Tapi sebenarnya apa yang harus kita lakukan?
Dia merasa canggung ketika berada di ruangan Menara Tenboro yang sama dengan Jin Mogis. Atau, lebih tepatnya, dia merasa tidak enak badan. Jadi Haruhiro dan yang lainnya memutuskan untuk keluar dari sana.
Dari pagi ini sudah hujan, dan cuacanya juga tidak bagus. Terkadang air hujan tercampur dengan air es. Kuzaku menggigil kedinginan sekarang.
“Argh, dingin.”
“Itu bagus untuk kepalamu.” kata Setora dengan tenang.
“Tapi sekarang kita punya satu masalah lagi untuk dipecahkan.” Ranta bertopeng mengangkat dua jarinya. “Pertama, kita harus mendapatkan Shihoru kembali. Kita juga harus mengeluarkan orang tua Itsukushima itu dari sana.”
Merry itu selalu memperhatikan sekelilingnya. Dia tahu kalau mereka sedang diikuti oleh Neal si scout dan scout lainnya, dan dia juga tahu kalau dia terus berjalan dan berbisik-bisik, mereka tidak akan pernah terdengar oleh Neal dan yang lain. Meskipun begitu, dia masih tampak khawatir.
Kuzaku mengerutkan kening dan memutar kepalanya.
“Sepertinya Shihoru-san memang dikurung di Menara Terlarang, ya? Tapi bagaiamanapun juga, itu adalah Menara yang tak bisa terbuka.”
“Ya, tapi bukankah itu aneh?” Kemarahan Yume karena Itsukushima yang dipenjara tampaknya tak kunjung reda. Ekspresinya muram. Meskipun hanya dia yang tampak seperti itu. “Tidak ada menara yang tak bisa dibuka, sudah pasti ada triknya.”
“Yah, itulah intinya.” Pria bertopeng itu menganggukkan kepalanya. “Kalau tidak bisa dibuka dari luar, berarti itu adalah perjalanan satu sisi yang hanya bisa dibuka dari dalam. Maka mungkin itulah alasannya disebut sebagai Menara Terlarang”
“Bagaimana bisa kau menyimpulkannya begitu mudah?”
Ketika Haruhiro menanyakan itu, pria bertopeng itu mengeluarkan suara batuk yang aneh.
“Apa? Kau tidak tahu? Kau tau lah yang kubicarakan. Ok cukup. Kau menyebalkan. Kau itu sesuatu. Mungkin kau sesuatu karena ingatanmu itu seperti sesuatu.”
“Terlalu banyak sesuatu, sudahlah...”
Pria bertopeng itu melompat ke arah Kuzaku yang terkejut, “Zeeaahhh!” Gerakannya tidak beraturan dan lincah, seperti burung yang mengincar mangsanya. Kuzaku ditendang oleh pria bertopeng itu.
“—Ah!?”
“Huh!?”
“Apa yang kau lakukan tiba-tiba!?”
“Aku sudah menyuruhmu untuk menghindari ini, idiot. Sejujurnya, aku tidak yakin apakah orang tolol sepertimu, yang hanya memiliki perawakan besar dan bodoh, akan menjadi perisaiku.”
“Bukannya aku lambat, tapi kau saja yang terlalu cepat, dan kau hanya mencoba untuk membuatku kesal. Sialan! Dan juga aku tidak hanya besar, tapi juga kuat!”
“Apakah ada yang lain?”
Ketika Setora menanyakan itu dengan suara yang serak, Kuzaku menyilangkan tangannya dan merenungkannya.
“Apakah ada yang lain? Hmmm.... yang lain...”
“Pasti ada yang lain.” Haruhiro tidak tahu mengapa dia mengatakan itu, tetapi dia tidak dapat menemukan jawaban lain selain itu di benaknya. “Aku yakin itu ada. Yah, pasti ada bermacam-macam.”
“Ya juga. Contohnya?”
Yume menepuk dada Kuzaku.
“Kuzaku-kun itu sangat mempercayai setiap hal yang dikatakan Haru-kun, ya? Menurut Yume, mungkin Kuzaku-kun merasakan itu karena Haru-kun mempunyai kepribadian yang bagus.”
“Kepribadian? Ya, kurasa itu benar. Apa pun yang Haruhiro katakan itu selalu benar.”
