“Oi, Haruhiro! Haruhiro!”
Hal selanjutnya yang Haruhiro ketahui. Ranta sedang mencengkram bahunya dan mengguncangnya.
“Haruhiro! Apa yang terjadi padamu, bung?”
Sialan, Haruhiro menggeleng-gelengkan kepalanya. Bukannya dia merasa pusing. Bukan itu masalahnya.
Sebenarnya, dia tak tahu apa yang telah terjadi padanya tadi.
Bagaimana aku bisa melupakannya? Sebaliknya, itu aneh. Karena harusnya gak mungkin aku melupakan hal sepenting ini. Tapi faktanya, aku tak mampu mengingat semuanya sampai tadi. Ingatanku tak pernah hilang. Itu ada disini. Di dalam kepalaku. Kalau tidak, maka tak mungkin aku bisa mengingat semua ini.
“Oi! Haruhiro!”
“Kau terlalu berisik!”
Haruhiro mendorong Ranta agar menjauh. Sungguh berisik. Kau itu keras kepala, tahu? Apa sih yang sedang kau lakukan? Tenang lah. Pikir Haruhiro pada dirinya sendiri. Tenang lah. Tenang.
Akhirnya aku bisa tenang, setidaknya begitulah yang kupikirkan.
Bukan Ranta saja, Kuzaku, Setora, dan Yume juga melihat Haruhiro dengan curiga. Bahkan Merry pun ikut-ikut an.
“Tunggu sebentar.”
Jangan melihatku seperti itu.
Aku telah bekerja keras selama ini. Akhirnya aku sadar akan hal itu. Ada kalanya aku bisa mendapatkan hasil yang bagus, tapi tak lama setelah itu akan menjadi buruk lagi.
“Sebentar saja, aku ingin punya waktu untuk menenangkan diriku. Aku perlu menyesuaikan sesuatu. Sebentar saja.”
Haruhiro mulai berjalan. Dia tak punya ide kemana dia akan pergi. Dia hanya ingin pergi dari tempat itu. Tempat itu terlalu dekat Menara Terlarang.
Semuanya dimulai dari Menara itu.
Dia bisa mendengar suara seseorang saat itu.
“Awaken”
Aku bisa mengingatnya dengan jelas. Itu adalah tempat yang gelap. Di suatu ruangan bawah tanah Menara Terlarang. Bersama Ranta, Yume, Shihoru, Renji, Ron, Adachi, Sassa, Chibi-chan, dan ada
Kikkawa juga, lalu ada Moguzo, serta Manato.
Haruhiro tak sadar kalau kakinya sedang bergerak, lalu berhenti di depan batu putih yang teman-temannya juga sedang lihat sekarang.
"...Moguzo.”
Haruhiro mengulurkan tangannya ke batu putih itu. Jika kau menyentuhnya, tak akan ada sesuatu yang terjadi. Tapi dia memang tak mengharapkan sesuatu terjadi. Itu hanya batu putih yang terasa dingin dan basah.
Haruhiro memiliki Party. Dengan bantuan Renji dan yang lainnya, mereka membawa Mogzo ke tempat kremasi di luar Altana. Mogzo, yang merupakan sosok paling baik dan manusiawi yang pernah dia temui, telah berubah menjadi tulang dan abu. Dengan tangan mereka sendiri, mereka menguburnya di bawah batu ini.
Makam Manato hampir tak terlihat dari Makam Mogzo. Makamnya. Di sana.
Haruhiro meluncur ke bawah. Ranta dan yang lainnya mengikutinya. Dia sadar akan hal itu. Tapi Haruhiro tak menoleh ke belakang. Dia ingin tahu keadaan Merry. Dia bertanya-tanya apakah gadis itu benar-benar akan mengikuti mereka. Dia penasaran. Jika memang begitu, maka gimana kalo tinggal cari tahu saja? Itu adalah hal yang sederhana, tapi karena beberapa alasan dia tak bisa.
“...Ini dia.”
Haruhiro meringis di depan Makam Manato
“Benar juga, Manato...”
Ketika dia keluar dari Menara Terlarang, pintunya tertutup dari bawah ke atas. Ada sesuatu di dalam sana yang tampak seperti tuas. Tuas itu, adalah alat yang bisa dioperasikan untuk membuka dan menutup pintu Menara Terlarang.

Bulannya.
Dia keluar dari menara dan melihat ke arah bulan berada.
