Bab 5: Bagaimana Dengan Kegembiraan Seperti Ini?

Tidak ada yang bisa dia lakukan. Saatnya untuk berganti persneling. Hanya itu lah yang bisa dia lakukan. Berganti persneling sangat lah penting dan yah, salah satu kelebihan Haruhiro. Lagian juga dia bukan lah tipe orang yang bertindak bersemangat seperti “Aw yeah, ayo lakukan ini!” Sesekali Mimorin bergerak sedikit dengannya, jadi sangat lah sulit untuk tidak membiarkan pikirannya teralihkan karena dia, tapi kelihatannya mereka akhirnya sampai di Ruang Makan, jadi dia ingin cepat-cepat berganti persneling. Saatnya ganti persneling, ucapnya pada diri dia sendiri.

 

“Kalian memanggil ini Ruang Makan?” Ranta mendengus.

 

Ruang Makan. Memang benar bahwa tempat ini tidak sepenuhnya mirip seperti namanya.

 

Lebar Ruangan ini mungkin kisaran 10 meteran, dan panjangnya berlanjut lurus pada jarak yang jauh, tapi cahayanya tidak bisa mencapai ke sana, jadi masih tidak jelas seberapa panjangnya ruangan ini. Langit-langitnya juga sangat tinggi.

 

Yang begitu menarik perhatian di ruangin ini ialah plattform batunya, dengan lebar kisaran 7 atau 8 meter di setiap sisi, yang mendominasi di tengah serta plattform kecil lainnya yang mengelilingi yang besar. Kelihatannya yang besar adalah mejanya sedangkan yang kecil adalah kursinya.

 

Tidak salah lagi kalau objek-objek itu memang kursi, tidak ada kata lain yang tepat untuk menggambarkannya.

 

Karena di atasnya ada pion ditempatkan.

 

Setiap salah satunya, tanpa pengecualian.

 

Pion-pion ini tampak sedang duduk di kursi-kursi batu yang mengelilingi meja batu besar seperti sedang rapat sambil makan bersama.

 

Begitu lah kelihatannya, dan karena itu lah ruangan ini disebut Ruang Makan.

 

Cukup masuk akal. Nama yang cocok.

 

“Pion-pion itu terlihat tidak bergerak.” Ucap Haruhiro. Kemudian dia bertanya pada Kimura, “Atau kah mereka menyerang jika kita mendekat?”

 

“Bu-foh!” Kimura menekan kacamata tengahnya, membuat lensanya berkilap. Apakah dia dengan sengaja menempatkan kacamatanya pada sudut yang pas agar bisa seperti itu? Jika memang begitu, maka sungguh kemampuan yang luar biasa, dan juga luar biasa tidak berguna, buat apa dia memiliki kemampuan tak berguna seperti itu?

 

“Aku juga penasaran,” renung Kimura. “Aku telah melihat mereka seperti ini sangat banyak, tapi tidak pernah dengan pion yang sebanyak ini. Ada beberapa kasus dimana ruangan ini terlihat kosong, jadi kami pun berpikir bisa melewatinya tanpa khawatir, tapi tiba-tiba saja musuh yang tersembunyi menyerang. Keadaan pun berubah jadi pertempuran yang kacau, dan kami jadi berada dalam masalah.”

 

“Hah...! Dasar gak guna!” hinaan Ranta malah membuat Kimura tertawa terbahak-bahak.

 

“Gweag-hah...! Vwah-guffaw-heh-fah-foh...! Gehen-gehen! Bu-hen! Ngheh-hah?! Ogwa-foh?!”

 

Sekarang dia malah terbatuk-batuk. Dia tertawa terlalu keras. Dan aneh juga. Dia pantas menerimanya.

 

“Kimu-chin, kamu baik-baik aja...?”

 

Ketika Yume mengusap-ngusap punggung Kimura, Ranta langsung berteriak.

 

“Heyyy! Yume! Jangan kau peduli ke orang kek gitu!”

 

“Aw, gak boleh gitu dong.”

 

“Nu-buh...” Kimura menyeringai. Dan juga tentu saja, lensa kacamatanya berkilapan. “Apa kau cembusung? Kau cembusung, kan?”

 

“T-Tidak! Selain itu, emangnya ‘Cembusung’ itu apa...?”

 

“Asalnya dari kecemburuan. Dengan kata lain, aku bertanya apakah kau cemburu?”

