Bab 6: Apa yang para Warrior Tinggalkan?

Setelah sampai di ujung Ruang Makan, mereka pun berhenti untuk beristirahat.

 

Mimorin duduk dan menatap Haruhiro dengan tatapan memelas dengan kaki terlipat di bawah dan lutut menjulur ke depan.

 

“Dia menyuruhmu untuk menggunakan lutut itu sebagai bantal, yeah! Dasar babi!” Anna-san berteriak padanya, tapi dia harus menolak. Haruhiro duduk dengan punggung menempel pada dinding, lalu mengatur napasnya.

 

"...Apa kau baik-baik saja?"

 

Jika dia membuat Kuzaku mengkhawatirkannya, berakhir sudah. Oke, mungkin tidak sepenuhnya berakhir. Hanya saja, ketika Kuzaku, yang mengeluarkan energi adik laki-laki luar biasa, mulai mengkhawatirkannya, dia tidak bisa menahan diri untuk merasa tidak tenang.

 

"Aku baik-baik saja. Sekarang sudah mendingan,” kata Haruhiro sambil berdiri.

 

“Hah! Baik-baik matamu!” Ranta tidak membuang waktu untuk menjadi toxic. “Jika kau lelah hanya karena semua ini, maka kita tidak akan pernah bisa melewati misi ini. Satu-satunya hal yang kau bagusi hanya lah memasang tampang sok kuat. Jadi jika kau tidak baik-baik saja, setidaknya berpura-pura lebih baik lah, dasar tolol. ”

 

“Ya, ya.”

 

"Jangan jawab ‘ya’ aja!"

 

"Kalau begitu aku harus jawab apa...?"

 

Sungguh menyebalkan. Kuharap dia menghilang saja. Aku tidak ingin pria ini benar-benar hilang sih, tetapi lebih baik jika dia pergi jauh, sangat jauh dari sini sekali-kali.

 

“Ranta tuh selalu aja ngomong hal-hal yang menyayat hari kek gitu, ya...” Yume menyilangkan tangan dan menghela nafas. “Dia gak pernah, gak pernah berhenti, ya kan?”

 

“Manusia tidak bisa berubah semudah itu,” kata Kuzaku sambil tertawa kecil. “Maksudku, contohnya adalah dirimu, Ranta-kun, kau tidak pernah dewasa.”

 

“Kau bilang apa?! Jangan kelewat percaya diri hanya karena kau sedikit lebih tinggi dariku, dasar brengsek!”

 

“Tidak, aku sadar aku sudah bilang ini setiap saat, kalau tidak hanya ‘sedikit.’, tapi aku itu jauh lebih tinggi darimu.”

 

"Kau masih belum belajar untuk tidak membual tentang tinggi badanmu?!"

 

“Emang fakta yang bersin, tahu,” sela Yume, yang malah membuat Ranta semakin marah.

 

“Yang benar itu ‘benar’! Oh, dan juga tadi itu menyayat hati, bukan menyayat hari! Kau lah yang tidak pernah luput dari kesalahan sejak lama! Jadi kau masih belum tumbuh juga! ”

 

“Yume juga dah tumbuh kok!”

 

"Bagian mananya?!"

 

“Yume gak akan bilang di mana tepatnya, tapi di sana dan juga di sini aja contohnya!”

 

“Kau bilang gak jelas! Tunggu dulu, di sana dan di sini ... "

 

Ranta menggeser topengnya ke samping, dan melihat Yume dari atas ke bawah berkali-kali.

 

“Y-Yah...mungkin kau benar...? Ada beberapa titik yang kupikir tidak bisa kukatakan dengan pasti bahwa kau belum tumbuh. Entahlah, intinya itu bukan hal yang gak mungkin…”

 

"Bener kan?" Yume membusungkan dadanya dengan bangga.

 

"Lihat apa kau?" gumam Merry dengan dingin.

 

"O-Oh, diam lah!" Wajah Ranta berubah jadi merah padam. Dia buru-buru memakai topengnya kembali. “Aku bisa melihat apa pun sesukaku! Aku tidak mencoba melihat apa pun yang Yume sembunyikan kok! Jadi kau tidak perlu menuntuk jawaban apa pun dariku! ”

 

"Whoa, lihat lah dia, coba menyembunyikannya..."

 

“Diam lah, Kuzaku! Cepat berlutut! Akan kubunuh kau!"

 

“Katakan padaku…” Setora menekankan ujung tombaknya langsung ke tenggorokan Inui. "Apakah aku perlu menusukmu supaya kau bisa menghentikan itu?"

 

“Heh!” Inui melebarkan mata kanannya lalu menggenggam ujung tombak Setora dengan tangan kosong.

 

“Lakukan lah jika kamu bisa! Cepat lakukan! Aku menginginkannya!"

 

Setora ragu-ragu. "Benar kah?" Dia merubah ekspresinya setelah beberapa saat.

 

"Tentu saja, mengapa tidak?" Tokimune memamerkan gigi putih seperti mutiaranya.

 

Tunggu dulu, benar gak apa-apa nih?

 

"Ya, lakukan saja." Ucap Tada datar. Dia mungkin pria yang tidak peduli pada siapa pun.

 

“Whoho, tegang banget, ya, Inuin! Cinta yang membara! Cinta cinta cinta! Kau jadi ngebuatku pengen jatuh cinta juga!” Kikkawa mengoceh.

 

“Inui itu mahluk seksual yang sudah menyimpang dan tidak bisa menarik kulitnya kembali, ya,” sela Anna-san dengan hinaannya yang sama sekali tidak ada hubungan dengan apa pun itu.

 

“Inui adalah…” Mimorin mulai berbicara, lalu entah karena apa, mungkin karena sadar bahwa dia hendak mengungkapkan beberapa kebenaran yang tidak boleh diketahui orang lain, dia jadi urung melanjutkannya. Memangnya apa yang hendak dia katakan? Yah, kelihatannya gak penting juga sih.

 

Di sini sungguh kacau.

 

"Ayo kita maju lagi." Kacamata Kimura berkilat. Dia berulang kali membuat lensanya berkilap saat mengulangi kata-kata tadi. Kurang lebih dia adalah pria yang sama buruknya dengan Ranta dan juga bahkan lebih menyebalkan darinya.

 

"Tokimune-san," bisik Haruhiro. Tokimune mengangguk.

 

“Ya, benar. Kita harus bergerak lagi...”

 

Ujung Ruang Makan bukanlah jalan buntu. Ada pintu. Dua lebih tepatnya, di setiap sudut dinding batu yang berlawanan, ada sebuah pintu yang terbuat dari bahan yang masih belum bisa mereka kategorikan sebagai logam atau batu. Setiap pintu itu memiliki lekukan dalam bentuk lima lingkaran yang tumpang tindih di tengahnya. Haruhiro berdiri di depan pintu sebelah kanan, sementara Tokimune di sebelah kiri.