“Dasar bodoh!” Pria bertopeng itu mengintervensi antara Yume dan Kuzaku lalu menunjuk ke arah Haruhiro.“Kau sangat bodoh jika berpikir bahwa bajingan bermata ngantuk ini selalu benar. Bodoh!”
“Yah, bodoh---“
“Itu cocok sekali denganmu.”
Kuzaku tetap tenang bahkan ketika Setora menatapnya dengan sinis.
“Kau benar, haha.”
“Dan juga...” Yume menjentikkan jarinya. “Caramu tertawa sangat menyegarkan. Kuzaku-kun adalah tongkat party ini.”
“Apa yang kau maksud menyegarkan!?” Ranta meneriakinya tanpa jeda, dan Haruhiro terkesan.
“Aku juga tidak begitu mengerti.” Kuzaku mengangguk.
“Tongkat? Apa itu? Menyegarkan? Tidak ada yang menyegarkan sama sekali dari dia!”
Yume meletakkan jari telunjuknya di bibir bawahnya dan memiringkan kepalanya.
“Nuh-uh”
“Apa sih yang kau bicarakan, Ranta?” Kata Haruhiro
Pria bertopeng itu menghantamkan kakinya ke tanah.
“Kau tidak cukup terlatih! Kau harus lebih berlatih keras! Aku tidak tahu latihan macam apa itu, tapi aku tidak peduli.”
Haruhiro mendapati dirinya merasa sedikit enak saat dia mengolok-olok Ranta, dan dia memiliki perasaan yang campur aduk tentang itu. Ini bukan waktunya untuk bersenang-senang. Tapi itu adalah bagian yang sulitnya, apakah jika dia berpikir cukup keras, dia akan dapat menemukan jawaban yang tepat? Dia tidak bisa membiarkan dirinya dalam keadaan yang tegang cukup lama. Dia mempunyai banyak teman di sekitarnya yang bisa membantunya. Satu-satunya cara untuk menemukan solusi adalah dengan tenang saja mempersiapkan segalanya untuk menemukan jalan keluarnya.
Bukannya dia mencoba membuatnya setuju dengannya, tapi entah kenapa, Haruhiro menatap Merry. Dia jauh lebih pendiam daripada yang lain, jadi Haruhiro sedikit penasaran, atau lebih tepatnya, sangat penasaran.
Merry memasang ekspresi kosong.
Jelas-jelas dia tidak melihat ke arah Haruhiro dan yang lainnya. Dia mengarahkan pandangannya sedikit ke atas, dan bibirnya mengerucut. Haruhiro bertanya-tanya apakah Merry sedang menggertakan giginya karena tampak ada banyak tekanan di sekitar rahangnya.
Sulit untuk mengatakan apa yang sedang terjadi disini. Dia tidak tahu apakah dia hanya bereaksi terlalu berlebihan, tapi ada sesuatu yang aneh dengan suasana di sekitar Merry.
“Menara yang tak bisa terbuka, ya?” Hanya itulah yang Merry katakan. Sepertinya begitu, tapi nada suaranya terlalu rendah jika dibandingkan dengan Merry yang biasanya. Haruhiro menelan ludahnya. Mulutnya kering. Tenggorokannya terasa aneh.
“Apa... yang barusan.... kau katakan... Merry?”
Merry menoleh ke Haruhiro. Sederhananya, dia merasa aneh. Haruhiro tidak merasakan apa pun selain ketidaknyamanan. Merry menatap Haruhiro. Namun, tatapannya tampak seolah-olah dia tidak peduli padanya. Haruhiro merasa sakit karena itu. Merry tiba-tiba terasa seperti orang asing baginya. Atau mungkin Haruhiro lah yang terasa asing bagi Merry? Jika tidak, maka dia tidak akan menatapnya seperti itu.
“Bagaimana caranya masuk ke menara yang tak bisa terbuka?”
Apakah Merry baru saja bertanya padanya?

“Eh... itu...”
Tidak mungkin Haruhiro bisa menjawabnya. Dia yakin kalau Merry juga mengetahui itu. Atau mungkin tidak? Yang lebih penting lagi, apakah pertanyaan itu memang berarti?
“Menara yang tak pernah terbuka, ya.” Merry mengulanginya sekali lagi lalu mulai berjalan.
Ranta menggeserkan topengnya lalu menatap Haruhiro dengan curiga. Apa-apaan tatapan itu?. Kuzaku melirik punggung Merry, lalu ke Haruhiro
“...Apa itu?”