 

“Kupikir kau tidak perlu menciptakan kata baru seperti itu.” Haruhiro mencoba bertsukomi pada hal yang mungkin seharusnya tidak dia lakukan, kemudian dia pun merasa kalah.

 

“Jadi? Jadi?” Kikkawa mengabaikan usaha tak berguna Haruhiro untuk memajukan percakapan tadi, yang mana membuatnya sedikit bersyukur, namun juga merasa terhina. “Apa yang akan kita lakukan? Apa yang akan kita lakukan? Langsung terobos? Kita akan langsung terobos? Apakah itu yang akan kita lakukan? Jadi? Apa yang akan kita lakukan?”

 

“Kikkawa, hal yang pasti tidak akan kita lakukan ia lah membiarkanmu mengoceh terus tanpa henti, seperti wanita!”

 

“Oh, ayolah Ranta. Kok kamu kejam? Bukankah kita ini kawan? Kita kawan, kan?”

 

“Tidak. Kita hanya terdaftar pada saat yang sama. Hanya itu lah hubungan kita.”

 

“Hey, jika kita terdaftar pada saat yang sama, maka artinya itu membuat kita jadi kawan. Seperti bulu burung dan apa lah, ya kan?”

 

“Aku tidak bisa percaya pada pria yang seenaknya manggil orang-orang di sekitarnya sebagai temannya.”

 

“Huh? Kenapa enggak? Bukankah semua manusia emang harus berteman? Ya gak juga sih, aku pun gak mikir sejauh itu.”

 

“Kau tidak!?”

 

Haruhiro menghela nafas. Dengan melakukan itu, dia mencoba melepas semua rasa frustasi dari tubuhnya.

 

Ughhhhhhh.

 

Orang-orang ini.

 

Apa mereka bisa diam?

 

Ranta sudah cukup bermasalah, tapi sekarang ditambah Tokkis, apalagi Kikkawa, kemudian Kimura, hal-hal pun menjadi lebih kacau.

 

“Haruhiro,” Mimorin memanggil namanya.

 

Dia melihat ke arahnya yang sedang memasang pose aneh untuk menyemangatinya.

 

“Hiduplah.”

 

“Uh... oke?”

 

“Peka lah dikit! You idiot! Dasar Nincompoop!” Anna-san menghinanya, tapi Haruhiro tidak merasakan apa-apa. Mungkinkah hinaan verbal sudah terasa normal baginya sekarang? Tidak apa-apa kah? Dia merasa tidak boleh terbiasa dengan itu.

 

“Heh...”

 

Entah sejak kapan, si pria mencurigakan dengan penutup mata dan ponytail merayap ke belakang Setora.

 

“Kau—”

 

Hanya itu lah yang Inui bisa katakan sebelum ujung tongkat Setora berada pada lehernya. Kerja bagus. Ternyata Setora telah sadar akan kehadirannya..

 

“Apa?”

 

“Heh... kau...”

 

Apa-apaan dengan cara Inui berdeham itu? Tawaan? Yang pasti, itu terdengar menakutkan/

 

“Apa kau punya pacar?”

 

“Apa?”

 

“Aku bertanya padamu apakah kau punya pacar...”

 

“Apa kepalamu baik-baik saja?”

 

“Aku waras. Kepalaku bekerja sangat baik...”

 

“Namun aku sulit mempercayainya.”

 

“Jadi... apakah kau punya pacar?”

 

Tunggu dulu, mungkinkah? Inui coba menembaknya?

 

Kenapa? Kenapa harus dia lakukan itu di sini? Pada situasi ini? Mereka sedang berada di tengah-tengah semacam operasi penting di sini, lho. Tidak, bukan hanya semacam. Mereka memang berada di operasi yang sangat penting di sini untuk membersihkan Makam.

 

“Tunggu dulu, Inui! Bung!” Ranta mengomelinya. “Sebelumnya kau sangat mengejar Shihoru, dan dia menolakmu! Sekarang ke Setora?! Apa kau waras!?”

 

“Wanita itu, ya? Heh...!” mata kanan Inui yang tidak tertutupi mata terbuka lebar. Sama sekali tidak terasa bagus. “Namun! Wanita itu tidak ada disini! Jadi! Hatiku tertarik pada Wanita yang bisa kulihat! Sekarang dan disini!”