 

"Baiklah..."

 

Mereka mengangguk satu sama lain, kemudian menekan lekukan di pintunya masing-masing secara bersamaan. Pintu-pintu itu berderit serempak dan mulai terbuka, tampak terlipat ke ke dalam dinding sedikit demi sedikit.

 

“Kelihatannya kita akan mengambil jalur ke Kapel.”

 

Rombongan Haruhiro akan menyusuri rute sebelah kanan.

 

"Dan kita ke Dapur, ya?"

 

Tokkis akan pergi ke jalur pintu kiri.

 

Jika rombongan Haruhiro membuka pintu jauh di kedalaman kapel, dan Tokkis membuka pintu di Dapur sana, maka pembukaan kunci yang disinkronkan akan selesai, lalu mereka pun akan bertemu di Halaman Dalam Ruangan.

 

“Adapun aku...”

 

Apa yang akan dilakukan Kimura?

 

“We-hoh!”

 

Bersamaan dengan tawa aneh itu, dia berjalan ke arah Haruhiro dan yang lain di depan pintu sebelah kanan.

 

“Kau tidak perlu ikut dengan kami, tahu? Maksudku, mungkin kau lebih cocok dengan mereka di sana. Jadi pergi lah kesana." Ranta bergestur seperti sedang mengusir lalat.

 

Kimura tiba-tiba tertawa. “Zwe-hah!”

 

“Eek!”

 

Bukan hanya Ranta yang ketakutan. Kuzaku, Merry, dan Yume semua juga terlihat ketakutan. Setora menatapnya dengan bingung, seolah-olah berpikir, Apakah pria ini gila? Apa yang terjadi di dalam kepalanya itu?

 

Haruhiro juga merasakan hal yang sama seperti Setora.

 

"... Kimura-san."

 

“Ada apa, Haruhirorororong. Rororororong. Rororong. Rong.”

 

"...Gak jadi, lupakan saja."

 

Mereka bilang bahwa pria ini dekat dengan Shinohara. Kalau begitu sebetapa banyak dia tahu niat Shinohara?

 

Jika memang seperti dugaan Haruhiro kalau Shinohara terhubung dengan Master Menara Terlarang, maka apakah Kimura menyadari fakta tersebut? Jika Shinohara sedang merencanakan sesuatu, apakah Kimura terlibat dalam hal itu?

 

Bagaimana dengan anggota Orion lainnya? Seperti Hayashi saja misalnya.

 

Hayashi adalah rekan Merry. Jika mereka berniat menyelidiki Orion, maka dia juga akan dihitung.

 

Tapi Hayashi tidak bergabung dengan pasukan detasemen ini. Dia adalah salah satu dari tiga belas anggota Orion yang ditugaskan ke pasukan penyerang utama di Mt. Grief. Shinohara telah mempercayakannya untuk memimpin kelompok yang satu itu.

 

Jika Kimura memang begitu dekat dengan Shinohara, maka bukannya hal wajar jika dia lah yang memimpin pasukan utama? Tapi Shinohara malah memilih Kimura untuk bergabung dengan pasukan detasemen. Mungkinkah itu menunjukkan sebetapa banyak dia mempercayainya? Apakah mereka begitu dekat sampai-sampai Shinohara menginginkan dia 'tuk tetap di sisinya setiap saat?

 

Bagaimana jika mereka begitu dekat sampai-sampai kau bisa bilang kalau mereka sebenarnya adalah orang yang sangat mirip?

 

Haruhiro dan Renji telah memutuskan untuk mengawasi Shinohara. Kimura juga harus diperlakukan dengan sikap yang sama. Mereka perlu mempertimbangkan kemungkinan bahwa setiap anggota Orion berada di bawah kendali Shinohara.

 

Namun, mungkin saja Shinohara tidak mengungkapkan niatnya bahkan pada Kimura, yang merupakan rekan terdekatnya. Jika coba mengambil kesimpulan yang paling ekstrim, Shinohara mungkin juga tidak percaya pada teman-teman dan rekan-rekannya. Jadi, tidak ada cara untuk mengatakan sesuatu dengan pasti pada saat ini. Bisa jadi benar, bisa juga tidak benar. Tidak ada cara untuk mengetahui itu.

 

“Yah, kalau begitu sampai jumpa lagi!” kata Tokimune sambil mengedipkan salah satu matanya dan sedikit menganggukkan kepalanya.

 

“Ya,” jawab Ranta sambil melambai.

 

“Jangan jawab 'ya' dasar lalat brengsek!” Anna-san membentaknya.

 

"... Kasar juga ya?"

 

Meskipun Ranta tampak terluka, Haruhiro tidak merasa simpatik padanya, tapi jika dia lah yang disebut "lalat brengsek" entah dari mana, maka dia pun akan merasa ragu akan nilai keberadaannya juga. Kemampuan pelecehan verbal Anna-san sangat lah mengerikan.

 

"Haruhiro."

 

Dia bisa merasakan kehangatan tatapan yang diberikan Mimorin padanya bahkan pada jarak sejauh ini.

 

Apakah ini yang mereka sebut tatapan penuh cinta?

 

"Aku mencintaimu."

 

“...Uh, oke?”

 

Astaga, apa sih yang harus kukatakan?

 

Yah, dia tidak perlu mengatakan apa pun untuk saat ini. Mereka akan berpisah dengan Tokkis untuk sementara waktu...walaupun hanya sebentar. Mereka akan bertemu lagi dalam waktu dekat jika semuanya berjalan sesuai rencana, dan akan gawat jika mereka tidak bisa bertemu, jadi memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya terlalu serius tidak lah bagus. Untuk saat ini, dia harus berkonsentrasi. Fokus pada apa yang ada di depannya sekarang.

 

Koridor di balik pintu itu sangat sunyi. Dia berusaha keras untuk menjaga telinganya tetap tajam dan matanya terbuka sambil bergerak maju. Namun, tidak ada yang terjadi.

 

“Sekarang, izinkan aku memberi tahu kalian tentang kapel …” kata Kimura. “Ruangan ini, sejauh yang kuketahui, selalu dipenuhi dengan jenis musuh yang sama. Kemungkinan itu pun akan berlaku kali ini juga ..." Entah karena alasan apa, dia sudah berhenti tertawa aneh lagi. Kimura tidak terasa seperti Kimura jika tidak tertawa aneh, jadi rasanya aneh, dan tidak menenangkan.

 

"Seperti apa musuhnya?" Setora langsung ke intinya.

