Bab 14: Bersama

Haruhiro, Setora, Itsukushima dan si Utusan Neal pergi untuk bertemu Ranta dan yang lain yang sedang menunggu di area tepat di depan Elevator berada. Teman-temannya pun sudah mendengar situasinya.

 

“Seperti yang diharapkan, mereka memang cepat. Bagaimanapun juga, ini Forgan.” Ranta tersenyum dan menjilat bibirnya. Kelihatannya dia jadi semangat. “Kuyakin musuh akan menyerang habis-habisan bertepatan setelah serangan ini terjadi. Jika mereka berhasil mengambil alih benteng dan menerobos the Great Iron Fist Gate, maka kita akan berada dalam masalah.”

 

“Kenapa kau kelihatan senang, Ranta-kun? Kau sudah gila, kah?”

 

“Dasar bodoh! Keadaan terdesak seperti ini itu selalu jadi kesempatan terbaik untuk ini, kau tahu!?”

 

“Aku gak ngerti. Apanya yang kau maksud dari kesempatan terbaik, coba.”

 

Yume menganggukan kepalnya.

 

“Yume juga setuju, terdesak ya terdesak, kedesak kedesak gitu, lho.”

 

Haruhiro ingin menyakan apa yang Yume maksud, tapi dia urungkan. Tak peduli seberapa lamanya waktu telah berlalu, Yume akan selalu jadi Yume. Itu baik-baik saja.

 

Bahkan Kuzaku bisa tenang di saat-saat seperti ini meskipun bersifat pesimis. Dia punya kekuatan yang membuatnya terbuka bahkan ketika merasa lemah. Haruhiro tidak perlu khawatir padanya, kecuali tentang dirinya yang tidak peduli akan keselamatannya sendiri.

 

Ketika mata Merry bertemu Haruhiro, dia menghela nafas dan mengangguk. Dia merasa tegang, tapi kedua ujung bibirnya terangkat keatas, dan dia terlihat sangat baik. Ekspresi yang bagus. Tidak peduli ekspresi apa yang dia miliki, tidak ada kata buruk di setiap salah satunya. Memang benar bahwa Raja Iron sangat lah cantik, tapi Merry bahkan lebih dari itu. Mungkin hanya Haruhiro yang berpikir seperti itu. Tapi itu baik-baik saja. Faktanya, lebih baik jika seperti itu.

 

Jangan jadi linglung, kata Haruhiro pada dirinya, tidak, tidak, bukannya aku linglung. Aku hanya perlu meningat bahwa Merry itu spesial. Setiap menit dan detik aku harus menegaskan itu. Entah kenapa, tidak peduli berapa kali aku mengingat itu, perasaan yang kurasa selalu terasa berbeda-beda setiap kali mengingatnya.

 

Tidak, tidak, tidak. Aku tidak bisa. Jika terus seperti ini, aku akan jatuh pada lingkaran pengakuan. Aku ingin sekali mengatakan itu, tapi tentu saja tidak akan.

 

“Aku lebih suka jika tahu apa tujuan kita sekarang.” Kata Setora tanpa beban.

 

Tujuan. Benar. Setora hampir selalu benar setiap saat. Aku ingin mengatakan bahwa dia selalu benar, tapi aku tidak berpikir Setora yang ketat pada dirinya akan setuju. Tidak ada orang yang tidak pernah salah, jadi tidak ada yang namanya selalu benar. Itu lah yang kuduga akan dia katakan.

 

“Itsukushima. Haruhiro-dono.”

 

Sang Menteri Kiri berjanggut merah memanggil. Dia mendekat dan memberi isyarat pada Haruhiro dan Itsukushima untuk mendekat dengan tangan.

 

“Aku memiliki sesuatu yang perlu kudiskusikan dengan kalian. Kuharap kalian tidak akan memberi tahu siapa pun tentang apa yang akan kukatakan ini.”

 

Haruhiro bertukar tatap dengan Itsukushima kemudian mengangguk. Axelberd, sang Menteri Kiri, berkata dengan suara rendah.

 

“Berhubungan dengan Gerbang Hebat Iron Fist dan Gerbang Walter yang merupakan pintu belakang, ada jalur masuk lagi ke Iron-Bloded Kingdom, Gerbang Dreg. Di jaman dahulu, sang penemu hebat Dreg membuka jalur dari kamar tidur Raja ke bagian timur Pegunungan Kurogane lewat lift dan mesin berjalan otomatis. Hanya segelintir orang yang mengetahui ini.”

 

Menurut sang Menteri Kiri, tidak ada Dwarf seperti Dreg sebelum atau pun sesudahnya. Dikatakan bahwa sang penemu hebat itu memiliki murid, tapi tidak ada yang sehebat dirinya.

 

Bahkan setelah kematian sang penemu hebat itu, Gerbang Dreg terus beroperasi tanpa masalah selama 50 tahun, tapi itu mulai sering rusak secara berkala dan akhirnya tidak bisa diperbaiki. Namun, ada sebuah mekanisme diperkenalkan untuk menggerakan mesin itu dengan tenaga manusia (Dwarf anggapnya), dan sampai 10 tahun yang lalu, itu berfungsi sebagai rute pelarian sang Raja.

 

“Tapi sekarang itu sudah sangat sulit bahkan untuk masuk. Hampir tidak ada gunanya.”

 

Di Iron Palace, sebuah lift memisahkan tingkat bawah ini, yang merupakan tempat Raja Iron tinggal, dari tingkat atas yang mengarah ke perkotaan. Jika kau menghancurkan lift nya, maka kau hanya bisa datang ke sini melalui terowongan kecil dan sempit. Jika terowongannya dihancurkan, maka tingkatan bawah ini pun bakal tertutup. Bahkan jika musuh berniat untuk datang ke tingkatan yang lebih rendah lagi, para Dwarf bisa menutup pintu Aula Audiensi dan mencegah mereka masuk.

 

Dalam kasus terburuk, itu lah yang harus mereka lakukan untuk melindungi sang Raja. Namun, mereka terjebak di Aula Audiensi, maka itu tidak jauh berbeda seperti terkubur hidup-hidup. Berkat pipa ventilasi udara yang sulit ditemukan, peralatan pompa air bawah tanah, dan persediaan makanan, mereka bisa bertahan cukup lama. Namun, tanpa bantuan, pada akhirnya mereka akan mati kelaparan atau mati kehabisan oksigen saat pipa ventilasinya rusak.

 

“Jadi maksud Anda adalah...” kata Itsukushima. “Dalam keadaan darurat, Anda tidak ingin membuat Raja Iron mendekam di tingkatan bawah Iron Palace. Apa Saya Benar?”

 

“Tepat sekali.”

 

Mata Axelberd terlihat sangat tajam. Itu tidak terlihat seperti karena marah, tapi lebih seperti menunjukkan betapa kuatnya tekad dia.

 

“Yang Mulia mungkin tidak menyadari ini, tapi aku akan siap mempertaruhkan nyawa untuk membuat Yang Mulia bisa kabur dengan selamat. Akan tidak ada gunanya jika hanya Yang Mulia dan para pelayannya yang selamat di kedalaman Istana Iron, lalu jatuh ke tangan musuh atau kehilangan nyawanya, tapi kita para Dwarf tetap akan bertempur sampai ke yang terakhir bertahan. Banyak Dwarf yang percaya kalau lebih baik mati bertarung ketimbang mati pasrah. Namun, sebagai pria tua, aku tidak bisa membiarkan kehidupan para Dwarf hilang di sini sekarang, jadi aku membutuhkan kalian untuk itu. Selama kalian bersama kami, kami para Dwarf bisa bangkit lagi, tidak peduli sebetapa banyaknya kami dijatuhkan.”

 

Semangatnya terlihat sangat membara. Axeberd didorong oleh rasa ketanggungjawaban yang kuat. Alasannya, atau lebih ke motifnya, tidak sulit untuk dimengerti.

 

Namun, orang seperti Haruhiro lebih memilih untuk mundur sedikit untuk mengindari panasnya cuaca ketimbang menghadapinya, tapi dia juga bukan orang kejam yang menarik tangan yang dia ulurkan ‘tuk menggenggam sedotan*.

 

(Idiom ‘grasp at straws’, silahkan cari, gw gak terlalu ngerti)

 

Pada akhirnya, Haruhiro hanya lah orang biasa.

 

“Apa yang harus kami lakukan?”

 

“Aku ingin kalian jadi pengawal Yang Mulia.” Jawab Axelberd dengan cepat. “Tergantung pada situasinya, jika kita tidak punya pilihan lain, aku ingin kalian mengawal Yang Mulia dan Kepala Elf juga. Dalam kasus tersebut, si pria tua ini akan tinggal di sini bersama Roen.”

 

“Bukankah akan lebih baik jika yang jadi pengawal adalah kebalikannya?” tanya Itsukushima dengan nada yang kurang sopan. “Aku sadar kalau ini bukan lah tempatku untuk mengatakan ini, tapi ada banyak pria kuat tersedia untuk menggantikanmu di sini. Namun, tidak ada Dwarf yang sangat bertalenta sepertimu di sini.”

 

“Aku senang mendengarnya.”

 

Axelberd tersenyum.