 

“Kau terlalu brengsek...” Kuzaku terlihat kesal, atau mungkin shock. Pertanyaan tentang apa yang terjadi pada Shihoru sekarang adalah beban yang berat bagi Party untuk sementara waktu ini, jadi mudah dimengerti seperti apa perasaan Kuzaku. Di sisi lain, Inui adalah sebuah misteri.

 

“Aku mengerti.” Masih dengan ekspresi datar, Setora tanpa ragu coba menusukkan tombaknya ke mata Inui.

 

“Ngh...!?” Inui melompat ke belakang dengan reflek. Dia tidak lolos sepenuhnya dari serangan Setora. Tombak Setora mengiris dalam pipi kanan sampai ke telinga kanannya.

 

Setora menyiapkan tombaknya. Meskipun ekspresinya kosong, dia siap bertarung. Kencan yang akan kau miliki dengannya hanya lah kencan dengan ujung tajam tongkatnya itu.

Tags: Anime, Shiranori, Hai to Gensou no Grimgar, Shuro Setora, Official Art, Character Request, Novel Illustration, Grimgar Of Fantasy And Ash

 

"Aku tidak tertarik."

 

"... Heh." Inui merentangkan tangannya lebar-lebar, seperti burung pemangsa yang berniat untuk mengintimidasi lawan, atau mungkin seseorang yang sedang menyambut tamu. "Aku tidak akan menyerah!"

 

Setora terdiam tidak percaya. "Apa kau tidak mengerti kata-kataku?"

 

“Aku hanya! Memiliki standar yang tinggi! Itu saja!"

 

"Aha ha ha!" Tokimune tertawa riang dan menutup salah satu matanya. “Jangan lepas penutup matamu, Inui. Masih belum waktunya...”

 

“Heh…!” Inui menyentuh penutup matanya. Apakah diberitahu untuk tidak boleh melakukannya malahan membuatnya ingin melakukan itu? Mungkin saja Tokimune berniat membujuknya.

 

Aku tidak peduli apa lah itu, aku hanya ingin dia berhenti di sini.

 

Memangnya apa yang ada di balik penutup mata Inui? Haruhiro tidak tahu. Dia juga tidak ingin tahu. Tapi dia merasa tidak ada hal baik yang akan terjadi jika dia melepasnya.

 

"Cukup sudah." ucap Tada yang Haruhiro setujui sekali ini.

 

Ya. Aku sudah cukup dengan situasi omong kosong ini. Aku memang tidak pernah menginginkan ini sejak awal.

 

Dan juga, apa yang sedang kau lakukan di sana, Tada-san?

 

"Hah?"

 

Sejak kapan kau berada di atas meja?

 

"Aku muak dengan ini." Bersamaan dengan kalimat itu, Tada dengan santai berjalan di sepanjang meja sambil membawa palu perang yang bersandar di bahunya.

                                                                                                    

“Whoa... Tunggu dulu... Huh? Tunggu—” Haruhiro coba menghentikan Tada. Dia merasa perlu melakukan itu, dan dia juga ingin, tapi bagaimana caranya? Pria itu tidak mendengarkan. Paksa dia berhenti? Kejar dia? Kejar dan hentikan dia? Hal itu akan mengharuskan Haruhiro untuk berdiri di atas meja juga. Apakah itu merupakan ide yang bagus?

 

Tidak peduli apakah itu ide yang bagus atau buruk. Mungkin sekarang sudah terlambat.

 

Pion-pion yang duduk di bangku batu mulai bergerak satu demi satu. Kelihatannya mereka mencoba berdiri.

 

“Hah…!” Tada menyeringai, lalu menghancur-leburkan pion yang bangkit dengan palu perangnya.

 

Kebash!

 

Duarr!

 

Kebash!

 

Duarr!

 

Kebash!

 

Duarr!

 

Kebash!

 

Duarr!

 

Sangat lah lucu ketika melihat bagaimana pion-pion itu dihancurkan.

 

Lucu? Apa dia bilang lucu? Dia juga tidak tahu. Apa tidak apa-apa menjadi terhibur karena itu?

 

“Ritme dan ketukan manis yang bagus!” ucap tak masuk akal Tokimune sambil melompat ke atas meja. “Semuanya, ikuti Tada! Ayo kita mainkan musik terbaik yang pernah ada!”