 

Kimura mendorong bingkai kacamatanya. Lensanya tidak berkilap. Ya, itu aneh. Atau kah lebih aneh jika kacamatanya biasa berkilapan terus-menerus?

 

"Di Orion, kami menyebutnya Wraith*."

 

(Roh)

 

Untungnya, mereka tidak bertemu dengan musuh apa pun sebelum mencapai kapel.

 

Tidak seperti ruangan-ruangan sebelumnya, kondisi di kapel terbilang terang. Cahaya bersinar dari langit-langit yang tinggi, yang sepertinya masuk melalui panel kaca patri*. Harusnya tempat ini berada di bawah tanah, jadi mungkin saja itu bukan lah cahaya alami. Kalau begitu, jenis cahaya apa kah itu? Dia tidak tahu, tetapi hal yang bagus bahwa ruangan ini tidak lah gelap.

 

(Silahkan search di Google untuk lebih jelasnya)

 

Karena kondisi yang sangat terang, kelompok itu dapat dengan jelas melihat bahwa ruangan yang disebut Kapel ini ialah ruangan berbentuk silinder* berdiameter dua puluh meter, dan ada tangga batu yang mengarah ke atas di tengahnya.

 

(Bulet gitu)

 

Ada beberapa sosok yang sedang duduk di tangga batu itu.

 

Yang pasti mereka terlihat mirip manusia.

 

Jumlahnya ada enam.

 

Mungkin ini adalah hal yang jelas, tetapi mereka berbeda usia, fisik, dan pakaian. Namun, ada satu kesamaan. Masing-masing dari mereka berpakaian mirip dengan Party kelompok ini. Yang berarti, mereka mirip Tentara Sukarelawan.

 

"Nama lain dari kami untuk para Wraith ini adalah Mimik*." Kimura memegang tongkat di tangan kanan, perisainya sudah disiapkan di tangan kiri saat dia bergerak ke depan. “Mereka seperti boneka yang bergerak, meniru penampilan tentara sukarelawan yang gugur di Makam...”

 

(Peniru)

 

Para Wraith di tangga batu mulai berdiri satu per satu.

 

Dari kelihatannya, tiga dari mereka — si pria muda, pria paruh baya, dan wanita yang agak besar itu — ​​pasti seorang Warrior. Si pria yang terlihat gagah itu memegang pedang besar, sedangkan si pria paruh baya itu membawa kapak, dan si Warrior wanita besar itu membawa pedang panjang dan perisai besar.

 

Ada juga pria tua berambut uban yang mengenakan jubah putih mirip Kimura, jadi dia pasti seorang Priest. Dia memegang tongkat pendeta berornamen, tapi kelihatannya masih akan menjadi hal yang gawat jika kena pukul oleh benda itu.

 

Lalu ada pria bertopi runcing dan berjanggut kelewat lebat yang kelihatan jelas merupakan seorang Mage. Dia membawa tongkat putih yang tidak terlihat dibuat dari kayu.

 

Tapi wanita berpenampilan tangguh yang baru saja menghunuskan pedang panjangnya lah yang menarik perhatian Haruhiro. Dia memiliki cara unik saat memegang pedangnya dengan punggung tangannya menghadap ke arah mereka. Ada beberapa sarung senjata di pinggul dan pahanya juga. Apakah itu tempat menyimpan banyaknya pisau? Terlihat ada banyak sarungnya. Berdasarkan ukuran sarungnya, mungkin masing-masingnya berisi satu pisau. Mustahil untuk melihat wajahnya melalui helm besi yang dia kenakan, tapi armornya hanya terbatas pada pelindung dada, pelindung tulang kering, dan sangat lah minimum. Dia memperhatikan kalau gerak kakinya bisa dengan mulus menggeser berat tubuhnya. Ketika dia masih hidup, wanita yang berwujud Wraith ini pasti seorang petarung yang terampil.

 

"Biar kuperjelas," kata Kimura pelan dengan matanya yang tidak pernah luput dari para Wraith. “Bertarunglah dengan semua yang kalian miliki. Bahkan jika Shingen dan Yokoi tercintaku hanyalah bayangan dari diri mereka yang dulu, mereka masih lah sangat kuat.”

 

Apakah dia barusan menyebutkan sesuatu yang begitu penting dengan santainya? Eh, emang tadi itu sesuatu yang penting? Dia juga bingung. Mungkin tadi itu bukan hal yang begitu penting.

 

“Delm, hel, en, trem, rig, arve.”

                                                          

Tidak ada waktu untuk berpikir. Pada tingkatan tertinggi di tangga batu, si Mage kurus berjanggut lebat mulai melantunkan lafalan sihir dan menggambar lambang elemen.

 

“Firewall!” teriak Merry.

 

Api muncul dari bawah ke atas. Dinding api. Ada dinding api yang menghalangi jalur mereka. Dengan segera, para Wraith mulai beraksi. Si wanita yang tampak tangguh menuruni tangga batu. Si pengguna pedang besar pergi ke kanan, sementara si pengguna kapak dan si Warrior wanita berpedang panjang dan perisai pergi ke kiri.

 

"Mereka datang!"

 

Haruhiro memberi isyarat agar Kuzaku ke kanan dan Yume ke kiri. Ranta sudah pergi ke kiri.

 

Dalam sekejap, si pengguna pedang besar sudah muncul di sisi kanan Firewall, sedangkan si pengguna kapak dan Warrior wanita juga sudah muncul di sisi kiri. Kuzaku berhadapan dengan si pengguna pedang besar, Ranta melawan si pengguna kapak, dan Yume mencegat si Warrior wanita.

 

"Kimura-san?!"

 

Kimura berdiri tepat di depan Firewall. Apa yang sedang dia lakukan?

 

Menunggu. Apakah dia sedang menunggu sesuatu?

 

Wanita tangguh itu. Mungkin saja adalah kekasih Kimura. Kalau tidak salah Kimura bilang nama dia itu Yokoi? Yokoi melaju menembus Firewall tanpa peduli, lalu datang ke arah Kimura sambil mengayunkan pedangnya.

 

“Fwah-hah?!”

 

Kimura menghentikan pedang panjang Yokoi dengan perisainya, lalu mengayunkan tongkatnya. Meskipun mungkin saja wanita itu tidak seperti yang asli, tetapi apakah Kimura akan mengayunkan tongkatnya pada selangkangan mantan kekasih dia seperti biasa?

 

Itu semua tidak penting, karena Yokoi mengenyahkan tongkat dia dan terus menyudutkan Kimura berkali-kali. Kimura mencoba menahan serangannya dengan perisai bundarnya, tapi dia tidak cukup kuat. Dia terkena sebetan di mana-mana dan terluka parah dalam waktu singkat.

 

“Weee! Yokoiii!”