 

“Tapi kau tahu? Mungkin ini tidak terdengar banyak artinya bagi kalian Manusia, tapi bahkan dengan ini, Kai dan Roen lebih tua dari orang tua dan anak. Jika kau memerhatikannya, dia adalah orang yang selalu menggeliat tidak peduli berapa usianya. Karena fisiknya yang seperti itu, ia sering dituduh sebagai anak iblis atau orc, dan menangis karenanya. Bukannya aku menyukainya, aku membencinya. Sejak aku kecil, aku tidak bisa berbuat apa-apa ketika dia mulai bertingkah. Dia masih jadi orang yang tempramen, tapi dia juga seperti ayah yang baik dan anak buahnya menyukainya. Aku ingin dia untuk tumbuh lebih dari itu. Aku... juga ingin jadi anak angkat Yang Mulia. Namun, tentu saja itu tergantung dari keinginan Yang Mulia.”*

 

(Argh sumpah kagak ngerti banget bagian ini, bakal gw biarin aja versi non-edit, kayaknya gak penting juga sih, nanti pas versi inggrisnya keluar bakal gw perbaiki)

 

“Cukup sudah ceritanya, kakek tua. Aku sudah mengerti.”

 

Ranta menepuk bahu Menteri Kiri.

 

“Jika kami menolak permintaanmu, maka itu akan menjadi kejatuhan harga diri seorang pria. Serahkan saja masalah Rajamu pada kami.”

 

Dia menyeringai dan mengacungkan jempol.

 

“Terima kasih.”

Menteri Kiri menundukkan kepalanya pada Ranta. Kuzaku terperangah.

 

“Kenapa kok Ranta yang memutuskannya...?”

 

“Dasar bodoh! Karena memang harusnya seperti ini! Daripada jawaban datar Haruhiro seperti ‘ya, hmm, oke’ maka akan lebih baik jika aku yang menyampaikannya dengan lebih sempurna. Tidak peduli berapa kali kau memikirkannya, memang ini lah yang harusnya terjadi!”

 

“Kau benar.”

 

Haruhiro sedikit terkejut saat Setora menyetujui perkataan Ranta. Yah, meski hanya sedikit. Dia pun sadar bahwa dia bukan lah orang yang setegas itu.

 

“Oi oi, jangan abaikan aku..." gerutu Neal, tapi ini bukan waktunya untuk mengurus dia.

 

Haruhiro dan timnya dengan cepat mengatur percakapan dengan Menteri Kiri.

 

Kepala Penjaga Roen seharusnya sudah meninggalkan Iron Palace untuk mengambil komando pasukan agar bertempur di kota. Raja Iron, para Penjaga yang menjaga tingkatan bawah Iron Palace, Menteri Kiri, dan Haruhiro serta yang lain juga akan menuju ke tingkatan atas. Jika mereka terlihat bisa memenangkan pertempuran di kota, maka mereka akan ikut bertempur. Namun, jika yang terjadi malah sebaliknya atau terjadi situasi tidak menguntungkan di tengah-tengah, maka mereka akan segera mengawal Raja Iron ke kediaman pribadi House of Bratswood, bersama Kepala Elf Harmerial dan sosok Elf penting lainnya sebanyak mungkin. Dan ketika waktunya tiba, mereka akan memanggil Kepala Penjaga Roen kembali dan mengatur tim pelarian. Raja Iron akan terpaksa meninggalkan Iron-Bloded Kingdom melalui Walter’s Gate.

 

Menteri Kiri akan tinggal di Kerajaan dan bertempur sampai akhir. Tidak ada yang bisa mengganti keputusannya. Selain itu, dia adalah Dwarf yang pintar dan tangguh. Si Dwarf berjanggut merah, dan bermulut pedas ini, Axelberd, memiliki 2 anak lelaki, 3 anak perempuan, dan 6 cucu. Bahkan setelah pergi dari Pegunungan Kurogane, para Dwarf dari House of Bratswood akan tetap melayani Raja Iron.

 

Kelihatannya si Axelberd yang cerdik ini bahkan telah merencanakan pelarian mereka sebelumnya.

 

Para Dwarf membangun kota-kota terowongan di banyaknya area pegunungan sebelum sampai ke Pegunungan Kurogane yang sekarang mereka jadikan benteng. Kota-kota itu telah dihancurkan atau ditinggalkan karena berbagai alasan. Dikatakan bahwa di antara kota-kota terowongan yang di tinggalkan itu, masih ada beberapa yang bisa dihuni jika kau bisa mempertahankannya.

 

Axelberd mengarahkan matanya ke kota tambang tua di Gunung Yari*, yang berada kisaran 100 km ke timur Pegunungan Kurogane. Axelberd juga telah mencari tahu lokasi kota terowongan sebelumnya di Pegunungan Kuaron, yang berada kisaran 200 km ke utara. Dikatakan bahwa kota tambang tua yang ada di Gunung Yari secara khusus disiapkan untuk menampung lusinan hingga 100 orang untuk masa tinggal yang lama, dengan bantuan dana pribadi House of Bratswood dan anggota keluarganya dikirim ke sana.

 

(Tombak/Spear)

 

Si Dwarf tua bernama Utefan, yang saat ini berusia 135 tahun, akan menjadi pemandunya. Utefan adalah keturunan langsung dari House of Bratswood, dan merupakan paman Axelberd, tapi dia tidak diakui pada saat masa mudanya karena kesukaannya akan pesta pora dan keliarannya. Namun, dia memiliki keberuntungan yang baik untuk bisa meninggalkan kerajaannya dan melakukan perjalanan mengelilingi dunia, membuat namanya sendiri di Benua Merah.

 

Haruhiro dan yang lain, bersama Itsukushima, Neal, dan Gottheld, menaiki Elevator untuk pergi ke tingkatan atas Iron Palace.

 

Di dalam Iron Palace, keadaannya sungguh berantakan. Gerbang Utama Iron Palace, yang merupakan Gerbang Iron King, telah berubah menjadi pangkalan garis depan, dan sedang dalam keadaan kacau.

 

Sebuah barikade telah di dirikan di depan Gerbang Iron King, dan para Dwarf berjanggut hitam dari Penjaga yang bersenjatakan Senjata Api diposisikan di sana. Kelihatannya ada juga Penembak di atas plattform gerbang.

 

Pasukan kecil yang terdiri dari sekitar 5 atau 6-10 dari Unit Kepala Penjaga dan Menteri Kiri sedang berkeluaran dari the Great Iron Mass King Gate untuk pergi ke jalan utama.

 

Udara di Iron Kingdom tidak lah bersih dari awal, tapi tetap saja tidak seberasap ini. Mungkin itu karena bubuk mesiu. Ada bau bubuk logam yang aneh. Apakah itu dinitroken oksida? Kelihatannya tidak ada yang menembakkan Senjata Api di dekat the Great Iron Fist Gate, tapi suara tembakan yang meraung terus terdengar hampir setiap saat. Di Iron Kingdom, yang mana tidak ada langit, suara tembakan Senjata Api bergema sangat lah keras sampai-sampai sakit didengar.

 

Haruhiro dan yang lain pergi maju ke barikade. Merry melantunkan sihir cahaya pada Haruhiro, Ranta, Kuzaku, Yume, Setora, dan Itsukushima. Sihir cahaya Priest mencakup 6 orang, yang mana angka itu tampaknya berhubungan dengan simbol 6 bintang yang melambangkan Lumiaris, Dewa Cahaya.

 

“Aku...”

 

Neal memasang wajah tidak puas.

 

“Maafkan aku.”

 

Ketika Merry dengan cepat meminta maaf, Neal mengangkat bahunya dan tidak mengatakan apa-apa lagi.

 

Ranta bertanya pada si Dwarf sang Penembak Jitu berjanggut hitam yang sedang menjaga barikade.

 

“Apa rencananya?”

 

“Memangnya aku tahu!?”

 

Ranta membeku saat si Dwarf berjanggut hitam itu mencoba mengarahkan moncong senjatanya pada dia.

 

“Oi oi! Gimana kalo kau kelepasan!?”

 

“Itu hanya akan menambah 1 mayat manusia saja!”

 

“Lelucon Dwarf emang gak pernah lucu, ya!”

 

“Emang ini beneran lelucon?” gumam Kuzaku.

 

Setelah itu, si Dwarf berjanggut hitam tertawa, jadi mungkin saja tadi itu beneran lelucon.

 

Pasukan kecil lain berisikan 6 orang dari Unit Menteri Kiri berlari keluar melewati barikade. Di sana ada juga kisaran 20 Dwarf lain yang sedang menunggu di dekat Gerbang Iron King, bersiap untuk maju.

 

“Kepada Kepala Penjaga Roen!” teriak si Dwarf yang ada di atas plattform.

 

“Roen!”

 

“Roen!”

 

“Roen!”

 

“Roen!”

 

Para Dwarf berjanggut hitam menyerukan nama itu. Si Dwarf berjubah hitam di kepala pasukan yang berbalik dari jalanan utama jelas-jelas bertubuh besar. Dia adalah Kepala Penjaga Roen. Dia membawa sesuatu di kedua bahunya. Sepertinya itu bukan lah senjata.

 

“Dukung lah sang Kapten!”

 

Si Dwarf berjanggut hitam yang tadi bercanda dengan Ranta memberi perintah dengan suara keras. Dengan cepat, para Dwarf berjanggut hitam yang berada di barikade mengangkat senjata mereka dengan serempak. Jika ada musuh yang mengincar Pasukan Roen, mungkin mereka akan berencana untuk menembak mereka atau memaksa mereka mundur.

 

Sulit untuk melihat melalui asap, tapi kelihatannya tidak ada musuh yang mendekat. Roen datang ke arah Barikade.

 

“Di mana musuhnya?”

 

Ketika Haruhiro bertanya, Roen memasang tatapan membunuh yang mengerikan. Helm dan armornya berwarna hitam, jadi sulit untuk mengetahuinya dengan pasti, tapi memang benar bahwa dia berlumuran dengan darah. Dia sedang membawa tubuh Dwarf berjanggut hitam di kedua bahu.

 

“Aku akan menyembuhkan mereka!”

 

Merry mencoba melompat kepada dua Dwarf itu, tapi Roen menggelengkan kepalanya. Dia bawa kedua tubuh Dwarf itu dari bahunya ke tanah dengan lembut.