 

Dia menghantam salah satu pion yang mencoba naik ke atas meja dengan perisainya kemudian memutar pedangnya untuk menebas yang lain.

 

“Musik apanya coba…?” gumam Haruhiro sambil naik ke atas meja. Ranta dan Kuzaku sudah mengikuti Tokkis, jadi dia tidak punya pilihan selain mengikuti arus.

 

“Yume! Tetap di samping Merry dan Setora!”

 

"Siap!"

 

"Baiklah!"

 

"Mengerti."

 

Dia tidak perlu khawatir tentang mereka bertiga. Mereka mungkin akan baik-baik saja.

 

Tada mendorong ke depan sambil terus menghantam para pion dengan palu perangnya. Tokimune, Kikkawa, Inui, Ranta, dan Kuzaku mengejarnya seolah-olah sedang berlomba. Tidak, mereka memang terang-terangan sedang berlomba satu sama lain.

 

Yume, Merry, Setora bergabung dengan Mimorin dan Anna-san. Kimura, si brengsek namun pintar, diam-diam bergabung dengan kelompok itu juga. Dia tidak mengayunkan tongkatnya, dia hanya membuat kacamatanya berkelap-kelip. Apa yang ingin dia lakukan? Karena dia Kimura, Haruhiro curiga, tapi pria aneh itu mungkin berniat untuk mengobservasi pertempuran mereka dan menduga apa yang akan terjadi dalam pertempuran tersebut. Jika memang begitu, Haruhiro berharap dia tidak melakukan hal-hal yang menyusahkan.

 

Meskipun Haruhiro menghunuskan belatinya, dia tidak ikut bertarung. Ada banyak pion di sini tapi mereka tidak terorganisir. Masing-masing dari mereka baru saja bangkit dari bangku batu dan mencoba menyerang kelompok mereka tanpa koordinasi, jadi mereka tidak terlalu mengancam. Tada dan yang lainnya yang berada di lini depan melambat dengan sengaja agar yang lain bisa menyusul, jadi Haruhiro dengan hati-hati memilih posisi yang memungkinkannya untuk mengamati situasi.

 

Pion-pion ini menekan dari depan dan juga dari samping, meskipun mereka tidak memperlambat Tada dan yang lainnya, kelompok itu membuat kemajuan yang lebih sedikit dari sebelumnya. Tapi itu pun tidak akan bertahan lama. Pada akhirnya Tada dan yang lain pasti akan menerobos segerombolan ini. Itu pun jika musuh mereka hanya lah para pion ini.

 

“Tada-san, di atasmu…!” Haruhiro memeringatinya, dan ketika Tada selesai menghantam salah satu pion dengan palu perangnya, dia pun melompat mundur.

 

Ada sesuatu yang berjatuhan seperti hujan. Peluru seukuran kepalan tangan. Haruhiro tidak bisa melihat musuhnya, tapi mereka pasti berada di langit-langit. Haunt, kah? Mereka menembak langsung ke Tada dan yang lainnya. Para pion yang sedang mendorong di depan juga terkana serangannya, tetapi mahluk Haunt ini memang tidak peduli tentang sekutu mereka yang kena dalam lintasan baku tembak.

 

"Semuanya! Turun dari meja!" Perintah Tokimune, lalu melompat ke salah bangku batu di sebelah kiri.

 

“Wa-hoo!” Kikkawa mengikuti Tokimune.

 

“Heh!” Begitupun Inui.

 

“Apa-apaan itu?!”

 

“Whoa!”

 

Ranta dan Kuzaku melompat ke sisi kanan meja.

 

Yume, Setora, dan Merry pergi ke kanan. Mimorin, Anna-san, dan Kimura pergi ke kiri. Haruhiro mengikuti rekan-rekannya.

 

Tada tetap di meja, terus menghantam para pion dan peluru itu dengan palu perangnya, tapi siapa yang tahu seberapa lama dia bisa menahannya?

 

“Tada…!” Bahkan ketika Tokimune memanggil namanya, Tada tidak turun. Sialan, dia keras kepala. Peluru-peluru Haunt masih terbang melaju ke sisi kiri kelompok Tokimune dan kanan kelompok Haruhiro. Pion-pion itu juga masih menyerang mereka dari depan, jadi situasi mereka kurang lebih masih tidak jauh berbeda dari tadi.

