 

Tapi Haruhiro tidak bisa menempatkan orang lain di bawah komandonya seperti itu. Ranta jelas-jelas tidak mungkin. Kuzaku akan mengikuti seseorang yang sudah melekat padanya ke mana saja. Itu membuat kesetiaannya tergantung pada karakter si pemimpin, tapi kelihatannya tidak mungkin dia akan seperti itu ke Shinohara. Merry tidak cocok dengan suasana Orion jadi dia pun keluar dari sana. Adapun Yume, dia adalah orang yang berjiwa bebas. Haruhiro ingin dia hidup sesuka hatinya. Setora hampir seperti budak saja.

 

Sepintas, Shinohara tampak seperti pemimpin yang penyabar dan ramah. Tetapi Kimura mengatakan bahwa dia cenderung membuat keputusan tanpa berkonsultasi dengan yang lain, dan juga bahwa dia bertindak secara logis.

 

Apakah orang-orang di Orion tahu seperti apa Shinohara sebenarnya? Haruhiro tidak tahu, tapi Kimura masih tetap bersamanya meski tahu itu.

 

Mungkin itu lah sebabnya.

 

Ketika Shinohara berbicara dengan Kimura sendirian, dia berbeda dari biasanya. Wajahnya tidak begitu ekspresif. Ya. Dia tidak banyak tersenyum. Dia tertawa sedikit, tetapi dia tidak memaksakan dirinya untuk mengenakan senyuman itu. Dia juga akan mengerutkan kening dan menggelengkan kepalanya. Cara dia berbicara dengan Kimura juga terasa lebih akrab, dan kurang terjaga.

 

Kimura pasti lebih dari sekedar rekan bagi Shinohara. Mereka lebih dekat dari itu. Dengan kata lain, mereka berteman.

 

Jadi, seandainya ada konspirasi, pertanyaan yang muncul adalah, apakah Kimura benar-benar tidak tahu apa-apa tentang itu?

 

Kimura telah mengatakan bahwa dia mengkhawatirkan Shinohara, jadi dia ingin mengetahui kebenarannya. Apakah dia hanya berpura-pura tidak tahu, dan bertingkah seperti informan untuk Haruhiro sambil memanipulasinya untuk mengumpulkan informasi? Kimura mungkin seperti kembaran dari Shinohara itu sendiri.

 

Ketika Haruhiro memikirkan itu, Kimura melihat ke arahnya dengan kacamatanya yang berkedip. Kemudian dia menengok kembali ke Shinohara dan mulai membicarakan sesuatu lagi.

 

“Apa itu?”

 

Kimura terlalu dekat dengan Shinohara. Jika Haruhiro bisa mengambil keuntungan dari itu, maka bagus, tapi berbahaya untuk memercayainya; meskipun sebenarnya, pria itu lebih ke sebuah misteri, jadi tidak banyak hal yang memungkinkan bagi Haruhiro untuk mempercayainya sejak awal.

 

Beberapa waktu kemudian, mereka yang tertidur pun bangun, dan Shinohara menyatakan bahwa sudah waktunya bagi mereka untuk pergi.

 

Tim itu masuk melalui lorong di belakang Ruang Belakang untuk memasuki Koridor 2. Di Koridor 2 ada lampu-lampu yang tergantung di lelangitan, jadi kurang lebih terang situasinya. Mungkin di sini lah tempat para Spiny itu berbaris. Haruhiro bisa melihat ceruk-ceruk di kedua sisi dinding yang mana akan muat jika dimasuki tubuh mereka. Berapa panjang Koridor 2 ini? Jika seratus meter, dan dindingnya dipenuhi Spiny, maka artinya ada banyak dari mereka. Hal yang menakjubkan karena kelompok itu berhasil menghancurkan mereka semua.

 

Haruhiro, Inui, dan seorang Thief dari Orion bernama Tsuguta menaiki tangga, yang lebarnya lima meter, dan memasuki Aula Besar.

 

Seperti yang sudah dijelaskan, Lantai 2 ini pada dasarnya memang seperti teras. Lebarnya 15 meter, dan panjangnya 5 meter. Ada tembok pembatas yang rendah di tepinya, dan pegangan emas bersinar redup di atasnya.

 

Haruhiro, Inui, dan Tsuguta bersembunyi di balik bayangan tembok pembatas. Mereka menjulurkan kepala sedikit ke tepi pegangan, dan mengamati Lantai 1. Kurang lebih seperti yang sudah dijelaskan Inui, tapi rasanya berbeda saat melihatnya secara langsung. Sulit untuk bisa mendeskripsikan pemandangan penuh kemewahan seperti ini dengan kata-kata. Mereka mengatakan bahwa sebuah gambar bernilai seribu kata. Jika kau bisa melihatnya, kau akan mengerti. Tapi karena kau tidak bisa, jadi kau tidak akan mengerti.

 

Sosok yang duduk di singgasana atas panggung lantai pertama tidak salah lagi pasti merupakan penguasa dari tempat ini. Ketika hidup, pasti dia penguasa kerajaan ini. Dia telah membangun istana yang berkilauan di tempat ini dan tidak diragukan lagi berusaha untuk terus memerintahnya bahkan dalam kematian. Perlengkapan cahaya yang dipasang di dinding dan panggung begitu cantik, dan meskipun hanya berlapis emas, kau masih lah butuh banyak bahan untuk membuatnya sebanyak ini.

 

Tak ada keraguan lagi.

 

Kalau ini adalah Ruang Tahta.

 

Haruhiro mengangguk pada Tsuguta, yang berbalik untuk kembali ke yang lain.

 

Tidak lama kemudian, Tsuguta memimpin Shinohara dan yang lain menaiki tangga. Semua orang menjaga posturnya tetap rendah agar tersembunyi di balik tembok pembatas.

 

Raja Lich masih tak bergerak dari singgasananya.

 

"Napa gak anggep dia mati aja sih?" bisik Ranta. Dia mungkin berniat untuk bercanda, tapi tidak ada yang bereaksi.

 

“Heh...” Inui menatap Setora dengan penuh gairah. "Jika kita berdua selamat dari cobaan ini, aku ingin kamu menjadi pengantin iblisku."

 

"Aku menolak," jawab Setora segera.

 

Ya, benar.

 

“Heh!” Inui mulai menggaruk-garuk kepalanya. “Aku bisa merasakan gelombang kegelapan dari dalam diriku, yang berkobar jauh dalam kegelapan bayangan…”

 

Tokimune mengedipkan salah satu matanya dan menampar punggung Inui.

 

“Jangan ngambek gitu. Suatu hari nanti, kuyakin ada gadis yang akan mengerti karisma unikmu, Inui.”

 

Aku sih ragu, pikir Haruhiro, tapi dia menyimpan itu untuk dirinya sendiri. Dia juga berharap mereka menyimpan omong kosong ini di lain waktu, tapi dia tahu bahwa itu hanya buang-buang napas untuk mengatakan ini pada Tokkis. Selain itu, jika mereka masih bisa bersikap normal seperti biasa sebelum pertarungan terakhir, maka itu bukan hal yang buruk juga.

 

Haruhiro merasa tegang seperti orang lain—atau mungkin tidak?

 

Dia tidak sesemangat Ranta, yang telah menggeser topengnya ke samping dan menjilat bibirnya dengan ekspresi semangat.

 

“Oke…” Kuzaku mengangguk. Kelihatannya dia coba mempersiapkan dirinya.

 

Yume tampak seperti hendak menguap, lalu menutup mulutnya di tengah-tengah. Matanya bertemu dengan mata Haruhiro, jadi dia tertawa malu-malu.

 

Setora tampak datar seperti biasa, dan Merry juga tampak tenang.

 

Haruhiro gelisah. Bagaimana dia tidak gelisah? Tak ada yang tahu bagaimana pertarungan ini akan berlangsung. Beberapa luka cedera tidak dapat dihindari, tapi tak peduli dengan cara apa pun itu, dia ingin menghindari kehilangan rekan-rekannya.

 

Dia mencoba untuk tidak memikirkan Shihoru, rekan mereka yang menghilang.

 

Begitu dia mulai memikirkannya, dia jadi putus asa. Dia jadi tidak mungkin menjaga kepalanya tetap dingin. Apakah Shihoru baik-baik saja? Dimana dia? Apa yang sedang dia lakukan? Terus memikirkannya tidak akan berguna baginya.

 

Mengapa mereka berpartisipasi dalam operasi merebut Mt. Grief? Kenapa dia bergabung dengan Detasemen dan coba menerobos Makam dengan nyawa rekan-rekannya sebagai taruhan?

 

Tentu saja mereka ada di sini bukan karena mereka ingin. Jika Jin Mogis memberi mereka suatu perintah, maka mereka tidak bisa menolak. Tak ada pilihan selain mematuhinya dengan enggan.  Ada kemungkinan mereka akan mendapatkan kembali Shihoru. Haruhiro bisa menahan semua ini selama dia bisa memikirkan itu.

 

Dia tidak punya petunjuk nyata untuk mengatasi masalah ini. Keberadaan Shihoru tidak diketahui. Itulah mengapa dia harus tetap menahan ini sambil terus mencari. Mungkin lebih akurat untuk mengatakan bahwa dia sedang mencari cara untuk mencari beberapa cara untuk menemukan petunjuk.