 

“Tidak ada gunanya. Mereka sudah mati.”

 

Bukan hanya Roen. Para Dwarf yang mengikutinya di belakang juga sedang mengangkat sisa-sisa saudara mereka ke sini. Tidak hanya dari Unit Kepala Penjaga. Ada juga yang dari Unit Menteri Kiri. Sepertinya mereka tertembak oleh musuh. Dalam waktu singkat, sudah ada 8 tubuh yang terbaring di tanah.

“Seluruh kota sedang dalam keadaan kacau. Aku tidak bisa mencapai the Great Iron Fist Gate.”

 

Roen menghebuskan nafas kuat dari hidungnya. Matanya terlihat penuh dengan rasa haus darah.

 

“Hal pertama yang kita butuhkan adalah mengamankan jalur komunikasi dengan the Great Iron Fist Gate. Apakah hanya ada satu jalur masuk ke Kerajaan ini, atau kah ada beberapa? Berapa banyak musuh yang memasuki Kerajaan? Ada banyak yang harus dilakukan! Jika kami ingin bertahan hidup, maka kami sangat membutuhkan kalian!”

 

“Bahkan jika kau berkata seperti itu...”

 

Sejujurnya, pikiran Haruhiro sudah dipenuhi dengan misi untuk membawa kabur Iron King dari Gerbang Walter. Iron-Bloded Kingdom tidak akan bertahan. Si Kepala Penjaga yang dengan berani memutuskan untuk memimpin pasukannya ke pertempuran di garis depan malah kembali dalam keadaan sepert ini dengan keadaan anak buahnya yang mati. Lebih baik jika dia menyerah. Sebenarnya, Haruhiro sudah menyerah akan ide itu dalam hatinya.

 

Di sisi lain, dia bisa mengerti perasaan Roen. Kota terowongan ini adalah rumah bagi para Dwarf. Tempat ini adalah tanah air mereka. Akan tidak mudah baginya untuk memutuskan tidak akan melindunginya, dan menelantarkannya begitu saja.

 

“Aku tidak keberatan jika hanya perlu mengetahui situasi di the Great Iron Fist Gate.”

 

Ketika Haruhiro mengatakan itu, Ranta mencoba menghentikannya.

 

“Oi, Haruhiro, kau...”

 

“Aku akan pergi ke sana sendirian. Akan lebih mudah jika seperti itu. Kemudian aku akan memastikan apakah the Great Iron Fist Gate sudah dibobol atau tidak.”

 

“Kau benar.”

 

Neal mengangguk bijak.

 

“Oke. Lebih baik jika aku dan Haruhiro akan mengambil rute yang berbeda untuk memeriksa situasi di the Great Iron Fist Gate. Siapa tau saja sesuatu yang buruk bisa terjadi pada salah satu dari kita. Aku akan meninggalkan ini padamu, untuk jaga-jaga.”

 

Neal mengambil sesuatu dari sakunya dan menyerahkannya pada Setora. Itu adalah surat niat dari Komandan Jin Mogis.

 

Dia pengen kabur, ya. Pikir Haruhiro.

 

Ini adalah cara Neal hidup. Haruhiro tidak bisa mengganti pikirannya, atau lebih ke dia tidak berada pada tempat untuk melakukan itu.

 

“Aku tidak akan menunggumu jika kau tidak kembali.” Kata Setora dingin.

 

Neal tersenyum tipis.

 

“Aku juga tidak mengharapkanmu melakukan itu.”

“Bagus kalau begitu.”

 

Kuzaku mengehela nafas.

 

“Haru-kun!”

 

Yume mengepalkan tangannya seolah mengatakan, Semoga Berhasil! Merry melakukan kontak mata dengan Haruhiro dan mengangguk.

 

“Pastikan kamu berhasil kembali dengan selamat.”

 

Roen mencengkram bahu Haruhiro dan Neal. Mungkin dia awalnya berniat untuk mencengram ringan bahu mereka, tapi nyatanya itu agak menyakitkan. Ketebalan tangan dan jarinya tidak normal, dan dia juga punya kekuatan yang mengerikan.

 

“Semoga Beruntung...”

 

Haruhiro mengibaskan tangan besar Roen dan mulai berpostur rendah. Dia mengitari barikade dengan berlari dan menuju ke jalan utama. Neal masih mengikuti Haruhiro.

 

Semakin jauh mereka dari Gerbang Iron King, semakin tebal pula asap dan keras suara tembakannya. Dia juga bisa mendengar jeritan para Dwarf. Haruhiro sendiri telah melompati beberapa mayat Dwarf saat melaju. Dwarf-dwarf itu tidak berasal dari Unit Kepala Penjaga atau pun Menteri Kiri. Mereka adalah Dwarf yang setengah telanjang. Di tengah-tengah pekerjaan pandai besinya, mereka mengambil senjata dan mencoba balas menyerang, tapi tertembak. Mungkin mereka mencoba mundur, tapi tetap kehilangan nyawa mungkin karena kehabisan darah di sini pada akhirnya. Para Dwarf seperti itu tergeletak di mana-mana. Bukan hanya Dwarf pria. Ada juga Dwarf wanita dengan tubuh kekar seperti gadis dari ras manusia. Dari kelihatannya, Haruhiro akan mengatakan ada kisaran 30%, tidak, 50% di sini adalah Dwarf wanita.

 

Mereka hampir sampai di persimpangan besar pertama. Neal masih belum meninggalkan Haruhiro.

 

Terdengar suara tembakan yang dahsyat dari sisi kanan jalan dan embusan asap yang menyertai. Suaranya datang dari gedung berlantai empat itu.

 

“Musuh sudah sampai sejauh ini, kah?”

 

Neal tidak sedang berbicara pada Haruhiro. Pasti dia mengatakan itu tanpa sengaja.

 

Haruhiro menepi ke sisi jalan. Dia dengan cepat tenggelam dalam kesadarannya. Menyembunyikan kehadirannya.

 

Suara tembakan dari sisi kanan jalan segera berhenti.

 

Mereka keluar. Musuhnya. Berkulit kuning tua. Betubuh bungkuk, dengan tubuh bagian atas yang berkembang tidak wajar.

 

Hezrang.

 

Mereka punya Senjata Api. Jumlahnya ada 10. Mungkin 20. Tidak, ada lebih dari itu. Beberapa dari Hezrang memegang senjata seperti kapak dan tombak daripada Senjata Api, dan armor yang mereka pakai bervariasi. Beberapa mengenakan pakaian berantai, yang lain pelindung tubuh. Beberapa Hezrang setengah telanjang dan hanya memakai Helm. Mereka terlihat berkumpul di tengah-tengah 4 jalan, mencoba membentuk barisan.

 

Ada satu Hezrang yang menarik perhatiannya. Dia mengenakan pakaian dengan model yang sama seperti Jumbo dan Godo Agaja, dan dia mengacungkan Senjata Api nya ke atas kemudian berteriak ‘Woh-ho, woh-ho!’.

 

Wabo. Pastinya dia adalah Hezrang yang memimpin Hezrang lainnya kabur. Para Hezrang lain pun meneriakkan namanya.

 

“Wabo!”

“Wabo!”

 

“Wabo!”

 

“Wabo!”

 

Hezrang telah dipaksa melakukan pekerjaan paksa di Iron Kingdom. Dia pasti punya dendam terhadap Dwarf dan Iron King. Para Hezrang yang berhasil kabur itu tampaknya berencana untuk terus menyusuri jalan utama dan menyerang Iron Palace.

 

Neal sedang mencoba masuk ke antara gedung-gedung yang menghadap ke jalan utama. Haruhiro berjalan ke arahnya dan meraih lengan bajunya.

 

(Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!)

 

Neal melepaskan lengan bajunya dari Haruhiro. Haruhiro mengindikasikan Unit Hezrang dengan tatapannya, kemudian melihat ke arah Iron Palace.

 

(Kembali lah dan beritahukan pada mereka tentang hal ini. Aku akan pergi ke the Great Iron Fist Gate)

 

(Kenapa harus aku?)

 

(Cepat lakukan saja)

 

Haruhiro menarik-narik lengan baju Neil dengan paksa. Secara tidak terduga pria ini ternyata punya kelemahan dengan cara didorong terus-menerus. Pada akhirnya, meski dengan enggan, Neal berbalik ke arah Iron Palace.

 

Jumlah pasukan Hezrang sekarang telah membengkak jadi sekitar seratus. Sepertinya tidak ada akan menambah lagi. Wabo melepaskan tembakan di atas kepalanya.

 

“Orahhhh! Bukan Hezrang! Tapi Dwarf Bumi!”

 

Hezrang lainnya membalas dengan serempak.

 

“Orahhhh! Dwarf Bumi!”

 

Rupanya, mereka mengatakan, “Kita bukan Hezrang, tapi Dwarf Bumi.”

 

“Maju! Maju! Majuuuu...!”

 

Di bawah komando Wabo, pasukan Hezrang mulai berbaris maju. Mereka semua berlari.

 

Kemungkinan besar Gerbang Iron King tidak akan bisa dibobol. Meskipun begitu, kedua sisi dipersenjatai dengan Senjata Api. Ini akan berubah jadi pertempuran yang sangat sengit, kan?

 

Dia merasa tidak tenang. Dia khawatir pada teman-temannya. Tapi tidak ada yang bisa Haruhiro lakukan sekarang karena sudah pergi dari sana.