 

“Delm, hel, en, balk, zel, arve…!” Mimorin melafalkan sihir Blast. Ada ledakan menderu tepat di atas Tada. Dia pasti menargetkan para Haunt yang mungkin ada di sana.

 

“Whoa?!” Tada berguling menjauh dari meja untuk menghindari puing-puing yang jatuh oleh sihir Mimorin. Kelihatannya sihir Mimorin juga berhasil menjatuhkan sebagian besar Haunt.

 

"Maaf...!" Mimori meminta maaf.

 

“Jangan dipikirkan, yeah!” Anna-san dengan cepat menyemangatinya, tapi Tada tidak bisa membiarkan dia begitu saja.

 

“Jangan gunakan sihir di sini! Kau ingin mengubur kita hidup-hidup, kah?!”

 

"Mew! Yume gak bisa ngeliat mereka, tapi...!” Yume menyiapkan busurnya. Dia melepaskan panah, lalu terus menembak berulang kali.

 

Berhasil, kah? Apa dia berhasil mengenai para Haunt di langit-langit? Peluru seukuran kepalan tangan masih saja terbang melaju, jadi kelihatannya masih belum kena semua. Tapi lebih baik melakukan sesuatu daripada tidak sama sekali, bukan?

 

"Masih ada banyak pion sialan di sini!" Ranta menebas salah satu pion yang melaju dengan katananya, lalu menendang pantat Kuzaku. "Lakukan tugas perisaimu, sialan!"

 

"Emang lagi kulakuin!"

 

Kuzaku memang melakukan pertarungan yang gagah berani. Dia tidak hanya memotong para pion dengan katananya yang besar, dia juga menendangnya, menahannya ke bawah dengan tangan kiri, dan menjegalnya menggunakan bahu.

 

"Ngh...!" Merry menepis salah satu peluru dengan tongkat perangnya.

 

“Hi-yah!” Dengan tusukan tombaknya, Setora menjatuhkan pion yang hendak melompat ke arah sang Priest.

 

Haruhiro juga sedang menghindari peluru-peluru yang berjatuhan sambil mencoba menggorok leher para pion atau menendangnya ke tanah agar Ranta, Merry, atau Setora yang mengurusnya, tapi situasi ini serasa seperti tidak ada akhirnya.

 

"Kimura-san!"

 

"Apa yang kita butuhkan di sini adalah...!" Kimura berteriak dari sisi lain meja. "agar semua orang jangan menyerah dan terus berjuang lebih keras!"

 

“...Hanya itu!?” kata Haruhiro setelah jeda, bahkan tidak mampu mengumpulkan energi untuk melakukan tsukkomi. Mengerahkan kemampuan terbaik mereka. Tentu saja kata-katanya terdengar bagus, tetapi pada dasarnya yang dia coba katakan hanya lah, "Ayo lakukan yang terbaik, oke?" Betapa tidak berguna saran dia. Haruhiro sangat lah bodoh karena mengharapkan sesuatu dari pria itu.

 

“Tokimune!” teriak Tada. "Jika begini jadinya, ayo lakukan itu!"

 

"Oh, ya juga, itu, kah!" Tawa Tokimune terdengar menyegarkan bahkan ketika situasinya seperti ini. "Ha ha! Emang itu yang mana?!"

 

Kalau tidak tahu, ya jangan tertawa.

 

"Yang ini!" Tada melompat kembali ke atas meja, dan memposisikan palu perangnya ke atas. Tidak, dia tidak meletakkan palu perang di atas kepalanya, jadi itu tidak bisa disebut "atas", kan? Tada merentangkan kakinya lebar-lebar, merendahkan pinggulnya, dan memutar tubuhnya bersama kepala palu perangnya di bawah tepat di sisi kaki kanannya. Apakah dia sedang bersiap-siap untuk melakukan ayunan hebat? Begitulah kelihatannya.

 

"Ohhh, aku mengerti sekarang!" Setelah mendapatkan petunjuk, Tokimune menari-nari—tidak seperti kupu-kupu, tapi seperti macan kumbang. Dia melompat ke atas meja, lalu melompat lagi.

 

Hebatnya, dia berhasil mendarat di kepala palu perang Tada.

 

“Whah…?”

 

Kepala palu perangnya tidak begitu besar, jadi sangat lah mengesankan karena bisa mendarat di atasnya dengan tepat. Tapi Haruhiro hanya kagum sesaat.