Menahannya. Dan tidak putus asa. Hanya itu yang bisa dia lakukan. Jadi untuk saat ini, itulah yang akan dia lakukan.

 

"Apa hanya ada dia?" tanya Renji dengan suara rendah. "Kita harus melihat apa yang bisa dia lakukan."

 

"Ya," Shinohara mengangguk. Dia melihat sekeliling pada anggota Detasemen. Untuk sesaat, dia tanpa ekspresi, seolah-olah dia sedang memilih manusia untuk dikorbankan. Mungkin dia terlalu berlebihan, tapi memang begitu lah kelihatannya.

 

"Kami akan maju lebih dulu," kata Renji dengan tenang. “Kami akan turun ke lantai pertama, dan berlari ke ujung sana, lalu menaiki tangga ke panggung dan menyerangnya. Haruskah kita berpencar?”

 

“Tangganya terlihat cukup lebar, jadi aku lebih suka tidak melakukan hal sembrono seperti membagi kekuatan kita,” kata Shinohara.

 

“Jika kita terlihat seperti akan terjebak dalam serangan kepungan, maka kami akan berpisah dan menangani itu.”

 

"Baiklah. Kalau begitu tolong lakukan apa pun yang menurutmu bagus.”

 

"Uh-huh."

 

“Aku akan mengambil alih komando Orion, serta Party Tokimune dan Haruhiro.”

 

“Kami mengandalkanmu, Renji,” kata Tokimune sambil tersenyum, dan Renji mengangkat bahu sedikit sebagai balasan.

 

"Ya," Haruhiro setuju.

 

Renji tidak merespon ucapan Haruhiro. Dia tidak mengabaikannya. Dia menerimanya, tapi memilih untuk tidak menanggapinya.

 

Kalau Haruhiro tidak salah, ada isarat tak terucapkan kau tahu apa yang harus kau lakukan yang dia sampaikan barusan yang mana melampaui ucapan belaka. Istilah dramatisnya, itu adalah semacam percakapan rahasia mereka untuk saling mengkonfirmasi.

 

Meskipun Renji tampak kasar dan terlihat seperti sosok yang tak terhentikan dalam pertempuran, dia juga mungkin memiliki sisi sensitifnya sendiri. Bisa jadi citra Renji yang kasar adalah sesuatu yang dia perankan justru karena betapa perhatian dan emosionalnya dia. Jika Haruhiro menunjukan itu lah yang terjadi padanya, Renji mungkin akan menyangkalnya dan membencinya karena itu.

 

Renji memimpin Ron, Chibi-chan, dan Adachi turun dari tangga sebelah kiri.

 

Haruhiro, Inui, Shinohara, dan Tsuguta si Thief mengintip dari tembok pembatas untuk mengawasi Lantai 1. Tentu saja mereka juga mengawasi Tim Renji.

 

Renji mulai menuruni tangga.

 

Raja Lich dengan segera bangkit. Di Ruang Singgasana, ada angin puyuh yang luar biasa seperti badai pasir muncul. Setidaknya ada puluhan, lebih dari yang Haruhiro bisa hitung. Yang bisa dia katakan hanyalah bahwa ada begitu banyak darinya.

 

Renji dan yang lain berlari menuruni tangga. Mereka belum mencapai titik pendaratan.

 

Beberapa badai pasir menyatu menjadi dibawah 10 dan mengeras menjadi bentuk humanoid.

 

“Tunggu, bukankah itu—?!”Ranta mulai bergerak dari samping Haruhiro. Dia melepas topengnya dan mencoba berdiri, tapi Haruhiro mencengkeram lengannya dan memaksa dia tunduk lagi.

 

"Hentikan itu!"

 

“Kau lihat dulu, bodoh! Itu Renji dan timnya!” Ranta tidak mengatakan sesuatu yang konyol kali ini. Ada beberapa humanoid terbuat dari badai pasir yang berada di dekat ujung tangga yang sedang Tim Renji turuni. Jumlahnya delapan. Renji, Ron, Chibi-chan, dan Adachi. Masing-masing dari humanoid itu punya kembarannya.

 

"Wraith?!" Ekspresi Shinohara tampak tegang.

 

Tim Renji yang asli hampir mencapai titik pendaratan ketika dua Tim Renji palsu mulai naik ke atas untuk bisa berhadapan dengan mereka. Tidak. Dua Adachi Palsu masih berada di tempat awalnya. Apakah mereka berniat untuk melepaskan suatu mantra? Mereka terlihat sedang menggambar semacam elemen dengan tongkatnya, dan mencoba melepaskan mantra.

 

"Kita akan maju!" perintah Shinohara.

 

Tenang lah. Jangan panik. Adalah hal yang begitu ingin dia lakukan, tetapi ketika ada perubahan mendadak seperti ini, tubuhnya bertindak sebelum kepalanya bisa mengikuti. Ranta bahkan sudah berlari sebelum Haruhiro memberikan perintah.

 

"Ayo maju!" Haruhiro juga berlari. Kuzaku, Yume, Merry, dan Setora mengikuti. Mereka bergabung dengan Orion dan Tokkis untuk bergegas menuju tangga.

 

Kedua Adachi Palsu meluncurkan suatu sihir ke titik pendaratan Tim Renji berada. Sihir Kanon dan Falz, ya? Tak peduli sebetapa hebatnya Tim Renji, mereka akan berada dalam masalah jika terkena serangan langsung darinya.

 

Namun, kedua sihir Adachi palsu tiba-tiba meledak. Mereka meleset? Tim Renji tertutupi oleh semacam dinding tak terlihat, dan sepertinya itu lah yang telah menangkis sihir Adachi palsu. Setidaknya itu lah yang terlihat. Apa yang Adachi lakukan? Dia sedang mengangkat tangan kirinya tinggi-tinggi. Darah. Pergelangan tangannya berdara.

 

"Aku tak bisa menggunakan Blood Spell dengan terus-menerus!" teriak Adachi. Haruhiro tidak tahu apa itu Blood Spell, tapi rupanya itu lah yang melindungi mereka dari sihir kedua Adachi palsu. Pasti itu.

 

"Akan kukalahkan mereka!"

 

Apa yang Renji rencanakan? Dia tidak menuruni tangga, dan hanya melompat langsung dari titik pendaratan.

 

"Haruhiro! Kau juga ikut!"

 

"Aku?!"

 

Dia berharap Renji tidak menyeretnya ke masalahnya. Dan juga, kenapa harus Haruhiro? Jika dia mengabaikan Renji setelah disuruh begitu, maka dia akan merasa buruk, dan bisa juga dianggap tidak bisa diandalkan, jadi dia tidak bisa menolak.

Aku harus melakukannya.

 

“Setora! Ambil komando dari sini!” perintah Haruhiro.

 

"Mengerti!"

 

“Sialan!” Dia bertindak setengah putus asa, dan berlari melewati Tokkis dan Orion agar sampai ke titik pendaratan. Ron dan Chibi-chan sudah hampir sampai ke Lantai 1, dan sedang menghadapi Renji dan Ron palsu. Kelihatannya Adachi mendukung mereka dengan sihir. Renji turun ke Lantai 1, dan menjadi liar. Masih ada badai-badai pasir di seluruh area Lantai 1, dan juga banyak Tentara Sukarelawan palsu di situ.

 

Gilaaaa.

 

Lompat? Ke sana?

 

Aku harus lakuin itu?

 

Gimana kalau enggak?

 

“Dasar pengecut! Aku akan turun! Ziiiiii!”

 

Ziiiii?

 

Si Dark Knight bertopeng meneriakkan Z yang membingungkan saat dia berlari melewati Haruhiro dan melompat turun ke Lantai 1.

 

"Jurus Rahasia...!" Bahkan sebelum bisa mendarat, Ranta telah menebas salah satu Warrior Orion palsu, lalu berguling saat dia mendarat dan bangkit kembali. “J-Jurus Rahasia...?!” teriaknya lagi sambil menebas si Paladin Orion palsu, lalu langsung melompat ke arah si Kimura palsu. “Jurus Rahasia! Stellar... Uh?!”

 

“...!”

 

Si Kimura palsu menangkis katana Ranta dengan tongkat dan perisainya, tapi Ranta berhasil mundur. Haruhiro membenci Ranta yang terus-menerus meneriakkan jurus tidak bergunanya ketika akan menyerang. Tapi setidaknya hal itu mendorongnya untuk bisa bertindak.

 

"Kalau kau tidak bisa menemukan nama Jurus-nya, ya nyerah aja!" teriak Haruhiro, lalu melompat dari titik pendaratan. Dia tidak akan menggunakan saat ketika dia terjatuh untuk menyerang musuh seperti yang Ranta lakukan. Dia tidak bisa. Sebaliknya dia memastikan agar bisa mendarat dengan benar dengan menyebarkan dampaknya, dan menggunakan Stealth. Pikirannya dipenuhi dengan bayangan tenggelam ke lantai.

 

Dia tidak membuat suara, seolah-olah dia terpisah dari segala sesuatu di sekitarnya—namun, dia ada di sini. Atau mungkin lebih tepat untuk mengatakan dia ada di sana. Dirinya tidak berada di dalam dirinya, tetapi di luarnya, dan sedang melihat area itu secara keseluruhan dari sudut pandang atas. Dia bisa mendengar suara-suara di sekitar sini, dan merasakan kehadiran mereka.