 

Haruhiro melewati ke-4 jalan tadi. Selalu saja ada suara tembakan setiap kali dia melaju ke depan. Haruhiro juga sering melihat Dwarf pria dan wanita berjalan ke kanan dan kiri dengan pedang dan kapak di tangan. Tidak sedikit pula dari mereka yang terkena tembakan peluru. Musuh akan menembak mereka dari kejauhan. Beberapa Dwarf terjatuh setelah ditembak di dada, punggung, atau kepala, sementara yang lain hampir menghindari kematian karena tembakan yang meleset. Bahkan jika kau berhasil menghindari tembakan, kau akan ditembak lagi jika kau melihat-lihat ke sekitar untuk mencari siapa orang yang menembakmu. Beberapa Dwarf berlarian masuk ke dalam bangunan. Tapi kemudian Ranger Gumow berjubah hijau dan Orc serta Undead bergegas masuk ke dalam bangunan untuk mengejar Dwarf yang mencoba mundur. Pasukan Kepala Penjaga dan Menteri Kiri kelihatannya kesusahan mengalahkan musuh. Ketika musuh menembakmu, dan kau  coba balas menembak, pada saat itu pula musuh langsung mundur. Haruhiro melihat satu Dwarf berjanggut hitam sekarat karena terkena sejumlah panah. Kelihatannya musuh juga menggunakan busur dan panah. Ada juga pertempuran jarak dekat yang terjadi. Orc dengan setengah kepalanya terbelah dan luka di sekujur tubuh merangkak dengan nafas ngos-ngosan.

 

Ada sebuah barikade di depan terowongan besar yang mengarah ke the Great Iron Fist Gate. Area di sekitar Barikade di penuhi dengan mayat Dwarf dan Orc, tapi tidak ada tanda-tanda pertempuran terjadi di sana sekarang.

 

Haruhiro merayap naik ke barikade, sambil terus menyembunyikan kehadirannya.

 

Kemudian sesuatu muncul ke atas barikade.

 

Seorang Elf. Wanita. Haruhiro memiliki kesan bahwa kulitnya terlihat pucat. Tidak. Apakah warnanya kecoklatan? Dia memiliki kulit berwarna gandum, emas, atau semacamnya.

 

“Ah...”

 

Haruhiro tersadar kembali. Dia telah ditemukan. Haruhiro ditemukan oleh seorang Elf. Dia tidak menyangka akan ditemukan karena dia berpikir bahwa dirinya telah menyembunyikan diri dengan sangat baik. Tapi sekarang, jelas-jelas si Elf itu sedang menatapnya dari mata ke mata.

 

“Manusia...!?”

 

Si Elf itu dengan cepat menyiapkan busur dan panahnya. Tentu saja, Haruhiro sangat lah terkejut, tapi dia masih bisa mempertahankan beberapa tingkat ketenangan. Jika kau bisa melihat pergerakan lengan si pemanah, mungkin kau akan bisa mengatasi panah yang tertembak. Tapi ada sesuatu yang salah. Si Pemanah Elf ini. Meski Haruhiro segera bersiap-siap, si Elf tampak tidak peduli ketika dia melakukannya. Dia juga tidak merasakan keinginan untuk menembakkan panah ke arahnya. Itu lah perasaan yang Haruhiro dapatkan.

 

Sepertinya Haruhiro memang benar.

 

“Jangan bergerak.”

 

Terdengar sebuah suara tepat dari sampingnya. Dari sisi kiri.

 

Haruhiro menahan nafasnya dan hanya menggerakkan bola matanya ke kiri.

 

Sejak kapan dia ada di sana? Haruhiro benar-benar tidak menyadarinya. Ada Elf lain yang sedang mengarahkan pisaunya ke Haruhiro. Ujung pisaunya menyentuh tenggorokan Haruhiro. Meski cuma sedikit, tapi ada kulit luarnya yang tergores olehnya.

 

Kulit Elf ini lebih gelap dari si Elf wanita yang sedang mengarahkan panah padanya. Kulitnya berwarna abu-abu. Jangan bilang dia adalah Elf abu-abu? Haruhiro pusing. Tidak seperti Elf dari Shadow Forest, yang bekerja sama dengan pasukan Manusia dan Dwarf, Elf abu-abu bergabung ke sisi No-Life King. Harusnya mereka adalah musuh.

 

“Siapa kau?” tanya si Elf abu-abu.

 

Aku juga ingin tahu, siapa kau?

 

“Seorang Tentara Sukarelawan, tidak, bukan itu... tapi Tentara Perbatasan... apa kau mengerti?”

 

Jika mereka menginginkannya, mereka bisa saja mengorok leher Haruhiro dengan cepat. Sedangkan bagi Haruhiro sendiri, dia tidak bisa melakukan hal sekuat itu. Dari awal pun, dia bukan lah orang yang kuat.

 

“Um, kupikir aku berada pada sisi kalian. Mungkin. Aku diminta oleh Kepala Penjaga Roen untuk memeriksa situasi di the Great Iron Fist Gate. Omong-omong, namaku Haruhiro.”

 

“Tibach.” Panggil si Elf wanita ke si Elf abu-abu.

 

Tibach, sepertinya itu adalah namanya.

 

“Jangan bunuh dia. Sepertinya dia memang berada di sisi kita.”

 

“Baik, Rumeia-sama.”

 

Tibach menarik kembali pisaunya. Tapi dia tetap menatap Haruhiro dengan mata kekuningannya.

 

“Ke sini lah, Haruhiro.”

 

Elf wanita yang Tibach panggil Rumeia memberi isyarat padanya. Haruhiro melakukan apa yang dia katakan dan pergi ke sisi lain dari barikade.

 

Haruhiro pergi ke kanan. Tibach mengikutinya. Dia masih belum bergerak dari belakang Haruhiro, dan jelas-jelas dia akan langsung membunuhnya jika Haruhiro coba melakukan sesuatu yang mencurigakan. Elf ini tidak berniat menyembunyikan niatnya. Tibach membawa busur dan panah di punggungnya, tapi dia juga mempunyai pisau dan pedang tipis tergantung di pinggangnya. Dia terlihat cukup berkemampuan. Di dalam pertarungan satu lawan satu, Haruhiro mungkin tidak punya kesempatan menang.

 

Di sisi lain dari barikade, ada kisaran 10 Dwarf berjanggut merah bersenjatakan api dan kisaran 15 Pemanah Elf.

 

“Aku adalah Rumeia dari Arlaloron.”

 

Rumeia tersenyum ramah dan mengulurkan tangan kanannya. Telinganya panjang dan runcing, dan dia adalah Pemanah Elf di sini. Dia merupakan Elf. Tapi tetap saja, dia tidak terlihat seperti Elf. Dan juga, kenapa dia mengenakan pakaian keterlaluan yang hanya menutupi dada dan pinggangnya dengan kain tipis?

 

“Rumeia-sama adalah kepala House of Five Bows Arlaloron.” Kata Tibach dengan pelan.

 

Haruhiro dengan cepat menjabat tangan Rumeia. Rumeia balas menggengam tangannya dengan kuat, kemudian melepaskannya, dan menepuk-nepuk lengan Haruhiro dengan telapak tangannya.

 

“Aku adalah semacam Kapten Pemanah Elf. Tapi yang sebenarnya melakukan semua pekerjaannya itu Tibach sih. Tii itu menakjubkan, lho. Dia bisa menyiapkan busur lebih baik dariku, dan banyak lagi. Jarang sekali bisa melihat Elf seberbakat dirinya.”

 

“Karena aku bukan lah Elf berdarah murni.”

 

Ketika Tibach mengatakan itu dengan enggan, Rumeia menutup salah satu matanya.

 

“Mungkin, itu adalah hal yang bagus. Aku tidak peduli kamu berdarah murni atau tidak. Busur adalah inti kehidupan seorang pemanah, dan semua orang telah mengakui Tii untuk itu. Kupikir lebih baik untuk mengatakan kalau kamu membuat mereka mengakuimu karena kemampuan luar biasamu itu.”

 

“Bisakah Anda mengehentikan itu sekarang, Rumeia-sama?”

 

“Gak ada yang perlu kamu permalukan.”

 

“Benar.”

 

Tibach melihat ke arah Haruhiro.

 

“Aku megerti.”

 

Rumeia tertawa.

 

“Sekarang bukan waktunya untuk itu. Jadi? Apakah Roen-dono mengirimmu ke sini untuk memeriksa keadaan? Keadaannya sungguh mengerikan di sini, lho.”

 

“Ya, ini mengerikan.”

 

Kurangnya keseriusan dan betapa cerianya dirimu juga mengerikan.

 

Haruhiro ingin mengatakan itu, tapi mengurungkannya. Jika kau tidak menenangkan diri dan bersikap praktis disini, kau akan kewalahan meladeni Rumeia.

 

“Seperti apa situasinya?”

 

“Spear Fort telah jatuh.”

 

Harusnya ini adalah situasi yang serius, tapi Rumeia mengatakannya dengan enteng seakan tidak ada beban.

 

“Axe Fort adalah benteng terbaik ketimbang 4 lainnya. Axe Fort selalu menjadi yang terkuat dan paling solid, jadi kupikir itu tidak akan jatuh, tapi lain lagi tentang Great Sword Fort. Jika musuh berhasil menjatuhkan Great Sword Fort, situasinya akan sangat buruk. Kita para Elf sudah membentuk Unit Pengguna Pedang dan Penyihir di benteng sekitar the Great Iron Fist Gate, jadi aku bisa mengetahui informasi ini.”

 

Tapi kau gak kelihatan membicarakan hal ini, lho.

 

Haruhiro menahan keinginannya untuk berbicara.

 

“Jadi... musuh menggunakan taktik serangan habis-habisan, ya.”

 

“Hmm, tunggu sebentar. Aku mendengar sesuatu.”

 

Ketika Rumeia mengatakan itu, dia mulai mengarahkan pandangannya ke terowongan besar. Dia sedikit menyipitkan matanya. Telinga panjang Tibach berkedut.