Aku tidak tahu! Haruhiro hampir kehilangan kesabarannya. Dia masih bisa menahannya bukan karena dia berpikir kalau itu adalah tindakan dewasa. Itu karena dia merasa lebih cemas daripada marah. Apa yang terjadi dengan Merry?
“Ada apa, Merry-san?”
Yume berlari mengejar Merry. Haruhiro dan yang lainnya juga mengikutinya. Dia segera menyusul Merry dan mereka pun berdiri bahu-membahu.
“Merry-chan...?”
Saat namanya disebut, Merry melirik Yume. Itu saja. Seolah-olah dia hanya ingin melihat apa yang ada disampingnya, dan tidak peduli dengan keberadaan Yume.
Yume dan Kuzaku terlihat seperti baru saja ditangkap oleh rubah. Ranta dan Setora terlihat sangat curiga. Semua orang terdiam. Mereka semua, termasuk Haruhiro, sangat bingung.
Merry menuju langsung ke gerbang utara. Gerbang utara dibuka dan dijaga oleh Tentara Perbatasan. Secara alami, para prajurit menghentikannya.
“Aku ingin mengunjungi makam.” Kata Merry tanpa ragu-ragu
“Ada kuburan teman-temanku di atas bukit sana, aku akan kembali segera setelah aku mengunjungi makam mereka.”
Para prajurit kebingungan, tetapi akhirnya mereka membiarakan Haruhiro dan yang lainnya lewat. Ternyata secara mengejutkan itu mudah.
Sebuah pikiran muncul dibenaknya. Terpikir olehnya bahwa dia terlalu melebih-lebihkan Jin Mogis.
Shihoru bukanlah tawanan Jin Mogis. Dia mungkin berada di Menara Terlarang. Dia mungkin telah kehilangan ingatannya dan sedang dimanipulasi oleh Master Menara Terlarang.
Dia menduga bahwa salah satu anak buah Jin Mogis lah yang menculik Shihoru. Kemudian mereka serahkan kepada Master Menara Terlarang dan membuat Haruhiro dan yang lainnya berpikit Jin Mogis lah pelakunya. Jika demikian, maka tidak ada alasan lagi Haruhiro dan yang lainnya untuk mengikuti perintah Jin Mogis.
Bukanlah ide yang bagus untuk menghadapi Jin Mogis yang mempunyai relik kuat. Jika itu masalahnya, maka mereka hanya harus mengabaikannya dan meninggalkan Tentara Perbatasan. Sebelum itu, entah bagaimana caranya mereka harus mengeluarkan dulu Master Yume, Itsukushima, dari penjara lalu melarikan diri bersamanya. Situasinya diperumit oleh fakta bahwa Jin Mogis mempunyai kekuatan berupa pasukan di bawah komandonya, tetapi Haruhiro dan teman-temannya tidak akan terlibat. Mereka akan bertindak untuk kepentingan mereka sendiri. Itulah pilihan yang paling sederhana, dan sepertinya tidak terlalu buruk.
Merry mulai mendaki bukit. Dia mengatakan sesuatu tentang mengunjungi makam seorang teman, tapi tampaknya dia tidak memiliki niat untuk melakukannya.
Saat itu tidak hujan, tetapi sebagai gantinya ada hamparan awan di langit.
Sesuatu bersinar di kejauhan. Itu semacam kilatan. Setelah waktu yang lama, dia mendengar suara rendah seperti bola besi yang berat berguling-guling.
Jalan setapak yang mereka lalui dari Altana menuju puncak pungkit, basah dan lembab. Tanpa pikir panjang, Merry mendaki bukit dan menatap menara yang menjulang tinggi dan belum dibuka.
Haruhiro juga melihat ke arah menara. Ketika dia melihatnya lagi, dia menyadari kalau menara ini tidak wajar. Apakah itu terbuat dari batu? Menara itu dibangun dengan menumpuk benda-benda berbentuk balok. Tidak ada keraguan tentang hal itu. Tapi apakah itu terbuat dari batu? Masing-masing dari balok-balok itu terlalu sama dalam ukuran, bentuk, dan tekstur. Mungkin balok-balok itu tidak dipahat dari batuan dasar. Itu mungkin beton. Atau semacam logam, tapi tidak terlihat mengkilap?
Menara Terlarang lebih tinggi dari gedung pencakar langit yang ada di Altana. Berbeda dengan menara yang dulunya merupakan kediaman Margrave, Menara Terlarang tidak memiliki dekorasi sama sekali, sehingga tidak memberikan kesan bangunan yang megah, tetapi benar-benar kokoh.