 

Dia tampak senang, tetapi tubuhnya akan teriris dan terpotong-potong pada tingkat ini, jadi mereka harus melakukan sesuatu. Haruhiro hendak maju 'tuk membantu, tapi Setora menghentikannya.

 

"Kau pergi saja ke si Mage!" ucap dia.

 

Haruhiro mengangguk. "Urus dia kalau begitu!"

 

Dia meninggalkan Setora yang hendak membantu Kimura, lalu pergi mengitari Firewall. Si Mage kurus berjanggut dan si Priest beruban masih belum juga turun dari tangga. Sepertinya mereka tahu kalau Haruhiro akan datang.

 

"Delm, hel, en, van, arve."

 

Si Mage kurus itu melafalkan mantra lain. Yang satu ini adalah...

 

"Ah?!"

 

Panas. Dalam sekejap, mata dan tenggorokannya terasa kering. Ada angin yang sangat panas menerpa tubuhnya. Tapi tidak begitu kuat sampai-sampai membuat dirinya terhempas ke belakang. Dia masih bisa mempertahankan posisinya. Entah bagaimana caranya dia bisa menembus angin ini, tapi...

 

“Delm, hel, en, ig, arve.”

 

Sihir lagi, kah?

 

Bola-bola api ditembakkan padanya. Ada dua sampai tiga melesat ke arah dirinya. Haruhiro secara reflek berhenti 'tuk menembus angin panas, lalu membiarkan angin itu meniupnya ke belakang kemudian memutar tubuhnya keluar dari jalur bola-bola api itu. Yang ketiga sedikit mengenainya, yang mana membuat rambut dia terbakar lumayan banyak, tapi dia berhasil menghindari cedera serius.

 

"Huh?!"

 

Serangan berikutnya bukanlah sihir. Si Priest bergerak maju. Dia mengayunkan tongkatnya ke samping, tetapi memasukkan banyak kekuatan di dalamnya. Haruhiro langsung berjongkok jadi berhasil menghindari serangan itu. Tetapi si Priest tidak berhenti di sana begitu saja. Dia memutarkan tubuhnya bersama tongkat dia lalu mengayunkan tongkatnya untuk kedua kali. Jika serangan itu mengenaiku, mungkin aku akan mati, pikir Haruhiro sambil melompat ke samping.

 

"Delm, hel, en, rig, arve."

 

Si Mage kurus itu hendak melepaskan sihir lain lagi. Dia merapalkan mantra secara berkala. Sebuah pilar api muncul, dan Haruhiro hampir saja berlari menabraknya. Firewall, kah.

 

“Ugh…!” Haruhiro mencoba mundur dengan tergesa-gesa, tapi si Mage kurus itu melepaskan sihir Firewall lagi.

 

"Delm, hel, en, rig, arve."

 

"Panas!"

 

Dibelakangnya. Ada pilar api menyala terang tepat di belakang Haruhiro. Dia tidak bisa maju atau mundur. Kiri atau kanan? Haruhiro pergi ke kanan sebelum dia bisa berpikir. Si Priest beruban menunggunya di sana, lalu mengayunkan tongkatnya ke arah Haruhiro.

 

"Ah?!"

 

Jika dia mencoba berpikir apa yang harus dilakukan sekarang, maka itu tidak akan pernah berhasil. Haruhiro membiarkan tubuhnya bergerak dengan sendiri. Tongkat itu menyerempet telinga kirinya. Jadi dia tidak mengenai Haruhiro. Haruhiro berlari melewati si Priest beruban lalu menyapu kakinya. Saat si Priest terjatuh, dia mulai melantunkan mantra sihir cahaya.

 

"O Cahaya, semoga perlindungan ilahi Lumiaris ada padamu!"

 

Si Priest beruban itu terjatuh ke lantai batu dengan punggung terlebih dahulu. Tapi dia mengarahkan telapak tangan kirinya ke arah Haruhiro saat terjatuh seperti itu.

 

"Blame!"

 

"Apa-?!"

 

Tidak ada yang terjadi. Dia gagal? Apakah sihir cahayanya tidak bisa bekerja? Mengapa? Tidak, alasannya tidak penting. Haruhiro melompat ke atas si Priest beruban itu. Dia menahan si Wraith dan menggorok lehernya dengan belati. Rasanya seperti sekumpulan pasir. Pasir mengalir dari lukanya, dan dengan cepat terjatuh ke tanah. Si Priest beruban itu berubah menjadi pasir. Tidak, bukan hanya pasir yang ada di sana. Ada juga objek-objek putih yang tercampur. Tulang, ya?

 

“Wraith tidak bisa menggunakan sihir cahaya! Tapi mereka bisa menggunakan sihir lain!”

 

"Delm, hel, en, van, arve."

 

Ya. Para Wraith ini tidak bisa mendapatkan sihir cahaya yang merupakan berkah Lumiaris, tapi mereka masih bisa menggunakan sihir lain. Si Mage kurus itu meraplkan mantra lain lagi. Terasa ada angin panas menerpa Haruhiro yang membuatnya hampir kehilangan keseimbangan.

 

“Urgh…!”

 

“Delm, hel, en, ig, arve.”

 

Kemudian datang lah Bola-Bola Api. Totalnya ada tiga. Sungguh merepotkan. Haruhiro jungkir balik ke belakang secara diagonal, dan berhasil menghindari yang pertama dan kedua, lalu melompat ke samping untuk menghindari yang ketiga.

 

"Cukup berbahaya juga, ya?!"

 

"Meow!"

 

Yume? Ya, memang benar Yume. Dia melompati Firewall yang sekarang tingginya sudah jauh lebih rendah, berguling, dan mengambil posisi berlutut. Busurnya sudah ditarik dan dalam keadaan siap. Dia dengan cepat melepaskan panah. Kemudian melepaskan lagi yang lain terus-menerus.

 

“Marc em Parc.”

 

Si Priest kurus itu punya reaksi yang sangat bagus. Magic Missile. Dia mengeluarkan beberapa manik-manik cahaya, dan menepis panah Yume satu demi satu.

 

“Marc em Parc!”

 

Dia terus menembakkan Magic Missile untuk menyerang.

 

“Hah! Whoa! Mew!"

 

Yume dengan gesit berguling-guling, berjungkir balik dan lompat ke samping untuk menghindari serangan manik-manik itu.

 

"Tembak!"

 

Dia bahkan menemukan celah untuk bisa melepaskan panahnya. Sungguh menakjubkan.

 

“Marc em Parc!”

 

Jika bukan karena waktu mantra yang sebentar dari Magic Missile, si Mage kurus itu tidak akan bisa memenangkan pertandingan menembak melawan Yume. Dilihat dari seberapa baik dia dalam memilih mantra yang tepat dalam berbagai macam situasi, pastinya dia merupakan Tentara Sukarelawan yang cukup hebat ketika hidup.