 

“Tii.”

 

Rumeia memanggil Tibach. Tibach meresponnya dengan ‘ya’ pendek. Rumeia menepuk lengan atas Haruhiro dengan ringan kemudian berlari. Kelihatannya dia ingin Haruhiro untuk mengikutinya. Apakah dia harus mengikutinya? Yah, dilihat dari situasinya, maka dia memang harus ikut.

 

Haruhiro mengikuti Rumeia. Terowongan besar, dengan api sumpit menyala di mana-mana, bergema dengan suara langkah kaki. Bukan hanya langkah kaki Haruhiro dan Rumeia. Para Dwarf saling menyaut satu sama lain. Suara bernada tinggi yang sepertinya milik seorang wanita juga terdengar.

 

Segera, penyebab semua hal itu jadi jelas. Akhir dari terowongan besar ini adalah Gerbang Iron Fist yang besar, dan area di depannya dipenuhi dengan Dwarf. Beberapa Dwarf tampak meringkuk, sementara yang lain merosot ke bawah. Bau darah dan keringat memenuhi udara.

 

“Apa yang terjadi!?” teriak Rumeia.

 

Kemudian terdengar balasan dari Dwarf yang kelihatan marah.

 

“Axe Fort telah jatuh! Kita harus segera mengambilnya kembali secepat mungkin!”

 

“Uwaa.”

 

Rumeia berhenti berjalan. Dia menghela nafas dan menepuk-nepuk kepalanya beberapa kali dengan tangan kiri.

 

“Jadi begitu, ya... Aku salah perhitungan. Jadi mereka mengincar itu dulu, kah. Ini tidak bagus.”

 

“Amankan gerbang depan!”

 

Pasti itu adalah Komandan di lini depan. Instruksi terdengar tanpa henti. Terdengar juga teriakan semangat Dwarf di sana-sini. Moral para Dwarf masih tidak berkurang. Dilihat dari tempramen mereka, tampaknya mereka tidak berkecil hati meski telah kalah dalam pertempuran. Namun, bahkan jika mereka masih belum menyerah, mereka akan mati jika kena tembak Senjata Api. Ada beberapa hal yang bisa disembuhkan oleh kekuatan mental yang gigih dan ada yang tidak.

 

“Maju...!”

 

Sang Komandan memberi perintah. Kemudian terdengar suara tembakan yang mungkin berasal dari Dwarf yang sedang menjaga the Great Iron Fist Gate. Dengan kata lain, musuh sedang mencoba mendekat ke sini. Sepertinya dia benar.

 

“Tii! Tii!”

 

Suara tembakan yang hampir didengar setiap saat sudah cukup untuk membuat gendang telinga, atau lebih tepatnya, kepala dia retak dan terbuka. Rumeia menarik  Haruhiro pada genggaman tangannya dan mengatakan sesuatu pada telinganya.

 

“Kupikir kita mungkin tidak bisa menang meski aku membantu! Cepat beritahu Roen-dono tentang itu!”

 

“Bagaimana dengan Rumeia-san!?”

 

“Yah, tidak tahu, tapi aku tidak bisa meninggalkan mereka begitu saja, jadi kita akan membantu!”

 

Para Elf telah kehilangan Arnotu di Shadow Forest dan harus mengungsi di Iron-Bloded Kingdom. Mereka diterima oleh para Dwarf, yang tidak dalam hubungan baik dengan mereka. Mereka pasti merasa berhutang pada para Dwarf, jadi mereka tidak akan meninggalkan mereka hanya karena situasi perang yang tidak menguntungkan.

 

“Apakah Anda punya pesan untuk Tibach-san?”

 

“Tidak pelu! Kupikir dia sudah berada dalam perjalanan ke sini!”

 

“Baiklah! Semoga Beruntung!”

 

“Kamu juga! Sampai jumpa nanti lagi!”

 

Rumeia tersenyum dan melambaikan tangannya.

 

Haruhiro mulai berlari. Dia berlari ke belakang terowongan besar. Dalam perjalanan, dia bertemu Tibach dan sisa-sisa Pemanah Elf lainnya. Mereka tidak mempedulikan Haruhiro. Haruhiro pun tidak berani memanggil mereka.

 

Saat telah sampai di ujung terowongan, Dwarf bersenjata api di barikade melihat Haruhiro dan memanggilnya.

 

“Apa yang terjadi!?”

 

Apa yang harus kukatakan? Haruskah aku mengabaikannya begitu saja? Ataukah berbohong saja? Atau mungkin memberikan jawaban samar? Arghh, tidak ada yang mungkin!

 

“Axe Fort telah jatuh! Musuh sedang berada di the Great Iron Fist Gate sekarang!”

 

Salah satu penembak Dwarf mengutuk dan membanting senjatanya ke barikade. Entah kenapa Haruhiro jadi merasa ingin minta maaf. Tentu saja, ini bukan salah Haruhiro.

 

Dia melewati barikade dan pergi menuju pusat kota. Dia berlari hampir secepat yang dia bisa, tapi dia tidak boleh. Jangan panik. Tenggelamkan kesadaranmu dan berlindung lah.

 

Ketika sampai di persimpangan pertama, dia sudah bisa melihat sekelompok musuh. Tapi Haruhiro bergerak dengan lambat di sisi jalan dalam wujudnya yang tersembunyi, dan musuh-musuh itu terlihat tidak memperhatikannya.

 

Ada Undead, Orc, dan Elf Abu-abu juga.

 

Si Undead pertama, yang memiliki semacam kulit atau kain hitam melilit di sekitar tubuhnya, tidak hanya memiliki 2 tangan, tapi 4. Si Lengan Ganda. Itu adalah suku Undead berlengan 4.

 

Seingatnya ada satu sosok Berlengan Ganda di Forgan, yang memiliki lengan kuat tidak biasa. Siapa ya namanya? Benar.

 

Arnold.

 

Undead sangat lah susah dibedakan. Dari awal juga, sudah lama dia tidak melihat anggota Forgan. Jadi dia tidak ingat dengan pasti. Tapi si Lengan Ganda itu terlihat familiar baginya. Apakah itu memang benar-benar Arnold?

 

Jumlah total pasukan musuh yang dipimpin oleh si Lengan Ganda, yang terlihat mirip Arnold, adalah kisaran 30. Di akhir barisan, ada satu Orc besar. Fisiknya itu. Kimononya berwarna biru gelap dan bertatahkan dengan bunga-bunga silver. Dia membawa pedang raksasa di pundaknya dan berjalan dengan santai. Tidak mungkin untuk salah mengenalnya. Dia adalah Godo Agaja.

 

Arnold dan Godo Agaja. Jumbo, Takasagi, dan Onsa si Goblin Beastmaster tidak terlihat di sana, tapi pasti mereka adalah Pasukan Elit Forgan. Ada satu Hezrang di sana. Dia berada tepat di sebelah Arnold. Kelihatannya dia adalah semacam pemandu.

 

Dia penasaran kemana pasukan Arnold menuju. Tidak perlu dipikirkan lagi.

 

The Great Iron Fist Gate.

 

Mereka akan menyerang Gerbang itu dari dalam. Mungkin itu lah yang Pasukan Arnold tuju.

 

Sebuah barikade telah didirkan di depan terowongan besar yang menuju ke the Great Iron Fist Gate, dan para Penembak Jitu Dwarf diposisikan di sana. Namun, kelihatannya ada lebih dari 10 anggota Pasukan Arnold yang juga memiliki Senjata Api, jadi dia penasaran apakah mereka bisa bertahan.

 

Mengingat situasi yang sulit ini, aku punya perasaan bahwa mereka tidak akan bertahan.

 

Jika Pasukan Arnold berhasil menerobos barikade, pertahanan the Great Iron Fist Gate akan menjadi lebih sulit. Dalam skenario terburuk, semua sekutu Iron Kingdom akan jatuh dalam beberapa detik. Jika seluruh pasukan musuh berhasil masuk ke Iron-Bloded Kingdom, maka masalahnya tidak hanya dari mengevakuasi Raja Iron keluar dari sini.

 

Tentu saja, itu hanya lah skenario terburuk. Para Penembak Jitu Dwarf itu mungkin bisa bertahan. Jika mereka bisa memanggil bantuan, Rumeia dan Pemanah Elf lainnya mungkin bisa bergabung dengan mereka. Jika begitu, mungkin mereka bisa bertarung dengan baik.

 

Pasukan Arnold berbelok ke tikungan satu demi satu dan menuju ke barikade.

 

Musuh masih belum menyadari Haruhiro. Kelihatannya dia akan bisa melalui ini.

 

Kupikir ini baik-baik saja. Aku harus kembali ke Iron Palace dan menginformasikan pada Kepala Penjaga dan teman-temanku tentang situasinya. Berdasarkan informasi itu, orang lain, bukan aku, akan memutuskan apa yang harus dilakukan.

 

Tapi bagaimana jika Haruhiro yang membuat keputusan sekarang?

 

Karena, sangat besar kemungkinan Pasukan Arnold akan membinasakan para Penembak Jitu. Sebagai hasilnya, the Great Iron Fist Gate akan diserang dari dalam dan luar. Para Dwarf, Rumeia, dan Elf lainnya akan kesusahan untuk bisa bertahan hidup, dan satu demi satu, mereka akan mati. Dia cukup yakin bahwa tidak satu pun dari Dwarf atau pun Elf akan menyerah. Itu adalah pilihan mereka. Itu tidak bisa digugat. Hal tersebut juga bukan lah urusan Haruhiro.

 

Godo Agaja hendak berbelok di tikungan. Haruhiro sedang berdiri di sisi jalan, menahan nafasnya dan coba melihat punggung besarnya.

 

“Sialan...”