Anehnya bulan itu berwarna merah.
Itulah yang dia rasakan saat itu.
Aku masih tak begitu memikirkan masalah amnesia ketika bangun bersama rekan-rekanku di ruang bawah tanah Menara Terlarang untuk pertama kalinya. Namun, aku juga merasa harus melakukan sesuatu tentang itu. Jika kau dapat mengingat sesuatu untuk dimulai, bahkan sesuatu yang sepele, akan dapat membuatmu mengingat yang lainnya lebih mudah.
Karena, gak mungkin kalo kita tak punya orang tua atau keluarga, maupun teman-teman.
Jika kau bertemu seseorang yang pernah kenal denganmu sebelum hilang ingatan, mungkin akan langsung membawa perasaan nostalgia dan kenangan padamu. Tidak harus manusia. Bisa saja itu adalah alat yang dulu kau sukai.
Aku yakin akan hal ini.
Itu tidak ada disini.
“Party, kah”
Tempat dimana Haruhiro berada bersama party nya yang mana suara mereka tak bisa menjangkau rekan-rekannya yang telah tak ada.
Ini bukan dunia asalku, ini grimgar.
Mungkin bulan tidak merah di sana. Aku ingin tahu apa warnanya. Aku tak tahu. Tapi yang pasti warnanya bukan merah. Karena, bulan berwarna merah itu sangat lah aneh.
Haruhiro juga pergi ke dunia lain seperti Grimgar. Dia bisa masuk ke dunia senja bernama Dusk Realm melalui Wonder Hole. Dari sana, dia pergi ke dunia malam, Darunggar melalui kediaman sarang Gremlin. Mereka melewati jalur gunung berapi dan kembali ke Grimgar. Mereka bertemu Setora di Lembah Ribuan yang berkabut, dan juga berpisah dengan Ranta. Kemudian Parano. Karena melangkah masuk ke dalam Kamp Leslie, mereka menghabiskan waktu yang lama di dunia aneh itu.
Grimgar.
Dusk Realm.
Darunggar.
Parano.
Selain itu, ada semacam kekuatan dari masing-masing dunia itu, dan tak bisa bekerja jika tidak berada di dunia yang punya kekuatan tersebut. Ada banyak dunia. Jika punya niat, maka bisa saja ditemukan dunia lainnya lagi.
Haruhiro datang ke Grimgar dari salah satu dunia itu.
“...Aku harus memecahkan masalah ini. Tapi aku bingung, Manato...”
Ketika dia menutup matanya, dia bisa melihat wajah Manato.
Ingatanku terasa campur aduk dan indraku terhadap waktu yang berlalu mungkin sudah kacau. Sudah lama sejak Manato meninggal, dan sudah lama sekali sejak aku membiarkannya mati.
Aku membiarkannya mati.
Begitu pula dengan Merry. Itu tampak seperti Haruhiro membiarkannya mati. Dia pemimpin Party, dan semua tanggung jawab ada pada Haruhiro.
Ranta berada di Lembah Ribuan, sepenuhnya terlepas dari Party. Party Haruhiro sedang menuju ke timur melalui bagian barat daya Pegunungan Kuaron untuk menghindari serangan Wyvern. Mereka diserang oleh kawanan Guorella di pegunungan dan menemukan sebuah desa saat mereka melarikan diri. Penduduk desa itu bukan lah manusia, tapi campuran orc, manusia, dan elf, disebut Gumow.
Tidak, ada satu manusia.
Jessie. Dia berambut pirang, bermata biru, dan merujuk dirinya sendiri sebagai mantan Hunter.
Benar. Hunter. Jessie memberi tahu mereka tentang itu saat mengetahui bahwa Yume adalah Hunter.
Itsukushima. Ayah Yume. Sekarang sedang ditahan di penjara bawah tanah Menara Tenboro. Jessie juga mengatakan bahwa dia tahu nama pria itu. Haruhiro tidak yakin apakah Jessie merupakan teman dekat Itsukushima.
Jessie adalah Hunter.
Tapi dia mampu menggunakan sihir.
Sebenarnya itu tidak aneh jika ada Mage yang dulunya pernah menjadi Hunter.
Jessie Land.
Di tempat itu, Merry kehilangan nyawanya. Dia sepenuhnya mati. Namun, Jessie mengatakan 'ada jalan, tapi hanya satu'.