Dia merasa bahwa gedung pencakar langit Altana kemungkinan besar dibangun menggunakan banyak tenaga kerja manusia, kebijaksanaan, dan peralatan. Tapi bagaimana dengan Menara Terlarang ini? Masih lebih meyakinkan untuk mengatakan bahwa menara ini memang sudah ada sejak awal disana, daripada dibangun oleh manusia.
“Itu adalah relik”
Tentu saja Haruhiro terkejut saat Merry mengatakan itu. Relik. Itulah yang Haruhiro juga pikirkan. Menara Terlarang adalah relik yang besar. Tapi kenapa Merry mengatakan itu?
Harusnya Haruhiro menanyakan dia tentang itu. Memang benar bahwa ada yang aneh dengan Merry. Dimana Merry yang asli?
Tapi dilihat darimanapun juga dia memang Merry. Tak bisa dia bantah kalau itu memang faktanya. Bahkan sebelum dia kehilangan ingatan, ataupun sesudahnya. Mereka telah bersama lama sekali. Jadi tidak aneh kalau hubungan saling percaya tumbuh. Jika mereka punya keraguan, maka tinggal tanya saja langsung pada Merry. Itu tidak sulit. Dia yakin kalau itu tidak sulit, tapi yang ada malah Haruhiro, Yume, Kuzaku, dan Ranta diam saja. Kenapa? Dia tak tahu.
Suara petir lain pun datang lagi.
Air hujan yang hampir menyerupai kumpulan butiran es menyentuh pipi Haruhiro saat jatuh.
“Kau ini siapa?”
Setora lah yang memecahkan keheningan ini.
Dia mengajukan pertanyaan yang sangat tepat terhadap inti permasalahan saat ini. Itu lah sebabnya dia tak memberi tahu Haruhiro. Karena Haruhiro tak bisa melakukannya.
Mengapa dia tak bisa mengatakan itu? Dia tak tahu. Tapi Merry adalah Merry tak peduli bagaimana kau melihatnya, tapi karena alasan tertentu, dia tak terlihat seperti Merry. Jika dugaan Setora benar, dan Merry bukan lah Merry, maka siapa dia kalau begitu? Haruhiro tidak benar-benar ingin tahu itu.
Apakah karena dia takut? Mungkin saja.
Tentu saja, dia juga merasa ada yang aneh.
Yume dan Ranta saling bertindak terpisah, tetapi Haruhiro, Shihoru, Kuzaku, Merry, dan Setora tampaknya pernah menghabiskan waktu di dunia asing yang sama. Kemudian, karena suatu alasan tertentu, mereka berhasil kembali ke Grimgar. Haruhiro dan yang lainnya bangun di bawah Menara Terlarang, dan ingatan mereka dicuri. Haruhiro, Shihoru, Kuzaku, dan Setora hanya ingat nama sendiri.
Hanya Merry yang berbeda. Tampaknya dia tak banyak ingat tentang apa yang terjadi di dunia lain, tapi dia tidak kelihatan telah kehilangan ingatan tentang hal-hal lainnya. Apa maksudnya itu? Merry bilang “Aku gak tahu”. Dia tak tahu apa itu hanya kesalahan penghuni Menara Terlarang saja, atau apa. Dia tak bisa mengerti. Mungkin saja kalau Merry hanya kehilangan ingatannya secara tidak lengkap. Bisa saja itu lah yang terjadi. Namun, bukan itu saja masalahnya di sini. Ini bukan hanya tentang ingatan.
Merry pernah menggunakan sihir.
Sihir bernama ‘Magic Missile’
Hiyomu terkejut karena itu.
Karena Merry harusnya hanya lah seorang Priest, dan sihir yang dia gunakan itu digunakan Mage.
Kejadian tersebut berlangsung tak lama setelah dia kembali ke Grimgar tanpa ingatan. Saat itu, Haruhiro masih tak begitu mengerti apa yang Hiyomu maksud, tapi sekarang, dia mengerti. Merry menjadi Tentara Sukarelawan sebagai seorang Priest. Dia telah menjadi Priest sejak saat itu. Tidak mungkin dia bisa menggunakan sihir Mage.
Dan juga, dia merasa ada yang aneh dengan Merry saat itu. Dia tampak kesakitan segera setelah melepaskan sihir tersebut.