 

Saat dia telah melewatinya

 

Kejadian itu pun terjadi.

 

Godo Agaja berhenti berjalan.

 

Haruhiro menyesalinya, tapi sudah terlambat. Lagian juga dia emang harus menyesalinya bahkan jika tidak berjalan seperti ini. Meskipun dia meninggalkan atau tidak Pasukan Arnold, dia akan menyesalinya.

 

Godo Agaja berbalik dan melihat Haruhiro.

 

“Agajah!”

 

Pasti itu adalah bahasa Orc. Apa yang dia katakan? Tidak tahu, tapi yang pasti Godo Agaja melompat padanya, sambil mengangkat pedangnya. Untuk Orc seukuran itu, dia terlihat cukup ringan ketika bergerak. Seperinya Haruhiro harus membuang pandangannya tentang Godo Agaja sebagai Raksasa.

 

Haruhiro mulai berlari.

 

Pedang Raksasa Godo Agaja menebas tempat di mana Haruhiro barusan berdiri tadi. Suara yang terdengar sungguh mengerikan. Terlihat seperti tanahnya, yang telah di lapisi oleh batuan dasar dan diratakan, meledak.

 

Haruhiro berlari. Godo Agaja mengejarnya.

 

Orang-orang dari Pasukan Arnold tidak akan menembak Haruhiro. Bahkan jika ingin, mereka tidak bisa karena Godo Agaja menghalangi. Dia berhasil menduga sebanyak itu. Hanya hal itu lah yang Haruhiro bisa pikirkan saat itu.

 

Ternyata dia cepat juga.

 

Dia lebih cepat dari yang kuduga.

 

Lebih tepatnya, kecepatannya sungguh tidak bisa dipercaya.

 

Godo Agaja. Kekuatan kakinya keterlaluan.

 

Jika ada tikungkan, Haruhiro akan berbelok ke arahnya. Ketika dia berbelok ke kanan dan ke kiri, dia bisa menambah waktu baginya. Tapi kalau terus melakukan itu juga tidak akan bagus. Alih-alih bisa membuatnya lepas dari mereka, dia akan dijejalkan ke arah yang berlawanan.

 

Godo Agaja tidak membuang-buang waktunya dengan berbicara kecuali untuk mengambil nafas. Dia juga jadi tambah menakutkan karena tidak menggunakan pedang raksasanya secara tidak perlu. Orc ini memiliki kepekaan waktu yang baik. Jika dia mengayunkan pedangnya ke bawah dan meleset, kesempatan berikutnya akan jauh lebih longgar. Itu lah sebabnya dia selalu mencari peluang yang pas untuk mengayunkan pedang raksasanya. Dia pasti akan melakukannya dengan lebih baik selanjutnya.

 

Kelihatannya aku meremehkannya.

 

Dia akan membiarkan mereka mengejarnya secara acak, dan ketika saatnya tiba, dia akan membuat mereka terpencar. Itu lah niat Haruhiro. Sangat simpel jika harus dikatakan tapi susah dilakukan. Jika saja dia lebih mengetahui tata letak Iron Kingdom, maka mungkin dia bisa melakukan hal yang lebih bagus dari ini, tapi dia hanya mengetahui gambaran kasarnya, dan meskipun kekurangan akan ketidaktahuannya terhadap area ini masih bisa mebuatnya untung, dia sedang berurusan tidak hanya dengan Godo Agaja.

 

“Kawah, Naa Yuslaniyawe....!”

 

Suaranya datang dari sisi kiri atas jalan. Itu bukan lah suara Godo Agaja. Mungkin suara Undead.

 

Kebanyakan bengkel Dwarf dan tempat tinggal para Dwarf di sepanjang jalanan adalah bangunan berlantai satu. Di atap salah satu dari bangunan-bangunan itu, ada satu Undead sedang berlari. Si Lengan Ganda. Arnold. Dia berlarian hampir bersamaan dengan Haruhiro.

 

Haruhiro sangat ingin pupil matanya berbalik ke belakang kepalanya dan pingsan, tapi tentu saja itu tidak mungkin. Dia pun tahu itu.

 

Tapi situasi ini memang tanpa harapan, kan?

 

Bukan kah ini adalah akhirnya?

 

Memangnya apa yang harus kulakukan di situasi seperti ini?

 

Sayangnya, ini bukan lah situasi yang bisa kuatasi dengan menguras otakku. Aku tidak punya waktu untuk itu. Namun, aku memang baru saja dapet ide yang kemungkinan besar akan berhasil dan juga mengejutkan mereka.

 

Haruhiro tiba-tiba berhenti dan melakukan jungkir balik ke belakang. Tentu saja dengan melakukan itu dia pasti akan berhadapan dengan Godo Agaja.

 

Dia tidak akan terbelah. Mungkin. Tapi mungkin dia akan tertendang. Jika Orc itu menendangnya, maka pastinya dia tidak akan keluar hidup-hidup.

 

Ada resiko dalam rencana ini. Sebenarnya, ini bukan lah rencana yang aman sama sekali. Ini lebih seperti berjudi. Dia tidak suka berjudi, tapi ketika saatnya tiba, maka dia tidak punya pilihan.

 

“Doah...!?”

 

Godo Agaja terlihat terkejut.

 

Berhasil!

 

Godo Agaja melompati Haruhiro, yang tiba-tiba berjungkir balik ke belakang dan berguling-guling, mungkin karena refleks.

 

Aku tidak bisa mengatakan kalau ini sudah kuharapkan.

 

Tadi itu hanya lah beruntung semata. Sungguh, itu saja.

 

Haruhiro bangun, berbelok ke kanan, dan lari. Ada Orc, Undead, Elf abu-abu, dan juga Hezrang dari Pasukan Arnold di sana. Kelihatannya mereka juga terkejut. Mereka tidak tahu apa yang sedang terjadi. Mereka bingung. Karena, akan seperti bunuh diri saja untuk menyerang langsung seperti tadi. ‘Dia tidak akan melakukan itu’, mungkin itu lah yang mereka pikirkan, dan memang benar dalam keadaan biasa.

 

Dwarf lebih pendek dari Manusia. Selain itu, ini adalah kota terowongan. Berarti umumnya tempat tinggal mereka memiliki langit-langit yang lebih rendah.

 

Atap-atap dari bengkel dan tempat tinggal Dwarf di sisi kiri jalanan sangat lah rendah, mungkin hanya 2 meter tingginya. Haruhiro melompat ke tepi atapnya dan langsung naik ke atas dalam sekali coba. Ada pipa-pipa di atas sana dan cerobong asap. Pipa-pipa itu berposisi rendah dan meluas di atas atap, menghubungkan dan memisahkan dari pipa cerobong asap lainnya saat terus mencapai ke langit-langit kota terowongan.

 

Harurhiro berlari melewati tumpukan pipa-pipa dan cerobang asap. Dia terus melompat dari atap ke atap dan berlari.

 

Ada 5 atau 6 Orc, Undead, dan Elf abu-abu mulai naik ke atap. Kelihatannya Godo Agaja juga coba naik ke atap, tapi kepalanya tersangkut di langit-langit, jadi dia menyerah. Namun, dia masih mengejar Haruhiro di jalanan utama. Kepala Godo Agaja lebih tinggi dari atap-atap bangunan bengkel dan rumah di sini, jadi sangat mudah untuk melihat posisinya ada di mana. Dia tidak menyerah dengan mudah. Tapi tidak peduli apakah itu adalah para pengejar di atap atau Godo Agaja, Haruhiro masih bisa melepaskan diri dari mereka.

 

Masalahnya adalah Arnold. Si Lengan Ganda itu tidak bagus.

 

Arnold berada di belakang kirinya. Dia hanya sedikit tertinggal darinya. Kau bisa katakan kalau mereka hampir berlarian berdampingan. Jarak mereka hanya terpaut 3 meter. Hampir seolah-olah mereka berada tepat di depan satu sama lain.

 

Arnold telah menghunuskan 2 dari 4 pedangnya di tangan. Namun, itu masih lah 2 pedang. Kapan dia akan menebasnya? Haruhiro berlari hampir pada kecepatan penuh, tapi Arnold terlihat seperti masih memiliki banyak ruang.

 

Dia datang.

 

Kuyakin. Dia akan segera datang.

 

Gawat.

 

Jika Arnold melompat padaku, mungkin aku tidak akan bisa menahannya.

 

“!?“”

 

Haruhiro melompat dari atap dengan cepat sambil menarik kedua belatinya.

 

Dalam waktu dekat, Arnold langsung mendekat. Apakah saat Haruhiro mendarat, dia berhasil menangkis pedang Arnold dengan belati di tangan kanan dan belati api di tangan kirinya? Sepertinya begitu.

 

Tapi meski begitu aku sama tidak bisa melihat pergerakannya tadi! Sejujurnya, aku bahkan tidak tahu seperti apa posisi Arnold dan bagaimana cara dia mengayunkan kedua pedangnya.

 

Haruhiro mulai berlari lagi di jalan dan menjauh.

 

“KYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYY”

 

Arnold masih saja mengejarnya sambil mengeluarkan suara misterius yang mengerikan. Haruhiro ingin sekali masuk ke dalam salah satu bengkel yang menghadap ke jalan. Tapi tidak jelas apa yang ada didalam. Jika tidak ada pintu belakang, maka dia hanya akan seperti tikus didalam karung.

 

Dia hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri. Kenapa dia tidak meninggalkan pasukan Arnold sendiri saja ketika tahu ini akan terjadi? Apakah dia idiot? Ya, benar. Dia memang idiot, tapi sekarang dia jadi tambah idiot.