 

Firewall pun menghilang.

 

Kuzaku sedang berjuang keras melawan si pengguna pedang besar. Kelihatannya Ranta telah menjatuhkan si pengguna kapak dan sekarang sedang menghadapi si Warrior wanita yang Yume lawan tadi.

 

Yokoi sangat lah kuat. Bahkan Kimura, Setora, dan Merry yang mengeroyoknya terlihat kesusahan.

 

Yume bahkan tidak menengok ke arah Haruhiro. Tampak seolah-olah dia tidak ada di sini. Bukan karena dia tidak bisa melihatnya. Yume memang sengaja mengabaikan Haruhiro.

 

Mengapa?

 

Sudah jelas. Agar dia tidak menghalangi jalannya.

 

Kesadaran Haruhiro sudah tenggelam ke lantai.

 

Tentu saja tidak secara harfiah. Itu hanya gambaran mental yang dia gunakan.

 

Stealth.

 

Haruhiro menaiki tangga batu.

 

“Marc em Parc…!”

 

Si Mage kurus meluncurkan empat manik-manik cahaya. Yume bergerak cepat seperti kelinci untuk menghindar dan melepaskan panah yang mana mengenai topi si Mage kurus itu, dan langsung hancur lebur jadi debu.

 

“Delm, hel, en, van—”

 

Si Mage kurus itu tidak membuang waktu untuk lanjut merapalkan mantra lain. Tapi hal tersebut tidak akan pernah bisa dia selesaikan.

 

Haruhiro sudah berada di dekat si Mage kurus itu, dan menusukkan belatinya ke punggung si Wraith. Backstab.

 

“Urghk…!”

 

Penderitaan si Mage kurus hanya berlangsung sesaat. Dia hancur hampir seketika, dan berubah jadi pasir.

 

"Mew!"

 

Yume melompat ke atas sekali seolah mengatakan "Berhasil!" kemudian berbalik. Mereka tidak boleh membuang-buang waktu untuk merayakan hal ini. Karena yang lain masih berjuang keras.

 

"Mau berapa lama lagi kau terus seperti ini tolol?!" teriak Kuzaku, tidak jelas apakah dia sedang memarahi dirinya atau apa.

 

Tiba-tiba ada dua, tidak, tiga Ranta. Dia tampak seperti itu untuk sesaat, tapi hal tersebut hanya lah cara unik para Dark Knight bergerak. Atau mungkin lebih ke gerakan khas Ranta.

 

Si Warrior wanita itu benar-benar kewalahan melawan Ranta. Dia hanya berdiri di sana tanpa bisa melakukan apa-apa karena kedua tangannya telah dipotong. Si Warrior wanita itu mungkin mencoba untuk berbalik, tetapi pada saat itu, Ranta sudah memenggal kepalanya. Dia hancur berkeping-keping, dan hanya menyisakan pasir dan tulang.

 

“Jurus Rahasia, Dark Rending! Wohooo! Betapa kerennya! Aku emang yang terhebat! Woooo!”

 

“Ngh!” Kuzaku memblokir ayunan ke bawah pedang besar musuh dengan katana besarnya, lalu mementalkannya ke jauh ke atas. Hal tersebut membuat tubuh musuh terbuka lebar. “Hah!” Tanpa ragu, Kuzaku menebas tubuh si pengguna pedang besar, yang membuatnya terbelah jadi dua. Akibatnya, si Wraith pun hancur menjadi pasir.

 

“Hweeeeaaahhhh?!” Kimura menjerit aneh sambil mengayunkan tongkatnya ke atas. Apakah dia mengincar selangkangan Yokoi? Yokoi melangkah ringan kebelakang, dan dengan mudah menghindari serangan Kimura.

 

“Blargh?!”

 

Ada sesuatu yang menusuk kepala Kimura. Pisau lempar, kah? Haruhiro melewatkan momen saat itu terjadi, dan kemungkinan besar Yokoi lah yang melemparkannya.

 

"Kimura-san?!"

 

“T-T-T-Tengkorakku! Seperti baja! Oleh karena itu, serangan yang kecil!! Tidak akan pernah bisa menyakitiku!”

 

"Tapi kau terlihat ketusuk cukup dalam..."

 

“Aku masih super sehat! P-P-Pisaunya masih tertempel! T-T-Tulangku akan melindungiku! Aku akan dilindungi oleh tulang-tulangku!”

 

Namun nyatanya dia terlihat sangat tidak baik-baik saja, tetapi jika Kimura bersikeras bahwa dia baik-baik saja, maka terserah dia. Bukannya tidak apa-apa juga sih. Meskipun telah menjadi Wraith, Yokoi tampak bingung. Haruhiro bisa mengerti bagaimana perasaannya. Bukan berarti dia tahu kalau Wraith bisa merasakan sesuatu.

 

 "Sungguh membuat nostalgia, kau setuju?" Darah menyembur keluar dari tempat pisau lempar itu tertancap di kepala Kimura. “Aku bisa mengingat kenangan kita lagi, Yokoiii! Hari-hari tercinta dan penuh gairaaaah kita! Ohhh, aku tidak bisa mengenang hal ini tanpa air mata dan daraaaah!”

 

"Ugh, aku bahkan tidak mau tahu apa yang ingin dia katakan..."

 

Haruhiro ingin menutup telinganya. Sebenarnya, dia lebih ingin membungkam pria aneh itu. Mungkin Wraith Yokoi juga merasakan hal yang sama? Itu pun dengan asumsi kalau mereka bisa merasa. Yokoi tiba-tiba melemparkan pisau lempar lain ke Kimura.

 

“Oof?!”

 

Bukan hanya satu. Ada 3 pisau lempar yang tertancap di masing-masing dada kanan dan kiri, serta perut Kimura.

 

“Rasaaaa sakiiiit yaaaaangg maniiiiiis?!”

 

"Sial, pria ini terlalu gila..."

 

Haruhiro tidak ingin setuju dengan Ranta, tapi kali ini dia tidak punya pilihan selain mengangguk tanpa suara.

 

“B-Biarkan aku sembuhkan—”

 

Merry mencoba menyembuhkannya, tetapi Kimura tidak mendengarkan. Dia malah mendekat dan terus mengayunkan tongkatnya ke arah Yokoi.

 

Ayolah, bung, itu tidak akan berhasil. Lihat? Dia berhasil mengelak lagi.

 

Yokoi melempari Kimura dengan pisau lempar lainnya, seolah mengatakan “cukup sudah.” Ada tiga lagi pisau lempar yang dia tembakkan. Satu kena di lengan kanan Kimura, dan satu di kedua pahanya.