 

“Ooooraaaahhhhh!” Tada mengayunkan palu perangnya ke atas. Menurutmu apa yang terjadi selanjutnya?

 

Tokimune berada di puncuknya. Jadi secara alami — alami apanya — sudah jelas artinya Tokimune diluncurkan ke udara.

 

“Hahhhhhhhh…?!” teriak Ranta. Seruan itu mungkin terlalu berlebihan, tapi, ya, masih bisa dimengerti, memang ini agak mengejutkan. Haruhiro juga terkejut.

 

"Apa yang mereka lakukan...?"

 

“Hah!”

 

Tokimune tidak hanya diluncurkan ke udara, dia juga melompat. Begitu dia mencapai titik yang cukup tinggi, dia mengayun-ngayunkan pedangnya seperti orang gila. Kumpulan Haunt berjatuhan ke bawah, jadi sepertinya dia telah menjatuhkan beberapa dari mereka. Sesaat kemudian, Tokimune kembali terjatuh, saat mendarat, dia berguling dan melompat kembali untuk meredam benturan saat terjatuh ke tanah.

 

"Kemarilah!"

 

Tada sudah menunggu. Mereka akan melakukannya lagi?

 

Ternyata benar.

 

"Baiklah!"

 

Tokimune melompat ke arah palu perang Tada. Tada meluncurkannya. Tokimune menebas para Haunt yang di langit-langit, dan jatuh bersama dengan mayat-mayat mereka.

 

“Kemarilah, Tokimune!”

 

"Ya!"

 

Tokimune berlari ke arah Tada, yang sudah siap dan menunggu, lalu melompat. Palu perang Tada lagi-lagi meluncurkannya. Dia terus menebas para Haunt yang ada di langit-langit, lalu terjatuh. Tokimune berguling, lalu bangkit kembali.

 

"Mereka gila," kata Haruhiro tak percaya.

 

"Kemarilah!"

 

Tada sudah menunggu. Tokimune hendak melompat, tapi berhenti.

 

"Ada apa?!" teriak Tada marah. Tokimune menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

 

“Maaf, Tada. Hal ini menguras tenagaku lebih dari yang kukira.”

 

"Apa?! Baiklah kalau begitu! Haruhiro!”

 

"Hah?!"

 

"Kemarilah!"

 

"Aku?!"

 

"Ya, kau!"

 

“Kenapa?!”

 

"Cepat lah!"

 

“Apaaaaa…?”

 

Kenapa harus Haruhiro? Ranta lebih terlihat ringan dan mungkin akan menikmati aksi akrobatik semacam itu. Dia juga tampak lebih cocok.

 

“Sialan! Mereka terus berdatangan!”

 

Namun, dia sedang bertarung sekuat tenaga melawan para pion sekarang. Kalau begitu, Ranta keluar dari list. Tapi bagaimana dengan Kikkawa, atau yang lain? Tidak, ini bukan waktunya untuk mengatakan itu. Jika dia punya waktu untuk mengeluh, maka dia harus menggunakannya untuk mengurangi jumlah para Haunt di langit-langit. Jika ada cara yang bisa dia lakukan, maka dia harus mencobanya. Haruhiro dengan enggan naik ke atas meja, dan melompat ke palu perang Tada.

 

Dia harus mendarat tepat di atasnya. Tunggu dulu, apakah dia benar-benar harus melompat? Tidak, kan? Dia merasa seperti bisa saja menaikinya dengan hati-hati. Sebenarnya, malahan itu mungkin akan lebih baik. Tapi sudah terlambat. Dia akan mendarat di kepala palu perang Tada.

 

“Ooooraaaahhhhh!”

 

“Eeep!”

 

Haruhiro diluncurkan ke udara.

 

Dia juga melompat. Dia cukup yakin melakukannya sesuatu timing. Ternyata cukup mudah.

 

Ohh.

 

Jadi begini kah rasanya?

 

Cepat juga, ya?

 

Dia meluncur ke arah langit-langit. Atau lebih ke arah para Haunt yang sedang tergantung di langit-langit. Cahaya di bawah nyaris tidak mencapai ke sana, tapi dia bisa melihat mereka secara samar.