 

Rasanya tidak buruk. Dia mampu berkonsentrasi dengan begitu.

 

Renji menebas salah satu Palsu lalu pergi ke yang berikutnya, dan langsung menjatuhkannya saat itu juga, lalu lagi-lagi menghancurkan yang selanjutnya. Renji bisa melihatnya. Dimana musuh berada. Dengan urutan mana dulu yang harus dia jatuhkan. Dia mengetahuinya dengan insting.

 

Dibandingkan dengan Renji, Ranta sangat tidak efisien. Dia melompat ke kanan kiri, lalu bergerak lebih jauh ke kiri, dan membuatnya terlihat seperti akan lompat lagi kanan, tapi malah menebaskan katananya dari bawah. Gerakannya tampak begitu berbelit-belit, dan sangat tidak efisien, tapi gaya bertarungnya yang aneh itu membingungkan musuh saat dia mencari target lain, menemukan mereka, dan bersiap untuk melawannya. Jadi, meskipun dia terlihat banyak melakukan hal yang tidak berarti, tidak semua yang dia lakukan terlihat seperti itu benar-benar tidak berarti.

 

Haruhiro merayap ke arah si Kikkawa palsu yang sedang mencoba ke belakang Ranta, lalu mengunci tubuhnya dari belakang dan menggorok lehernya.

 

Rasanya seperti... ya, seperti pasir. Seolah-olah dia sedang menebas pasir.

 

Kikkawa palsu mulai runtuh dan berubah menjadi debu.

 

Bubuk-bubuk seperti pasir yang terjatuh mulai bergerak dari tempatnya mendarat.

 

Haruhiro melihat ke arah yang dituju bubuk itu dan melihat bahwa sudah ada badai pasir lain yang  sedang berputar-putar di sana. Palsu lain?

 

Ya, benar.

Palsu berbeda dari Wraith yang mereka lawan di kapel. Mereka tampak lebih mirip manusia dari kejauhan, begitu mirip orang yang mereka tiru, tetapi jika dari dekat, mereka terlihat jelas palsu. Kulitnya tidak terlihat hidup, dan bola matanya hampir tidak memantulkan cahaya. Mereka tidak memiliki kilauan pada umumnya. Detail tubuh mereka juga agak kurang, wajah mereka terlihat lebih datar dari aslinya, dan juga hampir tidak ada kerutan.

 

Pada dasarnya, para Palsu ini adalah boneka pasir atau lumpur yang diciptakan oleh sihir Raja Lich. Kemampuan mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan yang asli. Meskipun kekuatan fisik dan kelincahan mereka cukup bagus, tapi mereka tidak cepat bereaksi. Bisa jadi Lich King lah yang mengendalikan mereka semua, dan karena itu lah dia jadi tidak bisa mengatur tubuh mereka secara efektif.

 

Haruhiro mengalahkan si Adachi palsu dengan Spider, menusuk Tokimune palsu dengan Backstab, lalu menendang si Ranta palsu dengan Shatter sebelum menggunakan Hitter, dan mengakhirinya dengan Backstab saat dia berlari melewatinya. Meskipun dia hanya lah Ranta yang palsu, rasanya memuaskan karena bisa melakukan itu padanya, tapi dia akan merahasiakannya. Ranta juga sedang mempermainkan Haruhiro palsu dengan ekspresi kegembiraan yang jelas di wajahnya, jadi mereka tidak jauh beda.

 

Selain Renji, Haruhiro, dan Ranta, sudah ada semakin banyak sekutu mereka yang menuruni tangga ke Lantai 1. Ada salah satu Mage palsu yang melepaskan sihir Arve, tetapi Adachi menggunakan Blood Spell, atau apa lah untuk menahannya. Renji, Haruhiro, dan bahkan Ranta kurang lebih memprioritaskan untuk mengalahkan para Mage palsu dulu. Itulah niat mereka, tapi Haruhiro tiba-tiba menyadari sesuatu.

 

Dia telah mengalahkan Adachi palsu dan dua Mage Orion. Tapi Haruhiro tidak menyentuh Mimorin palsu.

 

Dia ada. Haruhiro melihatnya, tapi Renji lebih dekat, jadi dia membiarkan Renji yang mengurusnya.

 

Dan juga, meskipun dia tidak keberatan mengurus Rantas palsu, Haruhiro tidak menyentuh Kuzaku, Merry, Setora, atau pun Yume palsu.

 

Meskipun sudah jelas bahwa mereka itu palsu, dia masih saja merasa sedikit ragu-ragu.

 

Di kapel, Kimura menghadapi Wraith yang hampir mirip rekan-rekannya yang telah gugur. Pasti terasa sulit baginya untuk melawan mereka, tapi sekarang mereka adalah tiruan dari orang-orang yang sedang bekerja dengan Haruhiro saat ini. Karena dia memiliki sosok yang luar biasa seperti Renji, dia bisa berpikir, Yah, mereka palsu, dan fokus untuk bertempur. Tetapi jika bukan karena itu, melawan mereka mungkin akan menyebabkan semua orang di sini jadi tidak karuan, dan hanya bisa bertahan saja. Perbedaan antara ada atau tidak adanya Renji di sini sangat lah tipis tapi fatal. Jika musuh mampu mendorong di awal, maka akan sulit bagi Detasemen ini untuk bisa pulih karenanya.

 

Tapi juga tak ada hal untuk bisa dijadikan patokan merasa optimis terhadap situasi saat ini.

 

Seluruh anggota sedang menuju tangga kiri platform Raja Lich berada. Renji, Ranta, dan Haruhiro memimpin diikuti yang lain.

 

Renji yang berada di paling depan mungkin berjarak kisaran lima belas meter dari tangga. Ranta dan Haruhiro ada di belakangnya. Kelompok belakang dipimpin oleh Ron, Tokimune, Tada, dan Kuzaku, serta Shinohara dan Matsuyagi dari Orion.

 

Jika dia menginginkannya, Renji mungkin bisa saja maju lebih jauh ke depan. Tapi hal itu akan menyebabkan jarak dia terlalu jauh dengan kelompok belakang, jadi Renji menghancurkan para Palsu sambil menunggu sisa anggota menyusul.

 

Karena Renji memimpin, Detasemen itu bisa melenyapkan setiap Palsu yang mendekati mereka dengan kecepatan luar biasa, tetapi jumlah musuh masih saja tidak terlihat berkurang. Meskipun mereka terus menghancurkan para Palsu itu lagi dan lagi, mereka kembali lagi bangkit dari badai pasir yang tercipta tiap kali mereka berhasil menghancurkan satu Palsu, lalu bergegas menuju kelompok itu lagi.

 

Tak perlu dikatakan lagi bahwa semua ini adalah ulah Raja Lich yang sedang berdiri di depan kursi tahtanya.

 

Apakah Lich King mengeluarkan semacam kekuatan magis untuk membuat para Palsu? Jika ya, maka harusnya dia sama seperti Mage, kekuatannya pasti ada batasnya. Namun, dia bisa membuat para Palsu dengan rentang waktu yang begitu lama.

Tapi bukankah bisa saja hal itu terjadi karena kekuatan dari relik, jadi kekuatannya tidak ada batasnya? Namun meski jika ada batasannya, besarnya kekuatan sihir Raja Lich pasti lah sangat banyak. Jika dia bisa membuat para Palsu satu hari penuh, maka tidak lain dengan tidak ada batasannya.

 

Pasukan Detasemen masih berada di atas angin untuk saat ini, tetapi berada pada situasi yang begitu tipis agar bisa berbalik kapan saja.

 

Renji bertindak liar dan tidak menunjukkan tanda-tanda kelelahan, tapi dia melawan para Spiny dengan habis-habisan tadi, jadi kelelahan mungkin telah menyerangnya sekaligus di beberapa titik. Hal itu juga berlaku untuk anggota lain termasuk Haruhiro yang mengerahkan segalanya saat melawan para Spiny. Sejujurnya, meskipun Haruhiro bisa mempertahankan fokusnya dengan baik, tapi tubuhnya tidak bisa bergerak dengan baik.

 

Yume palsu sedang membidik Renji.

 

"Ah...!"

 

Ada keraguan sesaat, tapi Haruhiro tetap mendekati Yume palsu dari belakang dan coba menjatuhkannya dengan Backstab, tapi Yume palsu berhasil berbalik dan melepaskan tembakan ke arahnya. Haruhiro berhasil menghindarinya dengan melompat ke samping, tapi si Yume palsu melepaskan tembakan lagi, dan lagi. Sialan! Hanya itu yang bisa dia pikirkan sambil menghindari tembakannya.

 

“Hee hee!” Jika Mimorin tidak membelah Yume palsu jadi dua dengan pedangnya, maka satu atau dua anak panah Yume palsu mungkin akan mengenai Haruhiro.

 

“Haruhiro! Aku mencintaimu!"

 

“T-Terima kasih …”

 

Aku bisa fokus dengan baik? Apa aku sedang bercanda? Tadi itu buruk sekali, ya kan, Mimorin?