 

“Owwie?!” akhirnya Kimura pun terjatuh.

 

"Pasti menyakitkan, ya!" Ranta melompat masuk, lalu mengayunkan katananya ke arah Yokoi. Ranta banyak bergerak di setiap tindakan yang dia lakukan, tapi gerakan Yokoi lebih jauh efisien darinya. Hanya dengan menggerakkan siku dan pergelangan tangannya, dia bisa mengayunkan pedang panjangnya untuk menahan katana Ranta dengan mudah. Ranta memegang katananya dengan kedua tangan, tapi Yokoi hanya satu tangan. Meskipun begitu, yang terlihat di sini malah Ranta yang didorong mundur.

 

“Whoa?! Apa yang...?!”

 

“Berhati-hati lah, Ranta!” teriak Haruhiro. Tangan kiri Yokoi masih kosong. Tidak ada yang tahu apa yang mungkin bisa dia lakukan dengannya.

 

“Diam lah, Parupirorin…! Jurus Rahasia, Peregrine Counter! Jadi, apa kau juga bisa menahan jurusku yang satu ini?!” Ranta melompat ke kanan Yokoi. Dia berhenti dalam posisi jongkok. Kemudian segera setelahnya dia berada di sebelah kirinya. Apakah dia mencoba untuk bergerak cepat dari kanan ke kiri, lalu menebasnya dengan sekali coba saat dia melaju? Yah, tapi Yokoi tidak terluka. “Oh sial! Dia beneran bisa! ”

 

Saat Yokoi diam-diam maju ke arah Ranta, Kuzaku melompat masuk.

 

“Oorahhh!”

 

Yokoi dengan sempurna menangkis katana besar Kuzaku memakai pedang panjangnya. Mungkin agak berlebihan jika mengatakan dia menangkisnya seperti ini hanya lah permainan anak-anak baginya, tapi ketika dia menendang dada Kuzaku dan membuatnya terhuyung mundur, Kuzaku pasti langsung merasakan jarak level skill antara mereka yang begitu jauh. Kuzaku mengayunkan katana besarnya dengan kekuatan luar biasa untuk membuat Yokoi mundur sampai dia bisa pulih dari serangan tadi.

 

"Uh, dia kuat juga, ya!"

 

“Kalau gitu ya mundurlah, dasar pecundang!” Ranta mulai bertukar tebasan lagi dengan Yokoi. Haruhiro juga ingin bergabung, tapi hal itu tidak akan mudah. Kimura bilang bahwa Wraith Yokoi ini tidak seberapa jika dibandingkan dengan saat ketika dia masih hidup. Serius nih? Jadi dia bahkan lebih kuat dari ini?

 

“Ngh, guh...” Kimura berusaha untuk bangun.

 

Hentikan, bung. Kau pengen mati, ya?

 

Merry bergegas ke sisinya. Setora dan Yume pun begitu.

 

"Aku tidak bisa menyembuhkannya dengan pisau yang masih tertancap!"

 

"Kalau begitu kau cepat siapkan mantarnya dulu sementara kucabut." Setora mulai mencabut pisau-pisau lempar dari Kimura.

 

"Mew!" Yume membantu untuk mencabutnya satu per satu.

 

“Urgh, urrrgh…” Seluruh tubuh Kimura mengeluarkan darah. Merry menggambar tanda heksagram di dahinya.

 

"O Cahaya, semoga perlindungan ilahi Lumiaris ada padamu... Sakramen!"

 

“Ohhhh!” Kimura langsung melompat berdiri dengan tangan di udara. Dia berlumuran darah, tetapi luka-lukanya telah tertutup. Hal tersebut membuatnya terlihat begitu heroik, tapi bukankah lebih penting untuk fokus pada duel antara Ranta dan Yokoi sekarang? Haruhiro mengerti hal tersebut, tapi entah karena alasan apa, dia malah terus menatap Kimura. Apakah hal ini sudah menjadi kebiasaannya? Dia tidak menyukainya.

 

“Merry-dono, izinkan aku bertanya, apakah kamu bisa merapalkan mantra Circlet?”

 

"Ya, aku bisa. Memangnya kenapa?"

 

"Aku punya rencana. Kamu harus bekerja sama. Paham? Kamu akan melakukan apa yang aku katakan. Persis seperti yang kukatakan. Paham?"

 

Merry mengangguk. Tidak ada kata tidak untuk ini. Yang bisa dia lakukan hanyalah mengangguk. Situasi ini sudah di luar kata tegang. Pria ini juga jelas-jelas telah gila.

 

“Pasti aku yang akan menyelesaikan masalah dengan Yokoi!” Kimura mengayunkan tongkatnya saat dia menyerang ke arahnya. "Minggir lah, Tuan-tuan sekalian!"

 

“Whoa, hati-hati dong!”

 

“Tuan-tuan?!”

 

Setelah mengenyahkan Kuzaku dan Ranta, Kimura berdiri di depan Yokoi.

 

“O Cahayaaaa! Semoga perlindungan ilahi Lumiaris ada padamuuuuu!”

 

Sebelum Kimura bisa menyelesaikan mantranya, Yokoi telah melemparkan ketiga pisau lemparnya pada waktu yang hampir bersamaan. Bagaimana cara kerja ingatan dan pikiran Wraith? Haruhiro tidak tahu, tetapi kelihatannya Yokoi berbeda ketika berhadapan dengan Kimura. Cara dia melemparkan pisau lemparnya seakan-akan mengatakan "menjauhlah dariku, dasar pria kotor!" Kimura memutar kepalanya ke samping dan menghindari satu pisau itu, tetapi tidak berhasil menghindari dua lainnya yang pada akhirnya mengenai bahu kiri dan paha kanan dia.

 

“Mmph! Circlet!" Kimura menyelesaikan mantranya seolah-olah mengatakan "jadi kenapa?" Muncul lah sebuah cincin cahaya berkilauan tepat di atas tempat Kimura berdiri.

 

“Ahhh!”

 

Kedua pisau lempar terjatuh dari bahu dan paha Kimura. Luka-lukanya pun sembuh. Tapi Yokoi sedang berada tepat di depannya. Jadi sudah jelas kalau dia tidak akan hanya duduk diam di sana samil menonton. Yah, kau pun sudah tahu mengapa. Dia tidak punya alasan untuk melakukan itu. Sebaliknya, dia melangkah masuk dan menghantam Kimura dengan pedang panjangnya.

 

“Gahhhhh?!” Kimura meringkuk setelah terkena hantaman itu.

 

Pedang panjang Yokoi menari tanpa ampun. Sungguh brutal. Kimura teriris-iris di sana-sini dalam lingkaran cahaya. Dia juga hampir tidak bisa melindungi kepala dan lehernya dengan perisai dan tongkatnya.