 

Sebuah peluru melesat melewatinya, dan dia dengan malas berpikir, Aku penasaran bakal gimana jadinya jika itu mengenaiku. Dia tidak berpikir untuk menghindarinya. Karena pelurunya meleset. Setipis rambut.

 

"Urkh...!"

 

Haruhiro menempel pada salah satu Haunt, menghunuskan belatinya lalu memotong bagian kepala yang menembakkan peluru, kemudian segera melompat ke haunt lainnya. Ini gila, sebuah kata muncul di sudut pikirannya. Dia tidak punya waktu untuk berpikir. Jika dia ambil pusing pada setiap hal kecil dengan mengatakan, akan kulakukan ini dulu, lalu ini berikutnya, pikirannya tidak akan pernah bisa mengikuti tubuhnya. Apakah ini benar-benar baik-baik saja? Refleksi bisa menunggu. Jika dia tidak ingin mengulangi seluruh proses ini lagi, maka dia harus menjatuhkan Haunt sebanyak mungkin selama peluncuran yang satu ini.

 

“Ahhh!”

 

Dia bisa terus menghitung Haunt yang terjatuh sampai kesembilan. Mungkin dia telah menjatuhkan sekitar dua belas dari mereka. Tapi dia tidak akan bisa menjatuhkan yang ketiga belas. Sayang sekali, ya. Tidak ada tempat yang cukup dekat baginya untuk dijadikan pegangan lompatan.

 

“Uh...”

 

Yang juga artinya dia tidak pilihan selain terjatuh ke bawah.

 

Pendaratannya. Dia harus bersiap untuk mendarat.

 

Dia harus melakukan hal yang Tokimune lakukan tadi. Mendarat dengan kedua kaki, tetapi tidak menyerap benturannya. Berguling dan sebarkan daya kejutnya. Sebarkan.

 

Apakah itu adalah sesuatu yang bisa kulakukan dengan cepat...?

 

Dia harus. Tetapi bahkan jika dia gagal dan terluka parah, ada priest di sini. Lebih meyakinkan jika berpikir seperti itu. Benarkah? Tidak, mungkin tidak benar.

 

“Whoa?!”

 

Yah, dia mencoba yang terbaik, dan entah bagaimana akhirnya berhasil. Terjatuh, lalu berguling dengan sekaligus. Dia tidak tahu bagaimana cara mendeskripsikannya, tapi intinya tubuhnya masih bisa bergerak dengan sangat baik. Kakinya bahkan tidak terasa mati rasa. Haruhiro juga masih bisa berdiri begitu tegak sampai-sampai dia tidak percaya kalau dia baru saja jatuh dari ketinggian setinggi itu.

 

“Bagus lah, cepat ke sini lagi!”

 

Haruhiro melihat Tada siap untuk melakukannya lagi. Haruhiro benar-benar tidak ingin melakukannya. Tidak pernah dia ingin lakukan itu lagi.

 

“Okeh!” Akibatnya, dia menjawab aneh tidak jelas. Apakah dia akan melakukan ini? Apakah dia harus melakukan ini? Masih ada peluru-peluru yang berjatuhan, yang berarti masih ada Haunt, jadi harus ada orang yang menanganinya. Mungkin salah satu dari mereka bisa. Tidak ada yang mengatakan harus dia lah orangnya, tapi itu berbahaya, dan juga ada triknya. Haruhiro kebetulan saja mengetahui triknya. Dia tidak ingin melakukan itu lagi, tapi mungkin saja dia bisa mengatur putaran kedua dengan cukup baik. Haruhiro tidak melompat ke palu perang Tada. Bagian itu sama sekali tidak ada gunanya. Dia dengan tenang menaikinya.

 

"Aku siap!"

 

“Ooooraaaahhhhh!”

 

Haruhiro diluncurkan ke udara. Berapa kali lagi dia harus melakukan ini? Dia ingin ini cepat-cepat berakhir. Untuk mewujudkannya, dia akan mejatuhkan Haunt sebanyak mungkin di setiap peluncurannya. Ternyata aku cukup percaya diri juga, ya? Haruhiro berpikir dalam hati sambil menempel pada salah satu Haunt dan mengayunkan belatinya. Kemudian dengan segera pindah ke yang berikutnya.

 

Tidak ada pilihan lain. Aku harus melakukannya. Aku akan melakukannya. Aku sedang melakukannya, tapi tetap saja...

Komentar