 

Tapi apa yang sedang dilakukan Mimorin di sini? Sebenarnya, bukan hanya ada Mimorin. Ron, Tada, Tokimune, dan Kikkawa juga ada. Begitupun Kuzaku, Shinohara, Matsuyagi, dan yang lain. Kelompok belakang, kah? Jadi mereka berhasil menyusul, ya.

 

“Renji!” teriak Shinohara. “Ayo kita percepat dan fokuskan mengalahkan Raja Lich dulu!”

 

“Vo-foh! Go-feh!” Kimura tertawa. “Ayo selesaikan ini dengan cepaaaat!”

 

Para Warrior Detasemen itu menggunakan War Cry satu demi satu. Mereka tidak hanya berteriak keras. Suara mereka tidak ada duanya, yang mana membuat musuh goyah dan membangkitkan semangat si pengguna.

 

“Grahhhhhhhh…!” Renji meraung dan maju menyerang. Kelihatannya dia melepaskan kekuatan eksplosif yang telah dia tahan selama ini untuk mengerahkannya di situasi ini. Dalam sekejap, Renji sudah berada di tangga.

 

“Cepet banget…!?” Ranta caba mengikuti.

 

"Ha ha...!" Pedang Tokimune berkilatan, dan dia pun berlari ke depan bersama Tada, dan masing-masing dari mereka menyalip anggota lain saat melaju.

 

“Horahhhh…!” Ron, Chibi-chan, dan Adachi juga telah dekat dengan tangga.

 

“Yahhhhhhhh…!” Si Warrior raksasa Orion, Matsuyagi, juga menunjukkan tontonan yang menakjubkan. Dia dengan mudah menjatuhkan para Palsu dengan Palu Gandanya, dan terus maju. Shinohara, Kimura, dan anggota Orion lain kurang lebih mengikuti Matsuyagi.

 

"Sialan, dia keren!" Kuzaku sedikit tertinggal di belakang, tetapi dia melakukan pekerjaan yang baik dengan mengayun-ngayunkan katana besarnya dan menarik perhatian musuh ke arahnya. Ada kelompok dengan Kuzaku sebagai pusatnya, dan berisi Yume Merry, Setora, Kikkawa, Inui, dan juga Anna-san si pemandu sorak yang berdiri di belakang untuk menyemangati anggota Detasemen.

 

Aku akan bergabung dengan Kuzaku dan yang lain, pikir Haruhiro sejenak, tapi dia malah mengikuti Mimorin ke tangga.

 

Raja Lich. Mereka harus mengalahkan Raja Lich sesegera mungkin. Jika tidak, maka mereka akan kehabisan tenaga terlebih dahulu.

 

Ketika Renji mulai menaiki tangga, Ranta, Ron, Tokimune, Tada, dan akhirnya Matsuyagi mengikuti.

 

“Grahhhh…!”

 

Renji mengurangi jumlah para Palsu yang memenuhi tangga menjadi pasir dan debu dalam waktu singkat. Bahkan tanpa kekuatan relik, dia bisa melakukan itu? Bisakah manusia menjadi sekuat itu? Tidak. Mereka tidak bisa seperti itu. Hanya Renji yang bisa.

 

Jika Renji tidak ada di sini... Memikirkannya saja sudah membuat dia merinding. Mereka pasti tidak akan berhasil sampai ke Ruang Singgasana ini tanpa Renji, kan? Shinohara pernah memimpin Orion untuk membersihkan Makam beberapa kali sebelumnya, tapi semua upayanya gagal. Mungkinkah dia berpikir akan mungkin jika Renji bergabung?

 

Selama Renji ada, rasanya mereka bisa melakukan apa pun.

 

Tentu saja hal itu tidak benar. Sudah jelas. Renji juga memiliki batas. Dia tidak lah abadi atau pun tak bisa dikalahkan. Dia manusia seperti Haruhiro dan yang lain. Meskipun begitu, Haruhiro tetap saja meragukan fakta tersebut. Renji benar-benar berbeda dari yang lain. Dia tak bisa dinilai dengan akal sehat. Dia tampak seperti berasal dari dimensi yang sama sekali berbeda.

 

Setelah dipikir-pikir lagi sekarang, kelihatannya Renji benar-benar tidak menahan diri selama pertarungan melawan para Spiny. Dia mungkin tidak memiliki waktu yang mudah sekarang karena itu. Mereka semua sangat kelelahan, tapi bagi Renji, dia hanya harus menerimanya. Pekerjaan manual yang berulang kali itu mungkin membuatnya frustrasi. Jadi sekarang dia mengeluapkan segala macam emosinya.

 

Renji mencapai puncak tangga. Tingkat atas lebih tidak terjaga. Faktanya, Renji bisa dengan mudah membelah para Palsu seperti mesin penuai.

Yang kedua berhasil ke atas sana ia lah Ron. Matsuyagi mendorong Ranta, Tokimune, dan Tada ke samping, lalu menerjang maju ke atas plattform. Sisa tiga lainnya bersama Shinohara dan para petarung tebaik Orion melaju di tangga bersamaan, dan menaiki platform satu per satu. Haruhiro dan Mimorin mengikuti.

 

“Delm, hel, en, giz, balk, zel, arve…!”

 

“Zeel, mare, gram, eld, nilug, io, sel…!”

 

Dua Mage Orion menggambar semacam elemen di udara dan meneriakkan mantra sihir. Adachi juga melakukan hal yang sama.

 

“Jess, yeen, sark, viki, teo, meo, fram, dart, ul, dio, zeon…!”

 

Mantranya terdengar panjang. Mereka pasti hendak melepaskan sihir hebat. Para Mage Orion menggunakan sihir Arve dan Kanon, sedangkan Adachi mungkin Falz. Mereka semua menargetkan Raja Lich.

 

Para Mage menembakkan mantra paling kuat mereka yang mereka simpan sampai sekarang untuk menghabisi Raja Lich dengan cepat.

 

“Majuuuu…!” teriak Ranta. Haruhiro tidak akan mengatakan itu, tapi dia juga merasakan hal yang sama. Namun, karena kepribadiannya, dia hanya berpikir Gak mungkin dia akan kalah semudah itu, kan? Mereka telah berjuang keras untuk bisa sampai ke sini. Pertempuran untuk merebut Mt. Grief baru saja  dimulai, tapi konfrontasi dengan Raja Lich ini harusnya menjadi tantangan terbesar dari Makam, jadi pastinya tidak akan bisa diakhiri dengan begitu mudahnya. Dia tidak ingin merasa kecewa, jadi dia tetap mempertahankan kewaspadaannya. Mungkinkah ini memang sifat atau kebiasaannya?

 

Sejujurnya, dia berharap semua ini berakhir dengan cepat. Tentu saja dia menginginkannya. Hal itu jelas-jelas lebih baik.

 

Karena itu lah ketika semua Palsu runtuh menjadi pasir dan debu tepat sebelum para Mage mengucapkan mantranya, dia hanya bisa berpikir, Ahh, kumohon, hentikan. Tentu saja Raja Lich tidak akan mengabulkan keinginan Haruhiro.

 

Kemungkinan besar, Raja Lich telah berhenti menggerakkan para Palsu dan beralih menggunakan kekuatan lain sebagai gantinya.

 

"Anti-Sihir!" teriak Adachi. Haruhiro bukan lah seorang Mage, dan dia juga tidak memiliki ingatan lamanya tentang itu, jadi dia tidak begitu tahu apa artinya, tapi mungkin saja itu semacam sihir yang menahan sihir. Mungkin juga itu sama dengan Blood Spell Adachi yang dia dapatkan dari Benua Merah.

 

Mantra para Mage hendak mengenainya, tapi kemudian dihapus.

 

Raja Lich terbungkus dalam kubah kebiruan transparan. Apakah itu lah yang membelokkan, atau mungkin menghilangkan sihir para Mage?

 

Raja yang tidak tertidur bahkan dalam kematian mengenakan pakaian yang terlihat seperti memiliki kemewahan tersendiri, dan mahkota yang begitu megah dan mengagumkan. Tapi dia sudah mati. Jelas-jelas terlihat bahwa dia tidak lagi berada di antara para kehidupan. Dia sudah meninggal. Dia mengenakan sarung tangan emas yang mengesankan di tangan kanan, dan kulitnya yang terlihat ada di wajah dan tangan kirinya yang memegang tongkat. Tidak, apa itu bahkan bisa disebut kulit? Ketika masih hidup, kulitnya pasti penuh dengan kehidupan yang mengalir dengan darah. Namun, sekarang sudah mengering, dan sisa-sisanya menempel di tulang dia. Wajahnya tidak jauh berbeda dari tengkorak. Rongga matanya berwarna hitam, dan tak lebih dari lubang.

 

Pasti sudah lewat bertahun-tahun lamanya sejak dia meninggal.

Tapi nyatanya, dia bisa berdiri, dan bergerak saat ini. Dia memiliki kekuatan yang begitu besar. Meskipun tubuhnya tak bernyawa, dia tetap lah sang Penguasa Makam ini.

 

Raja yang tidak tertidur bahkan dalam kematiannya.

 

Raja Lich.

                                                                

“Yahhhhh…!” Renji menerjang maju. Pedang raksasanya yang mengerikan mengeluarkan sinar keunguan.