 

Haruhiro hanya berlari-lari dikegelapan dan tikungan. Dia tidak punya tujuan di kepala. Dia hanya bertindak secara acak. Dia juga tidak tahu alasan jelas kenapa dia malah naik lagi ke atap-atap bangunan. Entah kenapa, dia merasa jika dia tidak naik ke atap-atap bangunan sekarang, dia akan terbelah. Ada satu pipa cerobong asap sempit di sana yang tampak seperti sarang hewan, dan dia merasa tidak akan muat jika coba memasukinya. Meskipun begitu, dia memaksa masuk ke celah antara pipa cerobong asap itu dan berhasil melaluinya ke dalam tanpa tersangkut, yang kebetulan saja berhasil. Kelihatannya Arnold sudah berpikir bahwa tidak mungkin dia bisa masuk ke sana, jadi dia pergi mengambil jalan memutar sedikit. Berkat itu, jarak antara mereka sedikit terbuka, tapi itu hanya lah keberuntungan semata. Dia penasaran apa yang harus dia lakukan setelah ini. Bukannya dia tidak memikirkan itu. Tapi lebih karena tidak mungkin untuk melakukannya. Intinya, dia akan terus lari demi hidupnya. Tidak ada hal lain yang bisa dia lakukan selain itu.

 

Aku bahkan tidak tahu sedang ada dimana.

 

Untuk saat ini, aku akan coba pergi ke Iron Palace. Apakah itu adalah ide yang bagus atau buruk? Mungkin itu bukan lah ide yang bagus sama sekali. Dengan melakukan ini berarti aku akan membawa musuh, yang merupakan Arnold, Godo Agaja, dan sisa Pasukan lainnya ke Iron Palace.

 

Faktanya, mungkin lebih baik jika mereka membelahnya saja. Pikiran itu terlintas di benaknya.

 

Tidak, tidak, apa yang akan terjadi jika aku terbelah?

 

Bukankah sudah jelas? Jika aku terbelah, aku akan mati.

 

Aku tidak ingin mati, atau lebih ke aku tidak bisa mati. Tidak bagus jika aku mati tanpa ada teman-temanku. Aku ingin melihat Merry. Aku tidak ingin membuatnya sedih. Dan bukan hanya itu saja. Ada banyak alasan mengapa aku tidak boleh mati.

 

Dia tidak tahu mengapa dia masih bisa bernafas sekarang. Tapi benarkah? Dalam keadaan ini? Mungkin saja dia sudah tidak bernafas sama sekali.

 

Dia tidak bisa melihat jauh kedepan karena berkeringat. Jika dia berkeringat, apakah artinya dia masih hidup?

 

Mungkin dia memang masih hidup. Ya, benar. Tubuhnya masih bisa bergerak. Kenapa tubuh Haruhiro masih bisa bergerak? Dia juga penasaran tentang itu.

 

Dia telah mencapai akhir dari cerobong asap itu. Haruhiro pun jatuh dari atas. Ketika dia mendarat di lantai batu yang telah dirapihkan, lutut dan pergelangan kakinya tidak bisa menahan benturan atau semacamnya, jadi dia pun tersandung. Saat tersandung dia coba berguling, dan ketika dia melakukan itu, dia melihat Arnold mendekat padanya. Dia bisa melihatnya, atau mungkin dia bisa merasakannya. Namun, dia hampir tidak menyadarinya.

 

Dia akan menebas.

 

Sedangkan Haruhiro, dia ingin menggunkan momentum saat dia berguling untuk bangun lalu berlari menjauh. Tapi bisakah dia berlari? Dia ragu.

“Twahhhh...!”

 

Jadi harusnya dia sudah terbelah.

 

Namun, Haruhiro malah mendengar suara Ranta.

 

Ranta?

 

Kenapa Ranta?

 

“Huh...?”

 

Meskipun dia harusnya bangun, Haruhiro malah tetap duduk di bawah. Dia ingin mengatur nafasnya dulu.

 

Haruskah aku menghelanya? Aku tidak tahu cara bernafas. Mungkinkah respiratorku rusak?

 

Tentu saja, itu sangat menyakitkan.

 

Aneh karena dia merasa sangat sakit sekarang. Padahal tadi masih tidak kerasa.

 

Dia juga tiba-tiba merasa ngantuk atau semacamnya.

 

Mungkinkah kesadaranku akan memudar? Jika aku pingsan, sepertinya itu tidak terlalu buruk. Aku sudah merasa seperti sudah pingsan malahan.

 

“Rueah! Keah! Swah! Fwah! Twah!”

 

Tapi Ranta terlalu beririsk.

 

Ada apa dengan suaranya itu?

 

Apakah dia sedang bertarung?

 

Ya, benar.

 

Ranta sedang beradu pedang dengan Arnold.

 

Kenapa Ranta?

 

Aku tidak tahu.

 

Hah?

 

Dia tidak bisa melihat dengan jelas. Penglihatannya buran. Jadi dia tidak tahu apa yang terjadi.

 

“Dwahhh!”

 

Haruhiro menggosok-gosok mukanya dengan kedua tangan.

 

Aku tidak bisa bernafas? Tidak mungkin. Tarik dan keluarkan. Tarik dan keluarkan. Itu dia. Aku bisa melakukannya. Aku hanya merasa sakit. Akan lebih baik jika aku bernafas dengan baik.

 

Haruhiro mendapatkan kembali kesadarannya sedikit demis sedikit. Haruhiro memaksakan dirinya duduk tegak.

 

Ranta.

 

Ranta sedang berputar-putar di sekitar Arnold. Dia mencoba mendapat posisi belakang Arnold dengan gerakan khas Dark Knight, atau lebih tepatnya gerakan khas Ranta yang seperti belalang sembah. Arnold tidak akan membiarkan itu terjadi, jadi dia menggunakan 4 pedangnya untuk coba menebas Ranta. Namun, Ranta mengindarinya pada saat-saat terakhir, atau lebih ke menggunakan pedangnya sendiri untuk memblokir pedang Arnold, dan masih terus berusaha keras mendapatkan posisi di belakangnya. Jadi Ranta terlihat seperti berputar-putar di sekitar Arnold.

 

Si Undead berlengan 4 itu sendiri bukan lah mahluk tanpa kelemahan. Pedang Arnold hanya bisa menjangakau sebagian kecil area di belakangnya. Ranta mengetahui itu dan mencoba menyerang titik lemahnya.

 

Arnold juga sadar akan kelemahannya. Kelihatannya dia sangat berkonsentrasi untuk berurusan dengan serangan Ranta.

 

“Ranta...”
Tags: Anime, Shiranori, Hai to Gensou no Grimgar, Haruhiro (Hai to Gensou no Grimgar), Ranta (Hai to Gensou no Grimgar), Novel Illustration, Official Art, Grimgar Of Fantasy And Ash

Bertahanlah.

 

Tidak ada yang bisa Haruhiro lakukan selain menyemangatinya. Dia masih belum bisa menggerakkan tubuhnya dengan baik, dan jika dia mencoba memaksakan dirinya untuk membantu, maka dia hanya akan menghalangi Ranta.

 

Ranta sedang berkonsentrasi. Gerakannya untuk bisa berada di belakang Arnol menjadi semakin cepat dan tajam. Khususnya, setiap langkah yang diambil Ranta, membuatnya lebih cepat dan tajam.

 

Di sisi lain, Arnold hampir tidak bergerak dari tempatnya. Tidak, lebih tepatnya dia tidak bisa. Putaran Ranta secara bertahap semakin menyempit. Satu-satunya hal yang bisa dilakukan Arnold sekarang hanya lah membalik-balikkan tubuhnya dan  mengayunkan keempat pedangnya. Ranta hampir mengimbangi Arnold. Begitulah kelihatannya.

 

Namun, ada satu masalah. Haruhiro pernah melihat bagaimana cara Arnold bertarung di masa lalu. Si Lengan Genda itu sangat lah kuat ketika tersudutkan.

 

“Berhati-hati lah, Ranta...!”

 

Ranta pasti sudah mengetahuinya bahkan tanpa perlu diberitahu, tapi meskipun begitu, dia tidak bisa menahannya.

 

Ketika Ranta sedang berlari seperti cahaya, Arnold melangkah maju dan berdiri di depan Ranta mungkin dengan sengaja. Dia akan mengatasi pedang Ranta dengan kedua pedangnya dan menyerangnya dengan dua pedang lainnya. Hanya si Lengan Ganda yang bisa melakukan itu.

 

“Jurus Rahasia!”

 

Pedang Ranta berkilap saat dia mengarahkan gagangnya kebelakang kanan.

 

“Flying Thunder God!”

 

Apa-apaan itu?

 

Dari pandangan Haruhiro, pedang Ranta tampak menghilang untuk sesaat. Ranta memegang pedangnya dengan kedua tangan. Tusukan.

 

Itu adalah gerakan menusuk.

 

“!?”

 

Arnold mencoba mundur. Namun, Ranta terus menekannya. Itu adalah gerakan tusukan dua tangan. Bukan satu. Arnold menghindari serangan Ranta yang terus-menerus dengan menangkis dan mengubah jalurnya dengan pedang. Dia berhasil menghindari serangan langsung, tetapi kulit atau kain hitam yang meliliti tubuh Arnold robek dan terpotong-potong. Terlihat banyak goresan pada kulitnya yang terbuka dan berbau tanah.

 

Ranta terus mendorong.

 

Kumohon terus lah mendorongnya seperti itu.

Meskipun Haruhiro berharap seperti, dia tidak berpikir Ranta akan menang. Pertarungan ini tidak lah semudah itu.

 

“Ap—!?”

 

Pedang Ranta hampir terlepas dari tangannya. Tiba-tiba, Arnold terlihat seperti berubah jadi tornado. Dia berputar-putar dan melompat.