“Dia akan hidup kembali, seperti aku yang juga pernah mati sekali, namun ada harga yang harus di bayar, dia akan kembali hidup lagi menggantikan diriku. Ini bukan lah yang wajar, dan kalian tahu itu, kan? Tapi ini bukan keajaiban. Sudah menjadi hal yang umum kalau manusia yang mati tak bisa hidup kembali, dan itu memang benar”
Haruhiro berlutut di tanah yang bersimbah darah. Jika dia tidak menekan telapak tangannya ke pahanya sebagai penopang, dia akan jatuh.
Jessie adalah orang yang penuh misteri dan bukan lah tipe orang yang bisa dipercaya. Namun, dia tak tampak sedang mencoba menipu Haruhiro dan yang lainnya.
Manato dan Magzo mengajari Haruhiro kalau kematian adalah kesimpulan dalam kehidupan.
Namun, Jessie menegaskan kembali bahwa bahwa ini adalah keadaan yang khusus. Ini bukan keajaiban. Seperti trik sulap, betapa pun misterius dan tidak masuk akalnya itu, selalu ada triknya. Tapi Jessie mengatakan kalau dia tak bisa mengungkapkan trik apa pun pada mereka. Menggantikan Jessie, Merry hidup kembali. Jessie pun tak menjelaskan apa pun lagi.
Keputusannya ada pada Party Haruhiro.
Tidak, itu ada pada Haruhiro.
Haruhiro membulatkan keputusannya, tanpa berdiskusi dengan yang lainnya.
Itu tidak bagus, tapi dia tak tahan lagi. Sama seperti Manato & Mogzo, dia juga ingat waktu yang telah dia habiskan bersama Merry. Dia tidak suka itu. Dia tidak bercanda. Tentu saja, dia ingin bisa bertemu mereka lagi. Jika ada caranya, Haruhiro akan membuat pilihan yang sama pada Manato & Mogzo. Jika dia tidak harus menerima kematian orang yang dicintainya, rasa kehilangan yang luar biasa, rasa sakit yang tak masuk akal, maka itu akan lebih baik.
Tak peduli seberapa mengerikannya itu, akan lebih baik untuk melakukan itu daripada mengubur Merry yang sudah mati. Satu pelajaran saja sudah cukup sejak Manato mati. Namun, aku masih tak bisa menghindarinya selama itu. Aku tak ingin melaluinya lagi. Aku tak mau mengalaminya lagi.
Tapi apa-apaan itu? Kekuatan semacam apa yang Jessie punya?
Merry mengalami luka yang agak dalam di antara bahu dan lehernya. Jessie menyayat tangan kirinya dan menempelkan itu pada bekas luka Merry. Dia tetap dalam posisi itu selama beberapa waktu. Akhirnya, Jessie tidak hanya mirip seperti kulit dan tulang, tapi hampir mirip seperti kain kulit. Seolah-olah batin Jessie telah disalurkan pada Merry.
Ketika Merry mulai bergerak sedikit, dia mengeluarkan semacam cairan dari mulut, hidung, dan telinganya yang berbau amis, tapi tak seperti darah.
Jumlah cairan yang terus keluar tidak berubah selama beberapa saat.
Apa yang telah mengisi bagian dalam Jessie telah pindah ke Merry. Namun, sama sekali tak ada bekas pada luka Merry, tak peduli bagaimana kau melihatnya, itu aneh.
Dengan kata lain, apa yang seharusnya tidak mungkin terjadi, beneran kejadian, dan Merry pun kembali hidup dengan selamat.
Haruhiro bertanya-tanya apakah cocok untuk menafsirkannya seperti itu. Atau kah dia tak punya pilihan lain selain menafsirkannya seperti itu? Atau kah dia berhenti berpikir karna itu tak mungkin tak peduli bagaimana kau menafsirkannya? Dia mungkin sudah berhenti berpikir.
“...Sejak itu, apa ya?”
Haruhiro mengangkat kepalanya. Dia tak pernah merasakan beban kepala seberat ini sebelumnya. Ketika dia mengarahkan kepalanya ke kanan, dia menemukan teman-temannya.
Ranta menggeser topengnya ke samping dan menatap Haruhiro dengan ekspresi muram. Kuzaku terlihat khawatir, atau mungkin bingung. Yume menepuk-nepuk punggung Merry yang sedang tenggelam dalam pikirannya.
Setora bersedekap dan mengangkat dagunya ke atas, diam-diam menatap Haruhiro.