 

“Aragarfald!” Ranta meneriakkan nama suatu relik. Dia tidak merujuk ke pedang raksasanya. Relik yang dia maksud ia lah armor besi yang sedang dikenakan Renji. Armornya lah yang memberikan kekuatan unik pada pedangnya agar terlihat seperti itu.

 

Sihir tidak bekerja pada Raja Lich karena dia bisa menggunakan Anti-Sihir untuk menahannya. Tetapi jika itu lah masalahnya, maka yang harus mereka lakukan hanyalah menerjang ke arah Raja Lich dan menebasnya. Kedengaran seperti ide yang bisa dipikirkan siapa pun, tapi Renji lah yang membuat keputusan itu jauh sebelum orang lain bisa melakukannya. Seolah-olah dia sudah memutuskan itu saat sihir Adachi dan yang lain tidak bekerja pada Raja Lich. Bahkan mungkin saja dia sudah bersiap akan kemungkinan itu sebelumnya.

 

Jarak antara dia dan Lich King ia lah 15-20 meter. Hanya dalam hitungan detik, Renji pasti akan menembus Anti-Sihirnya dan menebas Raja Lich. Namun, Haruhiro tidak berpikir, Tak ada yang bisa dilakukan oleh Raja Lich sekarang. Pasti dia akan melakukan sesuatu, Haruhiro hanya tak bisa membayangkan apa itu.

 

Dan memang benar, Raja Lich bergerak, meskipun dia hanya mengangkat tangan kanannya yang mengenakan sarung tangan emas. Ketika dia melakukan itu, Anti-Sihir berwarna kebiruan menghilang. Tapi dia tidak cuma melakukan itu. Pada saat yang sama, Raja Lich dengan cepat terbang ke udara.

 

Yah, lebih tepatnya bukan Raja Lich yang terbang, tapi lantai yang ada di bawah kakinya. Tidak, itu juga salah, yang benar adalah pasir di bawah kakinya. Kumpulan pasir itu berputaran dengan kecepatan luar biasa, dan mengangkat Lich King ke udara. Dia terbang lebih tinggi dan tinggi sampai lima meter atau lebih. Raja Lich berdiri di atasnya.

 

"Ngh...!" Renji menebas alas pasir itu, tapi tidak berguna. Ada kilatan petir ungu, dan pedangnya membuat pasirnya beterbangan ke mana-mana, tetapi celah yang dia buat dengan cepat tertutup kembali.

 

“Delm, hel, en, balk, zel, arve…!” Mimorin tak membuang waktunya untuk menggambar elemen di udara dan melepaskan Blast.

 

Untuk sesaat, Haruhiro berpikir, Mungkin kali ini akan bekerja.

 

Raja Lich berhenti menciptakan para Palsu ketika dia menggunakan Anti-Sihir. Dan juga, dia melepaskan Anti-Sihir ketika menciptakan alas pasir. Artinya, dia tak bisa melakukan dua hal sekaligus. Dia hanya bisa melakukan salah satunya. Jika memang benar begitu, meskipun dia bisa menghindari serangan fisik ketika di atas alas pasir itu, tetapi dia tidak bisa menghindari sihir, kan?

 

Tebakan Haruhiro pasti benar, karena Raja Lich tidak menggunakan Anti-Sihir ketika dia terbang di udara saat ini. Blast dari Mimorin melesat ke arahnya, tetapi meleset. Raja Lich berhasil mengelak. Pedestal* itu lebih dari sekadar tumpuan semata. Pedestal tersebut bisa bergerak seperti seekor naga dengan Raja Lich di atasnya. Apa dia berniat untuk meninggalkan platform? Naga Pasir itu menundukkan kepalanya dan terlihat sedang membawa Raja Lich turun ke lantai pertama.

 

(Alas pasir bakal gw singkat jadi Pedestal mulai sekarang)

 

“Zeel, mare, gram, fey, ruvy, quo, pai, silka, krai, es…!” Adachi melantunkan suatu Mantra. Sihir apa yang hendak dia lepaskan?

 

“Whiteout!” teriak Mimorin. Itu kah nama mantranya? Mungkin sihir Kanon. Hal itu menyebabkan area di sekitar Raja Lich hendak mendarat dalam radius puluhan meter tertutupi oleh warna putih. Salju. Badai salju yang ganas. Meskipun jaraknya jauh dari Haruhiro dan yang lain, mereka masih saja menggigil kedinginan.

 

"Hah! Kau suka itu!?" teriak Ron.

 

"Dia berhasil menahannya!" lontar Adachi dengan marah. “Dia menggunakan Anti-Sihir di detik-detik terakhir!”

 

Artinya, Raja Lich aman di balik penghalang Anti-Sihir di tengah-tengah badai salju yang sedang mengamuk.

 

"Oke, ubah rencana!" Tokimune memamerkan gigi seputih mutiaranya dan menuju ke lantai pertama. Apa kata kecewa tak ada dalam kamusnya? Kekuatan mentalnya begitu menakjubkan.

 

"Ayo turun!" perintah Shinohara. Platform ini mungkin setinggi lima meter. Meskipun bukan lah hal yang mustahil untuk melompat langsung dari sana, tapi Haruhiro lebih memilih lewat tangga.

 

"Kita maju!" Renji tak berniat untuk menggunakan tangga. Haruhiro pun mengerti. Jauh lebih cepat dengan melakukan itu. Mereka ingin sampai ke Raja Lich sebelum Whiteout mereda. Karena Renji sedang menggunakan efek petir ungu dari Aragarfald, maka dia memiliki batas waktu yang perlu dia pertimbangkan, dan juga kekuatan reliknya tidak begitu sederhana sampai-sampai dia bisa mengaktifkan dan menonaktifkannya sesuka hati. Dia harus mengakhiri ini ketika petir ungunya masih aktif. Jika tidak, maka dia akan dibuat tak bergerak selama beberapa waktu. Dalam kasus terburuk, hal itu bisa saja merenggut nyawanya, jadi dia harus bergegas secepat yang dia bisa.

 

Jika saja Renji tidak melirik ke arahnya, Haruhiro akan menggunakan tangga bersama Tokimune. Kenapa dia melirikku? Haruhiro bertanya-tanya.

 

Apa artinya "Kau tak ikut?"

 

Atau lebih ke "Kau pasti ikut, kan?"

 

Kuharap kau tak menyeretku denganmu.

 

Tidak seperti Renji, Haruhiro adalah pria normal yang biasa-biasa saja, dan itu sudah menjadi kenyataan yang sulit dia ubah. Haruhiro tak tahu apa yang Renji harapkan darinya, tapi kelihatannya ada sesuatu yang membuat dia tertarik. Sejujurnya, dia tidak ingin terlibat.

 

Aku tak bisa melakukan apa yang tidak bisa kulakukan, bung.

 

Pria rendahan seperti Haruhiro tak bisa mengejar Renji. Jadi Haruhiro hanya ingin melihat aksinya dari kejauhan, dan menyorakinya seperti Anna-san. Dia tidak ingat masa lalunya, tapi dia merasa bangga bisa mendaftar pada saat yang sama dengan Renji. Dia tidak berbohong. Itu adalah kenyataannya.

 

Jadi kenapa? Kenapa Renji berharap tinggi padanya? Haruhiro sendiri juga kesulitan memahami itu.

 

Maksudku, itu gak mungkin, kau tahu? Mustahil aku bisa melakukan itu. Aku gak bisa memenuhi harapanmu.

 

Tapi apakah hal yang benar baginya untuk mengambil sikap, Kau berada di dimensi yang sama sekali berbeda dengan kami, jadi kumohon abaikan saja kami yang rendahan ini. Jangan buat permintaan yang tak masuk akal seperti mengikutimu, pada saat ini?

Jika Haruhiro berada di posisi Renji, dia akan terkejut. Tapi dia memang tidak bisa memperlakukan seseorang yang mengeluarkan aura sepertinya dengan setara.

 

Kenyataannya mereka memang tidak setara. Jarak antara kemampuan mereka terlalu jauh, dan juga ada jurang menganga yang tak bisa dia sebrangi.

 

Hal itu terlihat jelas sekali dilihat dari kekuatan tempur mereka. Tapi manusia bisa melakukan lebih dari sekedar bertarung semata. Apakah dia perlu bertindak merendahkan diri pada seseorang hanya karena dia tidak bisa mengalahkan mereka dalam pertarungan? Bisakah seseorang yang lebih kuat darinya langsung bisa disebut tidak setara? Tidak.

 

Tapi tetap saja, Haruhiro tahu posisinya. Demi rekan-rekannya, dia tak bisa bertindak gegabah dan membuat dirinya terluka parah atau bahkan terbunuh.

 

Aku tak boleh bertindak bodoh. Aku tidak akan melakukan apa yang tak bisa kulakukan, oke?

 

Tapi yah, jika hanya lompat dari platform setinggi lima meter tanpa menggunakan tangga, thief seperti Haruhiro masih bisa mengatasinya. Renji pun tidak langsung melompat dari platform. Dia bergantung di tepi, lalu menjatuhkan dirinya. Haruhiro menirunya. Jika dia menggunakan sisi platform sebagai pegangan, maka dampaknya tak akan terlalu buruk. Namun, jika dia mengenakan armor besi atau pun membawa senjata berat, maka mungkin akan berakibat fatal, tapi untungnya Haruhiro tidak punya beban besar seperti Renji yang membawa banyak peralatan berat, tapi dia bukan lah pria biasa. Listrik ungu Aragarfald mungkin juga membantunya.