 

“Arrrrggh?!”

 

“Wheww…” Mata Yume menyipit.

 

"Apa yang ingin dia lakukan?" Setora tercengang.

 

"O Cahaya, semoga perlindungan ilahi Lumiaris ada padamu... Circlet!"

 

Merry merapalkan mantra. Tapi bukankah itu adalah mantra yang Kimura lantunkan barusan? pikir Haruhiro. Haruhiro tidak salah. Kimura masih berada di tengah-tengah lingkaran cahaya sambil ditebas-tebas. Sekarang lingkaran yang dikakinya terlihat semakin kuat. Tidak, bukan hanya terlihat kuat, tapi memang menguat. Apakah Lingkaran Kimura dan Merry dijadikan saling tumpang tindih?

 

“Reeeee! Aku semakin bersemangat?! ” Berkat itu, Kimura menjadi segera sembuh setelah Yokoi menebas-nebasnya—atau setidaknya begitulah yang terlihat. Apakah ini lah rencana yang Kimura coba sampaikan tadi?

 

Merry mencengkeram tongkat dia, dan menundukkan kepalanya. "A-aku... aku hanya melakukan apa yang dia suruh..."

 

“Befwegofeozuhyah?! Sakit, sakit, sakit, sakit, sungguh sakiiiit! Sakit, sakit, pergi laaahh! Kenapa gak pergi-pergiiiiiii?! ”

 

“Ugh, kelihatannya ada yang punya fetish aneh di sini...” Kuzaku coba mengalihkan pandangannya, dan berusaha keras menolak rasa ingin tahunya terhadap hal mengerikan yang sedang terjadi sekarang.

 

Ranta menyarungkan katananya. “Aku gak mau terlibat…”

 

“...?!” Yokoi terkejut sesaat karena ketika dia mencoba menarik pisau lempar dengan tangan kiri, Kimura masih terlihat segar bugar. Dia pun langsung menendang Kimura. Apakah dia mencoba untuk membuat Kimura melangkah keluar dari lingkaran cahaya itu?

 

“Nghhhhh…”

 

Kimura tetap berdiri tegak. Dia terus bertahan. Kalau begini saja maka tidak akan mengarah ke mana-mana. Yokoi mengenggam pedang panjangnya dengan kedua tangan, lalu dia ayunkan ke arah Kimura. Kemudian itu pun terjadi.

 

“Nwa-hah!” Ada kilatan mencurigakan dari kacamata Kimura. Pedang Yokoi mengenai perisainya, tapi sebagai gantinya tongkat Kimura melayang ke udara. Selangkangan. Tentu saja ke arah selangkangan. Saat tongkat Kimura menghantam selangkangan Yokoi, ada semacam retakan di tubuhnya, dan dia pun langsung hancur jadi pasir dan tulang seperti Wrath lainnya.

 

“Urgh, ngh, guh...”

 

Kimura berdiri santai di tengah-tengah lingkaran cahaya yang saling tumpang tindih itu. Pisau-pisau yang menancap di seluruh tubuhnya berubah menjadi tanah sedikit demi sedikit, dan lukanya pun sembuh saat semua orang menyaksikan kejadian tersebut.

 

"Aku merasakanya. Merasakannnya! Rasakan cintamu! Bukan begitu... Ini adalah cinta yang tersisa di dalam diriku..." Kimura menginjakkan kakinya ke tanah. “Kamu sudah bukan Yokoi yang kucintai. Kau hanya lah makhluk keji yang mengotori kenangan indahku dengan dia. Yokoi, kamu tidak akan pernah kembali... Tidaaaaaaak...”

 

“Sekarang dia malah meratap…” bukan hanya Ranta yang merasa aneh. Mereka semua pun begitu. Tunggu, bukan begitu.

 

“Kamu pasti begitu mencintainya, ya?” Yume sedikit menangis sambil mengangguk-ngangguk pada dirinya sendiri.

 

“Ahh, betapa aku mencintainya, kah.” Kimura memalingkan wajahnya yang berlumuran darah, air mata, dan ingus ke arah Yume. “Dia adalah yang pertama bagiku, dan juga yang terakhir bagiku. Cinta terbesarku. Jadi Yokoi akan selalu dalam hatiku selamanya…”

 

“Yah…” Ranta tertawa kecil. “Jika kamu begitu mencintainya, maka kupikir dia cukup beruntung, bukan? Aku gak tahu juga sih…”

 

“Aku lah yang beruntung karena bisa mencintai Yokoi. Namun yang sudah berlalu biarlah berlalu.” Kimura berlutut, meletakkan perisai dan tongkatnya di lantai. Dia melepas kacamatanya, dan menyeka wajahnya dengan sapu tangan. Kemudian, dia mengenakan kembali kacamatanya, dan lanjut berdiri seolah-olah tidak ada hal yang terjadi. “Nah, kita gak punya waktu untuk berlama-lama di sini. Ayo kita bergerak maju lagi. ”

 

Haruhiro punya banyak hal yang ingin dia katakan, tetapi dia urungkan. Dia sengaja membiarkan rekan-rekannya pergi maju lebih dulu agar bisa sendiri, tapi Kimura tetap tidak bergerak. Apakah dia masih merasa sedih?

 

"Kimura-san...?"

 

"Haruhiro-dono.” Kacamata Kimura berkilat lemah saat dia memberi isyarat kepada Haruhiro untuk mendekat.

 

“Oi, kalian...” Ranta menggeser topengnya dan menatap mereka dengan agak ragu.

 

Apa yang coba disampaikan oleh si berkacamata Kimura yang masih berkedip-kedip ini?

 

Haruhiro memberi isyarat kepada Ranta dengan mata. Ranta mengerti dan memasang kembali topengnya ke tempat semula. Dia pergi ke arah Kuzaku yang juga berhenti dan menendang pantatnya, kemudian si Dark Knight itu pun pergi menjauh.

 

“Jangan tendang pantatku...”

 

"Diam lah!"

 

Haruhiro merendahkan suaranya dan bertanya, "Jadi, ada apa?"

 

"Aku harus meminta maaf terlebih dahulu." Kimura menundukkan kepalanya.

 

"Tidak, tenang saja... Kau hanya agak mengejutkan kami tadi."

 

“Aku benar-benar merasa malu. Bahkan sekarang, aku masih saja kehilangan ketenanganku setiap kali melihat dia. Meskipun aku sadar bahwa mahluk itu bukan lah dia yang asli, tetap saja... ”

 

“Tapi dia mirip dengannya, kan? Aku tidak bisa menyalahkanmu kalau begitu jadinya. ”

 

“Kami kehilangan sejumlah rekan di Makam, termasuk dia dan Shingen.”