“Orang yang mati tak bisa hidup kembali.”
Hari itu, Setora mengatakan itu padaku. Jika memang berhasil hidup kembali, dia akan menjadi sosok yang berbeda dari yang kukenal.
Merry.
Ah, itu benar.
Aku hanya ingin Merry hidup kembali, jadi aku berharap pada Jessie.
“Jika wanita itu hidup, maka mungkin saja dia akan berbeda dari orang yang kau kenal.”
Perkataan Setora cukup meyakinkan. Karena dia adalah seorang necromancer dari desa tersembunyi. Katanya, para necromancer, telah bereksperimen membuat manusia buatan dalam upaya untuk menghidupkan kembali orang mati. Mereka mencoba untuk mengatasi kematian, tapi tak berhasil. Menggunakan mayat sebagai bahan, mereka menciptakan pelayan yang menakutkan dan setia. Hanya itu lah hal terbaik yang bisa mereka lakukan
“Selama itu bukan mahluk yang tak bisa dikenali.”
Ah.
Merry adalah Merry, bahkan setelah dia hidup kembali. Dia bukan lah monster atau mahluk yang tak bisa dikenali.
Tentu saja itu tak sepenuhnya benar.
“...Kau tahu, kan...?”
Tapi itu lah keanehannya.
Tak diragukan lagi kalau Merry adalah Merry. Tapi ada sesuatu yang lain.
Sekelompok burung pemakan bangkai, sekawanan hewan mirip serigala-beruang, bergegas masuk ke Jessie Land. Mereka berhasil mengatasinya. Masalahnya adalah apa yang terjadi setelah itu.
Suatu bukit datang ke arah mereka dibarengi suara gemuruh yang tidak biasa. Tentu saja kalau itu sama sekali bukan lah bukit. Itu adalah kumpulan mahluk yang tampak seperti ulat hitam raksasa.
Apakah itu semacam fenomena alam? Ataukah memang ada mahluk seperti itu? Intinya, Haruhiro belum pernah melihat sesuatu seperti itu.
Tapi, Merry tahu itu.
Kupikir Merry menyebut mahluk itu “Sekaishu”. Dan juga Sihir. Benar. Dia memakai sihir api yang disebut Firewall. Tapi Merry bilang Sekaishu tak bisa dikalahkan hanya dengan itu. Seingatku Setora bertanya pada Merry seperti ini, “Apa itu Sekaishu?”, “Aku gak tahu” jawabnya, padahal dia lah yang mengatakan itu tadi. Harusnya tak mungkin Merry bisa menggunakan Sihir Firewall. Sihir api yang menyerupai dinding. Kebetulan, itu adalah sihir yang sama seperti yang digunakan Jessie, si mantan Hunter. Kebetulan?
Apakah itu benar-benar kebetulan semata?
Mereka meninggalkan Jessie Land dan bertujuan pergi ke Vele. Dalam perjalanan. Haruhiro punya kesempatan untuk berbicara dengan Merry.
“Aku gila, kan? Aku membuat semua orang mengkhawatirkanku. Aku mengerti kenapa, tapi...”
Merry tahu kalau ada yang salah dengan dirinya. Dia yakin kalau dirinya telah berubah sejak dia dibangkitkan. Dia berharap agar Haruhiro memberitahunya tentang itu. Dia juga berharap agar bisa mengendalikan dirinya sendiri.
“Aku disini. Tapi aku juga ragu. Terkadang, aku tidak mengerti. Terasa seperti ada angin kuat yang menerpaku dan aku merasa seperti akan tertiup. Dimana aku? Bisakah seseorang beritahu aku? Aku..”
Setelah kembali ke Grimgar dari Parano, Haruhiro dan teman-temannya diberi obat penghilang ingatan atau sesuatu seperti itu di Menara Terlarang. Sampai beberapa waktu yang lalu, dia masih tak punya ingatan itu semua.
Karena alasan tertentu, hanya Merry yang berbeda. Dia tak terlalu yakin akan kejadian yang terjadi di Parano. Dan juga, sifat dia di sana berbeda dari yang biasanya. Mengapa Merry berbeda?
Haruhiro mulai bangkit dengan tangan ditanah.
Cuacanya sedang hujan air campur es, itu sangat dingin sampai-sampai membuat Haruhiro menggigil.