 

Renji berlari menuju area yang terkena dampak Whiteout.

 

Haruhiro mengejarnya sambil melirik tangga ke plattform saat dia melaju. Tokimune sudah berhasil turun ke bawah. Dia juga melihat Ranta, Shinohara, Kimura, dan lebih banyak yang mengikuti.

 

Terdengar bunyi hantaman keras di belakangnya, dan ketika berbalik, dia melihat Matsuyagi sedang mengeraskan kakinya untuk menahan dampak saat mendarat ke tanah. Apakah dia melompat dari plattform? Mungkin Renji dan Haruhiro meyakinkannya untuk melakukan hal yang serupa. Tapi dia baik-baik saja, kan? Yah, dia masih bisa berlari, jadi kakinya pasti tidak apa-apa.

 

Efek Whiteout mulai memudar. Salju-salju masih beterbangan dengan deras, tapi Haruhiro bisa melihat Raja Lich di balik penghalang Anti-Sihir-nya.

 

Renji menerjang maju melalui badai salju. Dia memposisikan pedang berlistrik ungu di bahunya dengan terlihat siap untuk mengayunkannya kapan saja.

 

Raja Lich pasti akan dipaksa untuk melepaskan Anti-Sihir-nya. Apa dia akan terbang di atas pedestal agar bisa melarikan diri lagi? Ataukah mengendarai sang Naga Pasir hanya untuk menghindar?

 

Haruhiro perlu melihatnya sendiri.

 

Bagaimana Lich King dan Renji akan bertindak?

 

Dan juga apa kemungkinan yang bisa Haruhiro lakukan saat ini?

 

Seperti yang telah dia duga, Anti-Sihir Lich King menghilang. Badai saljunya juga menjadi jauh lebih melemah kali ini.

 

Renji melompat. Kemampuannya untuk melompat tidak lah normal. Dia seperti jatuh dari langit. Renji menyerang Raja Lich bersamaan dengan kilatan ungu yang memancar darinya.

 

Dia tidak akan membuat pedestal pasir. Sepertinya itu asumsi yang aman. Jika si Undead itu terbang tinggi, maka dia akan menjadi mangsa Renji. Jadi sebaliknya, dia terbang sedikit. Pasir. Ada pasir-pasir yang sedang mengumpul. Naga Pasir. Tubuh Haruhiro mulai bergerak dengan sendiri. Ke kiri.

 

Renji mengayunkan pedangnya ke bawah, dan menghancur-leburkan lantai serta menghempaskan pasir dan debu di sekitarnya.

 

Dia meleset.

 

Naga Pasir itu membawa Raja Lich ke kiri.

 

Haruhiro tidak banyak menunggu karena mereka tiba di waktu yang bersamaan. Raja Lich tidak menyangka Haruhiro ada di sana. Haruhiro juga terkejut karena bisa ada di sana.

 

"Ah!"

 

Dia akan menabrakku, pikir Haruhiro. Dari sudut pandang Haruhiro, terlihat seperti Raja Lich telah menabraknya, dan sama sekali tidak akan mengejutkan jika dia terlempar ke udara karenanya, tapi entah bagaimana caranya dia berhasil berpegangan pada kepala Raja Lich dengan tangan kiri, lalu mengeluarkan belati dengan tangan kanan. Mahkotanya terlepas, dan Haruhiro hampir terlempar. Terlepas dari penampilan kerangka Raja Lich, dia masih memiliki rambut. Warnanya putih, atau mungkin abu-abu, dan cukup panjang. Haruhiro sedang mencengkramnya dengan tangan kiri.

 

Dia menggenggam belatinya dengan pegangan backhand, dan mencoba menusukkannya ke wajah Raja Lich.

 

Dia hampir berhasil melakukan itu, tapi gagal ketika gumpalan pasir di kaki Raja Lich terbentuk menjadi sesuatu. Yah, tidak tepat bila disebut ‘sesuatu’ karena itu adalah...

 

"Aku...?!"

 

Itu Haruhiro. Yah, tentu saja bukan Haruhiro asli. Sesuatu itu hanya mirip Haruhiro.

 

Dia pun langsung adu hantam dengan kembaran palsunya, jadi dia tak bisa menempel pada Raja Lich. Dia berhasil berada di atas Haruhiro palsu, kemudian berakhir di bawahnya, tapi berhasil ke atasnya lagi. Dia pun berhasil menggorok leher Haruhiro palsu lalu melompat menjauh.

 

Renji dikelilingi oleh banyak Palsu yang terbentuk terus-menerus ketika dia berhasil menebas dan menghancurkan salah satunya. Matsuyagi, Shinohara, dan Kimura, serta Ron, Tokimune, dan Tada juga sedang melawan segerombolan Palsu tidak jauh dari Haruhiro.

 

Raja Lich. Dimana dia?

 

Di sana, ya.

 

Raja Lich ternyata lebih dekat dari yang Haruhiro duga, dia sedang berdiri hanya enam atau tujuh meter darinya.

 

Dia hanya sendiri.

 

Musuh hanya bisa menggunakan satu kekuatan pada satu waktu. Kurang lebih hal itu sudah pasti pada saat ini. Dia telah menghilangkan Naga Pasir agar bisa membuat para Palsu. Ketika dia membuat para Palsu, dia tidak bisa melakukan hal lain.

 

Raja Lich terasa tidak mengawasi Haruhiro. Yah, karena dia tidak memiliki bola mata, maka dia tidak bisa melihat apa-apa. Tapi tubuh dan wajahnya tidak menghadap ke arah Haruhiro.

 

Mungkinkah ini kesempatanku?

 

Aku bisa menjatuhkannya sekarang, kan?

 

Mungkin akan lebih baik jika Haruhiro bergerak sebelum berpikir, tapi siapa tahu? Dia tidak bisa mengatakan itu dengan pasti.

 

Raja Lich membanting gagang tongkatnya ke lantai dan mengangkat tangan kanannya yang mengenakan sarung tangan emas.

 

Sesuatu terasa sangat tidak pada tempatnya. Hanya itu lah yang Haruhiro bisa untuk menggambarkannya.

 

Pada dasarnya, dia mengikuti instingnya. Haruhiro menjatuhkan diri ke tanah, dan tiba-tiba merasa seperti tak bisa nafas. Mengapa dia menjatuhkan diri ke tanah? Dia pun tidak tahu. Ada satu bola emas bersinar yang muncul di depan tangan Raja Lich yang dia ulurkan, lalu terbagi menjadi tiga, dan melesat maju.

 

"Demon Call! Zodie!" Karena merasakan bahaya, Ranta memanggil iblis Dark Knight-nya, Zodie.

 

Apakah Haruhiro baru saja melihat salah satu peluru emas yang terbagi dari bola emas itu melesat di atas kepalanya? Tak peduli apa dia bisa melihatnya atau tidak, yang pasti dia akan terkena peluru emas itu jika tidak menjatuhkan diri ke tanah.

“Whoa!” teriak Ranta. Haruhiro mulai mengalihkan pandangnya hanya untuk melihat si Dark Knight partynya sedang tergeletak di tanah dengan menyedihkan. Iblis yang dia panggil tidak bisa dilihat di mana pun. Dia hilang? Setelah menahan peluru emas? Apa dia melindungi Ranta?

 

"Ap-?!"

 

Berdasarkan posisinya tadi, Renji telah melompat ke samping. Dia pasti secara refleks menghindari peluru itu. Tapi ada orang lain yang berada tepat di belakangnya.

 

Warrior Raksasa Orion. Ada lubang di sisi tubuh Matsuyagi, dan penuh dengan noda hitam yang pekat. Dia terkena peluru emas di sisi itu?

 

Matsuyagi menjatuhkan palu perang yang dia pegang di kedua tangan saat sedang berlari dan dengan perlahan tubuhnya pun terjatuh ke depan.

 

“Whahhh…?!”

 

Suara siapa itu? Untuk sesaat, Haruhiro tidak mengetahuinya. Tidak mungkin suara Shinohara bisa seserak itu. Tapi nyatanya memang dia. Shinohara sedang berbaring telentang. Aneh. Kelihatannya seseorang telah mendorongnya ke samping.

 

Satu-satunya kesimpulan yang mungkin adalah Shinohara telah didorong oleh Kimura, yang berada tepat di sebelahnya.

 

Mengapa Kimura melakukan itu?

 

Mengapa Kimura terjatuh ke arah Shinohara?

 

Sang Pemimpin Orion menangkapnya. “Kau… mati, Kimura. Kenapa...?”

 

"Ma—" Haruhiro terdiam.

 

Dia mati.

 

Kimura.

 

Matsuyagi juga.

 

Haruhiro dan Renji berhasil menghindar tepat waktu, sedangkan Ranta bisa bertahan dengan mengorbankan iblisnya. Peluru emas itu bisa membunuh raksasa seperti Matsuyagi dalam sekali hantam seolah-olah dia bukan lah masalah besar. Jika sihir itu mengenai mereka, maka dijamin akan langsung membunuhmu di tempat. Dia menyebutnya mantra Instant-Death.