“....haah”
Merry tiba-tiba menghela nafas seakan-akan mengejek mereka. Haruhiro mengerti. Dia bisa merasakannya dengan jelas. Entah kenapa dia merasa, kalau perubahan dia bukan lah hal yang biasa saja. Bahkan hanya dengan sesuatu seperti berdiri, orang-orang mempunyai kebiasaannya tersendiri. Contohnya, kita cenderung membebani salah satu kaki kita saat berdiam, atau membiarkan salah satu bahu kita terangkat. Semua hal tersebut sudah hilang seiring berjalannya waktu. Bagian mana?
Sulit untuk menjelaskan bagaimana dan sampai tingkatan apa dia berubah. Tapi tak diragukan lagi kalau dia memang berubah. Dia yakin akan hal itu. Tapi dia tak bisa jamin kalau Merry memang sepenuhnya berubah.
“Merry...?”
Suara Haruhiro serak dan teredam.
Merry membalikkan kepalanya untuk melihat Haruhiro. Dia berkedip padanya, lalu tercengang. Kelihatannya dia tak bisa memahami situasi yang barusan terjadi. Kurang lebih Haruhiro bisa menduga apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Dia tahu bahwa Merry akan mencoba untuk menutup-nutupi masalahnya.
Ternyata benar. Merry melihat ke sekeliling untuk mengetahui dia sedang ada di mana.
“...Ya... Ada apa?”
Apa ada yang salah? Jika Haruhiro menanyakan itu, Merry meresponnya dengan Maaf, aku agak pusing barusan.
Aku mengerti. Jadi begitu, ya. Emang bener gitu, kan? Pastinya.
Harusnya, aku tak bisa hidup kalo gak gitu, kan?
Haruhir mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Ada sesuatu seperti sumur di depan sana. Bahkan jika kau melihat ke dalamnya, kau tak bisa menemukan air. Yang ada, dia malah merasakan suatu kehadiran yang luar biasa aneh. Apakah itu memang sumur? Sebelum memastikannya, Haruhiro coba tutupi sesuatu yang tampak seperti sumur itu. Jika ditutup, maka itu hanya terlihat seperti sumur dengan penutup. Mungkin bisa tampak seperti sesuatu yang lain, tapi dia tak tahu apa. Ukurannya kecil, tapi itu tak penting.
“Apa ada yang salah?” kata Setora datar. Biasanya dia tenang. Tapi sekarang hanya sedikit saja. Mungkin dia sedang kesal.
Haruhiro pikir dia sedang menyembunyikannya.
“Sampai beberapa saat yang lalu, kau tampak seperti orang yang berbeda. Kau pikir mengapa kami ada di tempat ini? Itu karena kau, Merry. Kau. Kau membawa kami ke sini. Lebih tepatnya, kau menuju ke menara ini seenaknya dengan sendiri, dan kami mengejarmu.”
“Y-Yah, Se-Setora-san, kurasa kau terlalu menyalahkan Merry.” Kuzaku coba menyela.
“Menyalahkan?” Setora melirik sedikit ke atas. “Aku gak ada niat untuk melakukan itu. Aku hanya ingin semua hal ini jadi jelas. Aku hanya ingin konfirmasi darinya. Apakah dari awal Merry memang begitu atau berbeda? Aku tak ingat. Dari awal aku bukan lah Tentara Sukarelawan. Jadi kupikir aku tak begitu mengenalnya lumayan lama. Di sini, yang tau lebih banyak tentangnya hanyalah Yume.”
“Fweh!?” teriak Yume sambil melangkah mundur. Setora menatap tajam Yume.
“Kau tidak kehilangan ingatan, dan kau juga tidak keluar dari Party seperti Ranta.”
“...Ya, ya. Emang bener sih, tapi...”
“Apakah Merry telah berubah sejak terakhir kali kau melihatnya?”
“Hmm, berubah, ya... E ttoo... Naa... Nnn...” Yume memeluk kepalanya. “Maksud Yume, aneh, --- Yume bertanya-tanya. Apa, ya? Urgh...”
Haruhiro tak tahan lagi untuk melihatnya. Tapi terus apa? Apa dia harus berpaling dari Yume yang tertekan? Apa yang harus dia lihat? Apa hal terbaik yang harus dia lihat?