 

"Shingen-san... Apakah dia itu si pria berjanggut?"

 

"Ya. Orion memiliki hubungan dengan tempat ini. Menurutmu kenapa bisa begitu?”

 

“Uh, memangnya kenapa?”

 

“Mengapa, setelah kehilangan begitu banyak jumlah anggota kami, Orion terus saja berusaha keras 'tuk membersihkan Makam? Apa kamu tidak merasa ada yang aneh?”

 

"Yah... Tentu saja aku merasa aneh."

 

“Salah satu alasannya adalah, meskipun dekat dengan Altana, tempat ini hampir tidak tersentuh oleh Tentara Sukarelawan lainnya, seperti semacam tanah petualangan yang belum dijelajahi. Jika Orion dapat sepenuhnya mengungkap misteri Makam, maka hal tersebut akan membuat kami jadi legenda sendiri yang akan bertahan selamanya. Semacam semangat jiwa petualangan.”

 

"Hmm. Semangat petualangan ya? ... Kurasa aku bisa mengerti. ”

 

"Haruhiro-dono. Kamu bukan lah tipe orang yang tergerak oleh hal-hal seperti ini. Aku bisa tahu. Sebenarnya, aku pun sama."

 

"Hah?"

 

“Membersihkan Makam adalah tujuan Shinohara-kun. Jika dia begitu ingin melakukan itu, maka kami sebagai anggota Orion harus melakukan apa pun yang kami bisa agar bisa mencapainya. Tidak ada pilihan lain.”

 

“Aku mengerti…” Haruhiro mengusap-ngusap pipinya sambil menatap Kimura dengan mata terbalik. Tatapan Kimura tertuju pada kakinya. “Mungkinkah kamu tidak begitu tertarik dengan ide itu, Kimura-san?"

 

"Tidak, hal tersebut tidak benar. Sama sekali tidak benar,” Kimura langsung menjawab, tetapi nada suaranya tidak sekuat kata-kata yang dia ucapkan tadi. “Jika bukan karena Shinohara-kun, Orion tidak akan pernah lahir. Tanpa kemurahan hatinya, pengamatannya yang tajam, ketegasannya, kepemimpinannya yang langka, keterampilan komunikasinya yang tak tertandingi, dan kemampuan adaptasinya yang menakutkan, maka Orion tidak akan pernah terwujud. Orion adalah rumah yang dibangun Shinohara-kun untuk orang-orang yang dia selamatkan. Bagi kami orang-orang yang dilemparkan ke Grimgar tanpa ingatan tentang tanah air kami, ini adalah rumaaah tersayang kami...!”

 

Apakah Kimura sedang bercanda? Ataukah dia sedang serius? Haruhiro pun bingung.

 

“Jadi tentang Shinohara-kun, meskipun penampilannya seperti itu, dia cukup romantis. Tidak peduli sebetapa banyak rekan kami yang terjatuh, dia tidak pernah menyerah untuk menguasai Makam. Dia mungkin sedang mencoba mengambil keuntungan dari operasi mengambil alih Mt. Grief ini untuk mencapai tujuan sebenarnya di tempat ini.”

 

"Tujuan sebenarnya?" Haruhiro mengerutkan alisnya. "Lebih tepatnya apa tujuan dia sebenarnya?"

 

“Kuh-buh…” Kimura mengeluarkan tawa aneh biasanya, kemudian menggelengkan kepalanya. Apa artinya itu? Apakah dia tidak bisa mengatakannya? Apakah dia tidak mau? Ataukah dia tidak tahu?

 

“Bagiku... Haruhiro-dono, mungkin tidak ada gunanya untuk memberitahumu ini, tapi aku khawatir pada Shinohara-kun... sebagai teman, kau tahu.”

 

"Uh... memangnya apa yang membuatmu khawatir pada Shinohara-san?"

 

“Seperti yang aku pun yakin sudah kamu sadari, Shinohara-kun adalah orang yang sangat baik. Aku menghormatinya. Dia adalah pemimpin Orion, dan merupakan teman yang berharga. Namun, ada kalanya dia…”

 

Wajah Kimura tiba-tiba berubah seperti orang kesakitan. Dia terlihat seperti benar-benar dalam masalah. Itulah dugaan Haruhiro.

 

“Kuharap aku bisa membantunya, tapi… aku mungkin tidak cukup baik untuk bisa melakukannya. Kadang kala, ketika aku berada di sisinya, dia terasa begitu jauh…”

 

"Kimura-san."

 

Ayo coba kita gali lebih dalam.

 

Haruhiro memutusakan itu. Meskipun Kimura selalu berada di sebelah Shinohara, kelihatannya dia berada di pihak Haruhiro.

 

"Kau tahu Menara Terlarang, kan?"

 

“Ya,” kata Kimura setelah jeda, lalu menyesuaikan posisi kacamatanya. Lensanya tidak berkedip, tetapi ekspresinya menegang. Dia tampak langsung waspada. "Tentu saja. Memangnya kenapa?”

 

Apakah ini adalah ide yang baik atau buruk? Belum terlambat untuk mundur. Tapi ini adalah sesuatu yang Shinohara katakan. Aku harus memeriksa apakah Kimura tahu. Hanya itu saja.

 

“Lalu bagaimana dengan Master Menara Terlarang?”

 

“Maasteer?”

 

"Tidak... Master."

 

“Master…” Kimura memiringkan kepalanya ke samping sambil tampak berpikir.

 

Apakah dia sedang bermain bodoh? Ataukah dia benar-benar tidak tahu? Yang mana yang benar? Haruhiro tidak tahu.

 

"Haruhiro-dono.”

 

"Ya?"

 

“Kudengar bahwa kamu terbangun di bawah Menara Terlarang. Tanpa ingatan kecuali namamu sendiri.”

 

"Ya, benar."

 

“Bagaimana jika…” Tiba-tiba Kimura mendekatkan wajahnya.

 

Whoa, wajahnya dekat.

 

Hidung Kimura menyentuh hidung Haruhiro.

 

Terlalu dekat, bung.

 

“Apa kamu bertemu dengannya, Master Menara Terlarang ini? Jika memang begitu, aku ingin tahu apakah dia lah orang yang mencuri ingatanmu? Yah, aku sih tidak mengira dia bisa disebut ‘orang’. Apakah dia manusia? Kamu kehilangan ingatanmu. Sembilan dari sepuluh kemungkinan, hal seperti ini harusnya karena Relik. Tidak bisakah kita berspekulasi bahwa mungkin saja ingatan kita semua diambil oleh Master Menara Terlarang, kemudian kita dibawa ke Altana untuk menjadi Tentara Sukarelawan?”

Komentar