Sebaiknya kita pindah. Aku tak tahu kemana. Saat ini, kita hanya harus pindah ke tempat yang bisa melindungi kita dari hujan dan terpaan angin.
“Merry!”
Bahkan ketika Haruhiro memanggilnya, dia tak mengangkat wajahnya. Dia menempelkan tubuhnya pada Yume, seperti orang yang sangat ketakutan. Haruhiro bertanya-tanya apa yang dia takuti. Apa yang membuatnya merasa terancam? Apakah dia mencoba membuat Yume melindunginya? Mungkin dia berpikir bahwa Yume akan melindunginya. Mungkin.
Haruhiro tak yakin apakah Merry benar-benar akan berpikir seperti itu. Jika itu adalah Merry yang Haruhiro kenal. Kenapa dia tak menjawab? Haruhiro memanggil namanya, Merry. Harusnya dia bisa menjawab Haruhiro. Ataukah ada alasan lain dia tak bisa menjawab?
“Kau adalah Jessie, kan?”
Ketika Haruhiro mengajukan pertanyaan itu, dia berteriak kecil sejenak. Dia tetap tertunduk. Dia
masih tidak melihat ke atas.
Bahunya naik dan turun serta mengeluarkan nafas beruap putih. Lagi, lagi, dan lagi.
“...Merry-chan?”
Yume mengintip wajahnya. Tapi dia tetap tak menjawab.
Nafasnya semakin cepat dan dangkal dari menit ke menit. Yume mencoba menggosok-gosok punggungnya. Tapi Merry menepis tangannya. Tidak hanya itu, dia juga mendorong Yume menjauh darinya.
“Oi!”
Dengan cepat Ranta melangkah di antara Merry dan Yume.
“Tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, tidaaaaak....!”
Dia menggeleng-gelengkan kepalanya, jadi rambutnya juga ikut gerak ke sana-sini.
“AAAAAH!”
Suara yang dia dengar hampir seperti isakan sedih. Tidak, itu adalah isakan sedih itu sendiri.
“AAAAAH....! AKU MINTA MAAF....!”
Dia tampak seperti kekurangan nafas. Dia sedang menderita.
“AKU...!”
Bukankah Haruhiro yang membuatnya menderita? Dia adalah Merry. Karena tubuhnya milik Merry. Jadi dia adalah Merry. Namun, Haruhiro memanggil Merry siapa?
Dia memanggilnya Jessie.
Apakah dia baru saja mengatakan bahwa Merry adalah si pria misterius itu? Tak mungkin.
“Maaf, Merry...”
--Hari itu ketika mereka berbicara bersama. Malam ketika Merry mengungkapkan kegelisahannya. Haruhiro memeluknya. Merry tidak menolak. Apa yang Merry katakan saat itu?
“Aku selalu berharap kamu melakukan ini.”
Aku punya Party yang baik, ingat Merry pada Haruhiro.
Merry lah yang mengatakan itu. Merry yang sedang menggeliat kesakitan saat ini, tentu saja adalah Merry. Dia tak berusaha ‘tuk membuat Yume melindunginya. Dia menyadari kondisinya sendiri, tapi dia tak bisa menahan beban itu, jadi dia coba meredakan kegelisahannya pada Yume. Dengan kata lain, kejadian ini sama seperti malam itu. Merry mempercayai Haruhiro dan Yume sebagai temannya. Itu lah sebabnya dia mengandalkan Haruhiro saat itu. Namun, apa yang barusan dia lakukan?
Haruhiro hendak berlari ke arah Merry. Saat itu lah terjadi sesuatu.
Merry tiba-tiba mengangkat wajahnya ke langit, terlalu cepat sampai-sampai membuat matanya berputar ke belakang. Merry membuka mulutnya dibarengi suara ‘huff’ lalu diam saat itu juga. Kelihatannya dia seperti itu karena sesuatu dalam dirinya, bukan karena kehendaknya sendiri. Tapi tak ada orang yang meraih kepalanya dan menariknya ke belakang. Tidak ada.
“...Merry?”
“Bukan.”
Itu suara Merry.
Tapi berbeda.
“Dia tak ada disini.”
Merry mengangkat dagunya dan menggerakan bola matanya ‘tuk menatap Haruhiro dengan rendah.
“Lebih tepatnya, dia tidak lagi dalam keadaan mengenali dirinya sendiri. Jadi, dia tak bisa keluar.”
Jessie? Apakah dia Jessie?