 

Hal itu juga bisa saja membunuh Haruhiro, Renji, Ranta, atau pun Shinohara sebagai gantinya tadi.

 

Jika Raja Lich bisa menggunakan mantra Instant-Death lagi, maka mungkin akan ada lebih banyak lagi yang gugur.

 

Bisa saja Haruhiro yang berikutnya. Atau mungkin juga salah satu rekannya.

 

Haruhiro masih menunduk di tanah sambil menatap Lich King. Dia tidak bisa bergerak.

 

Dia ketakutan.

 

Seluruh tubuhnya meringkuk ketakutan. Lebih dari itu, otaknya menolak untuk berfungsi.

 

Tentu saja, dia tidak bisa terus seperti ini, jadi Haruhiro pun segera bangun. Tapi situasinya tidak lah bagus. Sangat tidak bagus. Situasinya sungguh buruk. Bidang penglihatannya menyempit, dan yang bisa dia lihat hanyalah Raja Lich. Dia tidak bisa mengetahui dimana rekan-rekannya atau anggota pasukan lain berada. Dia takut. Dia hanya bisa merasa takut. Jika Raja Lich menggunakan mantra Instant-Death lagi, maka dia harus menghindarinya. Tidak, rekan-rekannya lah yang paling utama darinya, tapi terus kenapa? Kimura melindungi Shinohara. Jika Haruhiro berada dalam posisi untuk melakukannya, dia akan melakukan hal yang sama. Dia pasti akan melakukannya. Setidaknya jika memungkinkan. Satu-satunya yang berada di dekatnya adalah Ranta. Rekan-rekannya. Dia harus mencari tahu di mana rekan-rekannya berada. Tapi dia juga tidak bisa berpaling dari Raja Lich.

 

“Rahhhh…!”

 

Renji.

 

Oh, Renji.

 

Lihat. Renji beraksi.

 

Sebelum orang lain bisa berpikir jernih, Renji menerjang ke arah Raja Lich dan menebaskan pedang berlistrik ungunya, tetapi Naga Pasir membuat Lich King pergi menjauh. Kilatan ungu itu mulai menghampirinya, tetapi Naga Pasir itu sedikit lebih cepat darinya.

 

Raja Lich pun semakin menjauh dari Renji.

 

Raja Lich semakin jauh dari plattform singgasananya. Tak ada anggota detasemen dari arah yang sedang dia tuju.

 

“Delm, hel, en, balk, zel, arve…!” Mimorin melepaskan tiga Blast secara berurutan ke arah Raja Lich. Naga Pasir itu menyingkir setiap kalinya, tapi itu hanya lah pengingat. Mereka juga memiliki penyihir di pihak mereka.

 

"Sekarang waktunya! Kita baru saja memulainya, teman-teman! ” teriak Tokimune. Dia terdengar ceria, dan tidak takut. Tak ada orang yang tidak akan terdorong ketika mendengarnya.

 

Haruhiro mulai berlari. Dia ketakutan. Sangat takut. Saking takutnya sampai-sampai dia tidak bisa melihat apa yang terjadi di sekitarnya dengan baik. Tapi ketakutannya tidak akan membawa dia pada hal yang berarti. Raja Lich akan menggunakan mantra Instant-Death lagi ketika bisa. Mereka harus cepat-cepat menjatuhkannya, mengalahkanya, dan membunuhnya. Artinya Haruhiro tak bisa berdiam diri saja. Setidaknya, dia bisa mengorbankan dirinya agar terkena mantra itu. Jika dia terkena olehnya dan mati, setidaknya dia berhasil menolong orang lain.

 

“Delm, hel, en, giz, balk, zel, arve…!”

 

“Zeel, mare, gram, eld, nilug, io, sel…!”

 

“Jess, yeen, sark, viki, teo, meo, fram, dart, ul, dio, zeon…!”

 

Para Mage Orion dan Adachi melepaskan sihir Arve, Kanon, dan Falz. Tak satu pun darinya di bawah Blast-nya Mimorin.

 

Raja Lich membiarkan Naga Pasirnya runtuh, dan memakai Anti-Sihir untuk menahan sihir mereka.

 

Sementara itu, Renji mendekatinya.

 

“Graahhhhh…!”

 

Petir ungunya dengan kejam menerjang Raja Lich.

 

Mungkin kali ini akan bekerja.

 

Raja Lich melepaskan Anti-Sihir-nya. Apa pun yang dia lakukan selanjutnya, pedang besar Renji lah yang akan sampai padanya lebih dulu. Renji tak butuh serangan kedua. Dia akan menyelesaikan nya dalam sekali serang.

 

Namun, asumsi optimis semacam itu hanya lah cara seseorang untuk melarikan diri dari kenyataan, yang membuat mereka salah menilai sesuatu. Renji berhasil mendekat, tapi masih tidak cukup untuk bisa menebasnya tepat waktu.

 

Raja Lich membanting gagang tongkatnya ke lantai, dan mengarahkan tangannya yang mengenakan sarung tangan ke arah Renji. Bola emas pun muncul didepannya.

 

Meskipun nyaris kena, tapi pedang Renji tidak akan bisa mencapai Raja Lich. Mantra Instant-Death lah yang akan mengenainya lebih dulu.

 

Tidak seperti Haruhiro, yang terjatuh ke dalam perangkap asumsi optimis, Renji sudah menduga hal ini. Sebab itu lah dia langsung menghentikan tebasannya dan berbalik.

 

“Renji…!” teriak seseorang.

 

Bola emas itu terbelah menjadi tiga. Mantra Instant-Death, yang akan menyebabkan kematian pada siapa pun tanpa terkecuali, ditembakkan.

 

"Minggir lah!" terdengar raungan yang menggema di seluruh ruangan.

 

Seseorang menyerbu ke arah Raja Lich menggantikan Renji.

 

“Shinohara-san...?!” perhatian Haruhiro selama ini hanya tertuju pada Renji, jadi dia tidak terlalu memperhatikan Shinohara. Mereka baru saja kehilangan Kimura. Shinohara tampak tercengang akan kenyataan itu, tapi alih-alih merasa frustasi olehnya, dia bertindak untuk membalasnya.

 

Tapi, bung. Dia terlalu nekat.

 

Mantra Instant-Death Raja Lich pun ditembakkan.

 

Shinohara berlari lurus ke arah peluru-peluru emas itu melaju.

 

Kalau terus begini, bukankah dia akan terkena langsung oleh ketiga peluru itu? Shinohara tidak sedang menggenggam pedang di tangannya, tapi perisai yang berkilauan. Apa dia berniat menggunakannya untuk bertahan, kemudian berhadapan dengan si Undead itu? Tapi bisakah perisainya menahan mantra Instant-Death? Bukannya mustahil?

 

“Whoooooa!” teriak Ranta. Anggota Orion, Tokimune, Tada, dan Kikkawa meneriakkan nama Shinohara. Merry juga mengatakan sesuatu, dan Haruhiro pun begitu tanpa dia sadari.

 

Perisai Shinohara mulai bersinar putih seolah-olah terpanaskan oleh sesuatu.

 

Relik.

 

Dia memakai Relik, kah?

 

“Ugh…!” Perisainya menghantam Raja Lich dan membuatnya terdorong mundur. Haruhiro sudah tahu bahwa pedang pendek dengan ujung diagonal itu tidak lah biasa. Shinohara menggunakan itu untuk menusuk tenggorokan Raja Lich sambil meraung luar biasa seolah-olah dia mengeluarkan semua udara dari paru-parunya sekaligus dan menyebabkan dia bisa mengeluarkan suara itu.

 

Dia memutarkan pedang anehnya dan menerbangkan kepala Raja Lich jauh ke udara. Dia tidak perlu melakukannya sejauh itu, tapi Shinohara mungkin tidak akan puas jika tidak begitu.

 

“Nghhhhh…!” Shinohara melanjutkannya dengan menebas lengan kiri Raja Lich dan kali ini menerbangkan lengan kanannya, kemudian dia belah dua si Undead itu, dan menendang tubuh bawahnya dari bawah.

 

Kepala Raja Lich yang terpenggal berguling ke kaki Shinohara.

 

Dia menginjak-nginjaknya dan menghancurkannya.

 

Akhirnya dia pun selesai.

 

Sekarang Raja Lich tak lebih dari pasir dan debu saja. Yang tersisa darinya hanyalah pakaian, tongkat, dan sarung tangan emasnya.

 

“Ahh...” Shinohara menatap ke langit. Bahunya naik dan turun, dan dia bernafas sangat cepat. Mungkin juga dia sangat kesulitan untuk bisa berdiri saat ini.

 

Namun, seorang pria yang merupakan temannya sudah tidak ada lagi.

 

Shinohara melepaskan pedang dan perisainya, lalu berlutut. Kepalanya tertunduk, dan tangannya menyentuh tanah, dan dengan marah memukul-mukul sisa debu Raja Lich.

 

“Arrghhhhhhhh…!”

 

Mereka menang. Raja Lich akhirnya bisa dikalahkan. Mereka berhasil.

 

Tentu saja Haruhiro tak akan mengatakan itu. Dia hanya bisa diam. Apa yang harus dia katakan pada Shinohara? Tak peduli kata-kata apa yang dia gunakan, dia yakin semuanya tidak ada yang benar.