Ranta melepas topengnya dan melihat ke menara yang tak bisa dibuka. Satu per satu, butiran air hujan yang dingin menerpanya, dan dalam waktu singkat, wajahnya mulai pucat.
“Yume,” panggil Ranta dengan suara rendah. “Kau menceritakan padaku banyak hal tentang apa yang terjadi saat aku tak ada. Tapi... bukankah masih ada hal lain yang belum kau ceritakan padaku? Apa itu?” Yume berkedip pada Ranta. Sekarang ini berubah jadi game siapa yang harus disalahkan.
“...Faktanya, ini karena Ranta... karena Ranta menghilang, kan? Ini salah Ranta, kau tahu? Mungkin gak parah-parah amat, tapi, kau tahu, jika saja Ranta bersama Yume saat itu, Yume yakin Merry akan sangat senang. Jika saja Ranta bersama Yume, dia yakin kalau Merry akan...”
“Itu... maaf.” Ranta menyeka wajahnya dengan tangan dan kembali menatap Yume. “Apa yang terjadi pada Merry...?”
“...Me-Merry-chan itu...” Dia memegang bahu kirinya dengan tangan kanan. Dia juga meremas sisi tubuhnya dengan tangan kiri. “Me-Merry-chan pernah ma...”
‘Ma ma ma ma’ ulang Yume. Dia mencoba mengatakan sesuatu. Namun, dia sangat kesusahan, dan tampak tak bisa mengeluarkan perkataan selanjutnya.
Mati.
“AHH...”
Haruhiro tiba-tiba ingat sesuatu.
Yang dia lihat waktu itu. Yang dia dengar waktu itu. Bau yang dia cium. Semuanya mengalir ke benak Haruhiro.
“AHHHHHH...”
Mahluk mirip kera besar yang tertutupi oleh cangkang keras berwarna cokelat tua menempel pada Merry. Haruhiro mencoba menyingkirkannya, tapi gagal.
Tapi kita harus selamatkan Merry. Cepat. Cepat.
Merry dalam keadaan setengah mati. Dia gemetaran, dan batuk darah.
Gunakan sihir katanya pada Merry. Merry, sihirnya. Cepat lah lantunkan sihir cahaya padamu. Itu benar. Dia seorang Priest. Hanya Merry lah satu-satunya orang yang bisa menyembuhkan luka di sini dan sekarang. Jadi pastinya dia tahu apa yang harus dia lakukan...
Oh
Dia coba angkat tangan kanannya untuk menggunakan sihir cahaya, agar sihirnya bisa bekerja, dia harus menggambar semacam heksagram di udara menggunakan tangannya, tapi dia gagal. Haruhiro coba membantunya dengan menggenggam tangan kanannya. Merry terbatuk, dan menggelengkan kepalanya. Sakit, sakit, sakit, sangat sakit.
Apa yang harus kulakukan, Merry? Merry...? A-Apa yang harus kulakukan untukmu?
Sesuatu. Merry mencoba mengatakan sesuatu. Haruhiro mendekatkan telinganya padanya.
...Ada apa, Merry? Merry? Apa yang coba kau katakan?
Aku tak bisa mendengarmu, Merry. Suaramu terlalu pelan.
“Haru”
“Hm? Apa?”
“...Haru... Kau lah... Satu-satunya... Orang... Yang---“
“Yang apa? Ada apa, Merry?... Apa?” Dia menghela nafas
Merry mencoba mengatakan sesuatu padanya. Tapi dia tak bisa? Bisakah dia bicara lebih lanjut? Haruhiro tidak yakin.
Haruhiro menjauh darinya, lalu melihat wajahnya. Merry sedang tersenyum.
Aku tak tahu apa yang sedang terjadi. Aku tak tahu kenapa. Aku tahu kau sedang kesakitan. Pastinya kau sangat menyiksa. Harusnya itu menakutkan.
Tapi kenapa kau tersenyum, Merry?
Tidak ada balasan. Dia tak tahan lagi. Dia ingat momen itu. Sangat jelas.
Pupil matanya memucat, dan dia tidak lagi bisa fokus terhadap apa pun itu. Merry tak bisa mendengar apa. Mungkin dia juga tidak bisa mendengar apa pun sama sekali. Dia tidak bisa berpikir dengan jernih. Dia tidak bisa merasakan apa-apa.
Menurutmu aku ini apa? Beritahu aku, Merry.
Oh, aku baru saja ingat sesuatu.
Merry pernah mati sekali.
Komentar
Posting Komentar