 

Ranta telah memperkiraan hal selanjutnya, jadi dengan cepat dia jungkir balik ke belakang. Dia juga melangkah mundur dengan cepat untuk menjauh dari Arnold.

 

“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH”

 

Arnold berteriak dan berubah drastis. Dia meregangkan keempat lengan dan pedangnya sejauh mungkin. Dia terus melakukan itu sampai batasnya. Haruhiro melihat kulit di sekujur tubuhnya mulai membengkak.

 

“Akhirnya, kau serius juga...!”

 

Ranta tertawa. Bahkan jika dia hanya mencoba jadi kuat, bagaimana bisa dia tertawa di saat seperti ini? Dia sungguh memiliki hati yang kuat. Haruhiro merasa tidak terlalu ingin belajar itu darinya. Menirunya saja tidak bisa.

 

“O Kegelapan, O Dewa Vice... Demon Call!!!”

 

Ranta, yang hatinya sendiri busuk, pasti akan sama dengan iblisnya. Sesuatu seperti awan ungu kehitaman muncul dan berputar-putar. Pusaran itu pun berhenti lalu menghilang dan muncul lah si Iblis Zodie.

 

Berkat Vice yang Ranta kumpulkan selama ini, wujud Zodie tidak terlihat seperti biasanya. Zodie mengenakan armor ungu yang menutupi sekujur tubuhnya tanpa sedikit pun celah dan memegang Senjata mirip Naginata dengan ujung berbentuk sabit. Dia terlihat sangat mengerikan. Dulu Zodie terlihat imut tergantung bagaimana kau melihatnya, tapi sekarang dia telah berubah menjadi sesuatu yang sama sekali berbeda. Jika saja Dewa Kegelapan Skullhell memimpin pasukan, maka Zodie terlihat pas untuk menjadi salah satunya.

 

“Ayo kita lakukan ini, Zodie...!” perintah Ranta sambil maju menyerang.

 

“Kau mending mati, mati, mati, mati, mati, mati, mati, mati, mati, mati, mati, mati, mati, mati.”

 

Si Iblis Zodie mengangkat senjatanya dan melaju pada Arnold.

 

Dua lawan satu. Ketika datang pada keuntungan, si Dark Knight lah yang memilikinya.

 

“KOOOOOOOOOOOOOOOOOOOHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH”

 

Seolah-olah masih belum cukup, Arnold melepaskan kekuatan penuh dari 4 lengannya. Tampak seperti busur yang talinya ditarik hingga batasnya untuk melepaskan panah. Keempat pedang itu pasti akan mengenai Zodie dari empat arah yang berbeda.

 

Hal itu membuat Zodie marah besar.

Bagaimanapun juga, Zodie terkena serangan empat pedang pada tubuhnya. Zodie seperti boneka kayu yang digunakan untuk latihan pedang. Dia tidak bergerak, dan kau bisa menebasnya dengan pedangmu sesukanya, tapi tidak mudah untuk memotongnya.

 

Namun Haruhiro berpikir kalau Arnold akan bisa melakukan itu pada akhirnya. Zodie akan segera terpotong-potong. Bagaimanapun juga, dia hanya lah iblis. Dia tidak cukup terlatih melawan sosok yang sangat berkemampuan seperti Arnold.

 

(Kau... sudah mati)

 

“NNNNNG...!?”

 

Alih-alih menggerakkan keempat pedangnya untuk memotong Zodie berkeping-keping, Arnold malah berhenti bergerak.

 

“Jurus Rahasia...”

 

Ranta.

 

Apa yang Ranta lakukan selama ini pada saat Zodie mengurus semuanya? Haruhiro terlalu fokus pada Zodie sampai dia lupa akan Ranta. Sepertinya, itu adalah Rencana Ranta.

 

Memanggil Iblisnya dan membuatnya jadi pertarungan dua lawan satu. Dia dan Zodie entah bagaimana akan mengatasi si Arnold yang super kuat dengan kemampuan menyerang mereka yang terkoordinasi.

 

Tapi itu salah.

 

Itu bukan lah rencana Ranta.

 

“Evil Rebellion... Slayer!”

 

Ranta menyerang bagian belakang Zodie. Tentu saja bukan dengan tangan, tapi dengan pedangnya untuk menusuk bagian belakang Zodie.

 

Tusukan. Pedang Ranta menembus Zodie dan mencapai Arnold yang ada di sisi lain. Ranta mencengkram gagang pedang di pinggang dan menusukkannya ke suatu sudut di atas. Ujung bilahnya berhasil menusuk dagu bawah Arnold.

 

“Tapi, dia tidak terbelah...?”

 

Haruhiro hanya bisa mendecakkan lidahnya.

 

“Shhhhhhhh...”

 

Tiba-tiba, Ranta mencabut pedangnya dan langsung menghilang. Gerakannya sungguh cepat sampai-sampai mata Haruhiro tidak bisa mengikutinya.

 

Zodie hancur berkeping-keping.

 

Ranta juga sudah berada di balik Arnold dalam keadaan berlutut.

Apakah dia membelahnya?

 

Sepertinya begitu.

 

Kepala pucatnya, terlepas dari tubuh Arnold, perlahan-lahan berputar dan jatuh.

 

Tubuhnya, yang telah kehilangan kepala, tidak terjatuh. Bahkan ada hint kalau itu hendak berbalik.

 

Itu adalah pemandangan yang aneh dan mengerikan. Haruhiro bingung dengan semua ini. Entah kenapa, Ranta tiba-tiba muncul dan menyelamatkannya. Bagi Ranta, Arnold itu lebih dari sekedar musuh, kan? Selain itu, Arnold adalah Undead. Bagaimana bisa dia mati hanya dengan itu?

 

Jika kau melihatnya, kau bisa melihat kepala buntung membuka tutup mulutnya. Dia tidak terlihat mencoba mengatakan sesuatu, tapi mulutnya memang bergerak.

 

“Undead...”

 

Ranta berdiri. Dia berjalan ke tubuh Arnolod, yang masih berdiri dengan kedua kaki. Dengan tangan kirinya, yang tidak memegang pedang, Ranta mendorong tubuh Arnold. Itu bukan lah dorongan yang kasar. Tubuh Arnold akhirnya terjatuh.

 

“Kudengar meski kepalanya sudah buntung, mereka masih bisa bangkit kembali.”

 

Ranta meletakkan sisi pedang tumpul di bahu kanan dan memiringkan kepalanya.

 

Mata Arnold bergerak untuk mencoba melihat Ranta.

 

“Ranta...”

 

Haruhiro coba memanggilnya, tapi apa yang harus dia katakan? Sejujurnya, dia tidak tahu. Sepertinya dia harus menyerahkan urusan itu pada Ranta. Terlepas dari apa yang Ranta lakukan setelah ini, tidak ada hak bagi Haruhiro untuk menilai apakah itu baik atau buruk.

 

“Karena ini adalah pertempuran. Kau tahu itu kan, Arnold?”

 

Mata kiri Ranta menyipit dan ujung bibir kanannya terangkat yang membuat Haruhiro tidak bisa menjelaskan ekspresi macam apa itu jika disuruh untuk katakan.

 

“Itu adalah Jurus Spesial yang telah kusimpan untuk digunakan pada si Tua Takasagi. Aku butuh seseorang untuk kujadikan uji coba, dan kurasa itu berhasil.”

 

Kepala Arnold membuka mulutnya. Dia menggerakkan dagunya, mencoba tersenyum.

 

“Selamat tinggal.”

 

Ranta membawa pedangnya ke kepalanya lagi. Dia pun menusuk dahi Arnold.

 

Seperti apa kematian itu bagi Undead? Haruhiro tidak tahu. Tapi jika Undead memiliki kehidupan, maka itu telah dihancurkan sekarang. Arnlod telah berubah menjadi sesuatu yang tidak bisa bergerak sendirinya.

 

Ranta melepas topengnya dan menempatkannya di kepala Arnold.

 

“Apa kau yakin tentang itu?” tanya Haruhiro.

 

“Ya.” Ranta mengangguk.

 

Kemudian dia melihat kebelakang Haruhiro dengan ekspresi kesal. Haruhiro juga melihat ke arah situ. Ada suara tidak wajar mendekat, seperti gema tembakan di sana-sini.

 

“Godo Agaja, kah...!”

 

Ranta menarik tangan Haruhiro.

 

“Ayo pergi! Bahkan jika itu adalah aku, dia terlalu kuat! Aku tidak bisa membayangkan bisa memenangkan pertarungan dengannya...”

 

“Mengerti. Terus? Kenapa kau bisa ada disini?” kata Haruhiro sambil berlari.

 

Ranta berlari didepannya, hampir meninggalkan Haruhiro.

 

“Iron King telah meninggalkan Iron Palace! Itu karena kau terlalu berlama-lama dan tidak kembali! Karena itu lah aku ke sini untuk mencarimu! Berterima kasih lah padaku!”

 

“Bagaimana dengan yang lain!?”

 

“Mereka sedang dalam perjalanan ke kediaman pribadi House of Bratswood!”

 

“Jadi mereka aman, ya.”

 

“Kau lah yang tidak aman, dasar bajingan!”

 

“Kau benar, tapi...!”

 

Haruhiro menahan keinginannya untuk berdebat dan terus bergerak maju. Dia masih belum mengembalikan semua tenaganya. Nafasnya terasa cepat. Yang bisa dia lakukan hanya lah berusaha tidak tertinggal oleh Ranta. Dia khawatir terhadap apa yang akan terjadi kedepannya, tapi dia tidak ingin memikirkannya.

 

Merry. Kuyakin dia mengkhawatirkanku. Aku harus segera menenangkannya. Juga, aku akan melihat teman-temanku lagi. Aku tidak punya pilihan lain selain memikirkan itu sebagai dorongan.

Komentar