 

Anggota Orion lainnya berkumpul di sekitar mayat Kimura dan Matsuyagi. Mereka semua terlihat khawatir pada Shinohara, tapi tak ada satupun dari mereka yang mencoba 'tuk mendekatinya.

 

Hanya Renji yang berani melangkah ke arahnya, lalu menusukkan pedang besarnya ke lantai dan duduk. Dia sudah tidak memancarkan listrik ungu lagi. Efek Aragarfald sudah memudar. Renji tidak akan bisa bergerak selama beberapa waktu.

 

"Seorang priest menahan serangan untuk orang lain...?" gumam Shinohara dengan rendah dan serak. "Apa sih yang kau pikirkan? Dasar bodoh... Perisaiku bisa menahannya...”

 

“Apa kau yakin tentang itu?” tanya Renji. Nafasnya tersengal-sengal. Meskipun begitu, dia bisa berbicara dengan tenang. Apakah menggunakan Aragarfald membuatnya sulit berbicara? Atau kah dia hanya coba menunjukkan rasa hormat pada orang mati?

 

Shinohara tidak langsung menjawab. Setelah beberapa saat, dia pun menggelengkan kepalanya.

 

“Tidak, itu seperti berjudi. Aku belum pernah terkena sihir seperti itu sebelumnya.”


“Kalau begitu Kimura tidak lah bodoh, karena ada risiko pemimpin klannya akan mati. Jika aku berada di posisinya, maka aku pun akan melakukan hal yang sama.”


“Begitukah?”

 

"Ya."

Tags: Anime, Shiranori, Hai to Gensou no Grimgar, Kuzaku (Hai To Gensou No Grimgar), Official Art, Character Request, Novel Illustration, Grimgar Of Fantasy And Ash

"Hal yang sama seperti Kimura... Kau akan melakukan itu, Renji?"

 

“Dia temanmu, kan?”

 

Ada jeda sebelum dia mejawab, "Ya."

 

"Maka kau tak butuh alasan logis."

 

"Tidak... kurasa tidak." Shinohara menghela nafas panjang dan dalam.

 

Kemudian dia mengambil sarung tangan emas yang ada di lengan kanan Raja Lich.

 

Raja Lich telah berubah menjadi debu. Yang tersisa darinya hanyalah pakaian dan sepatunya, serta tongkatnya, dan sarung tangan emas yang sekarang dipegang Shinohara. Tidak, mahkota yang jatuh dari kepalanya saat Haruhiro menempel padanya juga ada di tanah dekatnya.

 

Relik, kah.

 

Oh, ya juga.

 

Apa yang membuat Raja Lich tak tertidur bahkan dalam kematiannya? Setelah melihat tubuhnya hancur seperti itu, maka mungkin saja bukan karena kekuatan khusus yang dimiliki Raja itu ketika hidup, tapi efek dari relik. Kalau begitu, harta miliknya lah yang paling mungkin jadi penyebabnya.

 

Haruhiro merangkak dan diam-diam mengambil mahkota itu.

 

Mahkota tersebut sudah tua dan kotor, tetapi dihiasi oleh banyak permata yang besar dan kecil. Benda ini pasti sangat berharga. Tapi apakah ini Relik? Sejujurnya, Haruhiro tidak tahu.

 

Shinohara mengangkat sarung tangan emas itu, dan mendekatkannya ke wajah, serta memuta-murtarnya dengan perlahan seolah-olah dia sedang memeriksanya.

 

"Apa yang kau rencanakan dengan itu?" tanya Renji. “Benda itu adalah Relik, yang memberi Raja yang mati itu kekuatan, dan mencegahnya bisa beristirahat dengan tenang. ”

 

"Kau bisa tahu?" tanya Shinohara sambil tersenyum.

 

Senyuman itu.

 

Senyuman ramahnya yang biasa, dan hangat serta sangat alami, tetapi tidak pada tempatnya di situasi saat ini, yang membuatnya jelas-jelas tidak lah normal.

 

"Ini lah yang kupikirkan," lanjutnya. “Hal yang sangat memungkinkan menurutku ia lah Relik ini mungkin saja memiliki terlalu banyak kekuatan. Aku tidak tahu otoritas seperti apa yang pernah dimiliki Raja yang dimakamkan ini di Makam. Tapi pada akhirnya, dia hanya lah manusia. Kekuatan sebanyak ini terlalu banyak untuk dikendalikan satu orang saja. Terutama bagi sosok yang bahkan tidak hidup. Bahkan sesuatu yang hidup pun tak bisa mengontrol kekuatan semacam ini. Benda ini berbahaya.” Shinohara memegang sarung tangan emas di tangan kirinya, dan pedang di tangan kanannya. “Jika aku harus jujur, ada perasaan kebencian yang kulibatkan di sini. Aku marah. Aku tidak pernah menyangka Kimura akan melakukan hal seperti itu. Hal itu benar-benar tak terduga. Aku tidak bisa bereaksi. Jadi mungkin saja aku memutuskan semua ini karena itu. Renji. Jika kamu berpikir aku mencoba melakukan hal yang salah, kumohon hentikan aku.”

Renji membuka mulutnya dan hendak mengatakan sesuatu, tapi Shinohara tiba-tiba melakukan sesuatu.

 

Dia melemparkan sarung tangan emas itu ke udara, dan menebaskan pedangnya.

 

“Whuh…?!” teriak Ranta.

 

Sarung tangan emas itu jatuh ke lantai dengan keadaan terbelah jadi dua.

 

“Raaaahhhhhh!” Shinohara tak menyembunyikan kemarahannya saat dia menginjak-nginjak sarung tangan emas yang sudah terbelah itu berkali-kali. Dia tidak perlu melakukannyas sejauh itu, kan? Mustahil untuk tidak berpikir seperti itu ketika melihatnya. Apakah Shinohara harus sepenuhnya melenyapkan apa yang Raja Lich punya sebelum merasa puas? Nafasnya tersengal-sengal. Dia menyerang sarung tangan emas itu di lantai dengan pedangnya, dan seperti tak akan ada akhirnya. Dan juga tidak ada orang yang bisa menghentikannya.

 

Tidak ada cara untuk bisa menghentikannya.

 

"Sial...! Sial! Sial! Sial! Sial...!"

 

Mungkin Shinohara terlalu berlebihan sehingga dia tersandung dan jatuh ke lantai. Bahkan ketika begitu, dia tetap mencengkeram pedangnya dan hendak mengayunkannya, tetapi berhenti.

 

"Sialan...!"

 

Dia berlutut lagi, dan membuang pedangnya dengan sembarangan. Serpihan-serpihan sarung tangan emas itu bercampur dengan pasir dan debu. Kelihatannya dia mencoba mengubur wajahnya di sana. Apa dia sedang menangis? Mungkin dia tidak ingin orang lain melihat air matanya.

 

Mata Renji tertutup.

 

Haruhiro juga mengalihkan pandangannya dari Shinohara. Bagaimana dengan mahkotanya? pikirnya, meskipun dia tahu ini bukan lah waktu yang tepat untuk itu. Dia mengambilnya tadi sambil berpikir, Mungkin saja ini Relik, tetapi jika bukan, maka itu hanya lah aksesoris yang begitu berharga. Tergantung dari caramu melihatnya, Haruhiro bisa saja dibilang coba membawa kabur beberapa harta karun itu. Dia tidak ingin orang lain menyalahpahaminya seperti itu. Tetapi pada saat yang sama, dia juga tidak ingin mengembalikannya. Kalau begitu, apa sih yang harus dia lakukan saat ini?

 

Ketika dia melihat kembali ke Shinohara, dia sudah berdiri.

 

“Kita harus mengkremasi mereka berdua di sini,” kata Shinohara sambil melihat para anggota Detasemen ini. “Setelah itu, kita akan beristirahat sebelum lanjut lagi. Operasi ini masih belum selesai. Kita harus menyelesaikannya, jadi pengorbanan mulia mereka tidak akan sia-sia.”

 

Sudah jelas kalau dia tidak tersenyum ketika mengatakan itu. Dia juga tidak terlihat marah. Yang ada, wajahnya tanpa ekspresi. Nada suaranya terdengar datar, tetapi dia mungkin sedang menekan emosinya.

 

Haruhiro mencurigai Shinohara selama ini, dan karena itu lah hal ini tampak aneh baginya. Sifatnya kali ini tidak seperti Shinohara. Sekarang dia mengubah persnelingnya begitu cepat. Tapi mungkin kah Shinohara memang begitu? Dia hanya bertingkah seolah dia baru saja mengganti persneling, tapi mungkin sebenarnya tidak?

 

Bagaimana jika semua itu hanya lah akting?

 

Mungkin Haruhiro lah orang yang aneh karena berpikir seperti itu.

 

Setidaknya, Kimura begitu peduli pada Shinohara sampai-sampai dia tak ragu untuk mengorbankan nyawa dia untuknya. Dia aneh, tetapi juga teman yang baik dan setia.

 

Kimura sangat peduli pada temannya, peduli padanya dari lubuk hatinya yang dalam, sehingga dia mungkin tidak akan memihak Haruhiro.

 

Bukan hanya Shinohara yang menderita karena kematiannya. Haruhiro dan yang lain juga merasa kehilangan Kimura.

Komentar