Haruhiro mulai berpikir lagi. Dia berpikir bahwa meskipun dia terlihat seperti Merry, aslinya dia bukan Merry, tapi Jessie. Merry membantahnya. Tapi itu tak benar.
Yang satu ini bukan lah Merry.
Sepertinya dia tak lagi menyembunyikan fakta bahwa yang mereka lihat saat ini bukan lah Merry. Dari cara dia berbicara, berdiri, hingga gerakan tangannya, segala sesuatu tentang dirinya saat ini berbeda dari Merry. Siapa pun yang tahu bahkan sedikit tentang Merry pasti tahu perbedaannya. Itu lah seberapa jauh perbedaannya dari yang asli.
“Ini bukan hal yang baru...”
Dia berbicara lagi.
“Jangan salah kan wanita itu. Ini bukan salahnya.”
Merry, dia pasti merujuk pada Merry.
“Bicaralah dengan penjelasan yang mudah dipahami.”
Ranta membiarkan Yume mundur, dia juga ikut mundur setengah langkah.
“Apa yang akan kau lakukan lagi, brengsek?”
Wanita itu melirik Ranta. Wajahnya dimiringkan dan mengangguk ringan, suatu cara yang unik saat memandangnya. Jelas-jelas itu bukan lah hal yang akan dilakukan Merry.
“Artinya, wanita itu tidak bertanggung jawab atas semua ini. Bukan dia yang telah mengganggu takdir kematiannya. Aku juga tidak memilih dia.”
“Takdir... kematian. Apa?”
Ranta mengerucutkan bibirnya.
“...Maksudmu dia pernah mati? Merry... pernah mati, tapi dia dibangkitkan. Kau bukan Merry, kan? Ada sesuatu yang lain di dalam Merry... dan kau lah salah satunya... benar, kan?”
“Kalian harus menjaganya.”
Sosok yang bukan Merry sedang membicarakan tentang Merry menggunakan wajah dan suara Merry.
“Kalian tak boleh menindasnya, menyakitinya, atau pun mengisolasinya. Ini bukan salahnya. Untuk saat ini, dia masih memiliki ingatan, keinginan, dan identitas. Tapi jangan harap semua itu akan bertahan tanpa syarat. Dari apa yang kuamati sejauh ini, ego orang seperti kalian tak terlalu kuat, meskipun tentu saja berbeda secara individual, tapi tak terlalu jauh. Lebih seperti, sangat rapuh dan mudah rusak.”
“Dasar brengsek!” teriak Ranta dengan marah. “Kau itu sedang mengoceh omong kosong di sini, emangnya kau ini siapa, hah!? Gimana kalau kau beritahu kami dulu siapa kau ini sebelum mengoceh omong kosong!?”
“Aku tak punya nama.”
“Jangan bermain bodoh!”
“Tidak.”
Sosok yang bukan Merry itu menggelengkan kepalanya perlahan.
“Aku tak punya nama. Hanya julukan.”
“Kalo gitu ya beritahukan itu padaku!”
“Terlepas dari ikatan takdir kematian, aku adalah---”
Tiba-tiba, sosok yang bukan Merry bergetar sedikit seolah kesetrum. Dia memegang kepalanya dan menunduk sambil menutup matanya.
“...Dia ingin keluar. Aku tak berpikir dia siap untuk menerima---”
Menjelang akhir perkataanya, sosok yang bukan Merry mulai berubah. Haruhiro bisa melihatnya dengan jelas.
“Apa...?”
Merry tersentak, dia membuka matanya dan memasang tatapan hampa.
“Merry...?”
Saat Haruhiro memanggilnya, dia menatap ke arah Haruhiro tapi langsung mengalihkan pandangannya. Dia membungkuk ke depan, meletakan tangannya satu sama lain di lehernya, dan mengambil nafas dalam-dalam.
“Merry-chan...”
Yume coba mendekat ke arahnya, tapi Merry berteriak.
“Jangan mendekat!”
Itu Merry. Haruhiro yakin akan hal itu.
“Kumohon, jangan mendekat. Kumohon...”
Sekarang, dia adalah Merry.
Ada sesuatu yang tak dikenal didalam Merry setelah dia hidup kembali. Ketika berganti tempat, di dalam tubuh Merry, ada Merry. Dan sosok yang menolak mereka sekarang bukan lah sosok yang bukan Merry, tapi Merry itu sendiri.
Komentar
Posting Komentar