Bab 7: Ini Bukan Tentang Diriku Menjadi Aku

Meskipun saat itu masih pagi sebelum bel berbunyi, Shinohara dan anggota lainnya telah berkumpul di gerbang utara untuk melihat kepergian delegasi.

 

Keadaan saat itu berkabut, seolah-olah mimpi. Tapi bukan mimpi yang bagus. Sebaliknya, itu adalah mimpi buruk.

 

“Maaf atas kehilanganmu...”

 

Shinohara menertawakan perminta maafan Haruhiro yang lemah.

 

“Aku harap bisa ikut dengan kalian, tapi sayangnya itu tidak mungkin. Berhati-hati lah di jalan. Aku akan mendoakan keselamatan kalian.”

 

Pria ini baru saja kehilangan teman dekat dan orang kepercayaannya, Kimura. Pada saat itu, tidak seperti biasanya, dia tampak putus asa, tapi kelihatannya dia telah pulih sekarang. Haruhiro curiga padanya karena bertingkah mencurigakan dan mengaitkannya dengan Master Menara Terlarang.

 

Ketika dia berpikir tentang siapa kah tentara sukarelawan senior yang banyak membantunya, nama pertama yang muncul di benaknya adalah Shinohara. Shinohara juga memandang setara Haruhiro, jadi dia berpikir bahwa Shinohara adalah sosok yang dapat dipercaya. Sekarang dia jadi betanya-tanya apakah itu benar karena dia bukan lah orang yang pandai menilai seseorang.

 

“Terima kasih... Yah, kalau begitu kita akan berangkat.”

 

Ketika Haruhiro membungkuk, Shinohara mengangkat satu tangannya.

 

“ORION!”

 

Dengan segera, Hayashi dan anggota lainnya mengangkat senjata mereka bersamaan.

 

“Whoa, keren banget...”

 

Kuzaku orangnya sangat lah polos, dan sederhana. Ranta mendecakkan lidah di balik topeng.

 

“Ayo Pergi!” kata Vicky.

 

Vicky Sand, si Scout Neal, dan Itsukushima sedang menunggangi kuda mereka. Tapi tidak dengan Party Haruhiro. Masing-masing dari mereka diberi kuda sendiri dengan muatan di belakangnya, lalu mereka menungganginya.

 

“Pochi!”

 

Ketika Yume memanggil, seekor anjing serigala Itsukushima yang duduk tidak jauh darinya berlari ke arahnya. Kelihatannya Pochi dilahirkan dan dibesarkan di Guild Hunter. Tidak hanya dia nurut pada Itsukushima, dia juga nurut pada Yume.

 

Kelompok berisikan 9 orang, 9 kuda, dan seekor anjing serigala meninggalkan Altana untuk menuju ke Utara. Saat mereka memasuki Dataran Quickwind, kabut telah menghilang sepenuhnya.

 

Akhirnya Matahari mulai terlihat dan menghangatkan. Ada sedikit awan dan anginnya tidak terlalu kuat untuk seukuran dataran. Tak lama setelah itu, cuacanya menjadi panas.

 

Sebelumnya, Haruhiro dan teman-temannya coba berlatih untuk menunggangi kuda. Yume, yang pernah menunggangi kuda-naga sebelumnya, membuat progress yang bagus. Haruhiro, Ranta, Merry, dan Setora juga bisa melakukan hal yang sama. Sedangkan Kuzaku, kudanya tidak mau membiarkan dia menungganginya.

 

“Mungkin karena aku terlalu besar. Apakah aku terlalu berat?”

 

Saat Kuzaku membelai leher kuda itu, dia tampak puas, jadi sepertinya dia tidak membencinya.

 

“Kau bahkan tak bisa menunggangi kuda? Sungguh tak berguna.”

 

Si Vicky yang berbulu dan tak beralis dengan selera humor yang aneh mengajari Kuzaku cara menunggangi kuda. Dia berasal dari keluarga pengembala kuda, dan bahkan pernah bekerja sebagai sebagai penunggang kuda di daratan utama. Berkat ajarannya yang cermat, Kuzaku berhasil menunggangi kudanya.

 

“Ohh, kudaku mau jalan, dia berjalan. Terima kasih, Vicky-san.”

 

“Harusnya kau berterima kasih pada kudamu, bukan aku, dasar idiot.”

 

Vicky Sand sedikit malu, meskipun dia mengatakan hal penuh kebencian padanya. Untuk seukuran kelompok Prajurit Jubah Hitam, dia bersikap cukup baik.

                                                                                                   

Jika kau lurus ke arah utara sejauh 300 km dari Dataran Quickwind, kau akan dapat melihat Shadow Forest. Dari sana, 150 km ke arah timur, ada sungai besar bernama River of Tears, Irot. Sumber sungai itu berasal dari Pegunungan Kurogane. Mereka hanya perlu menyusuri sungai itu sekitar 100 km atau lebih untuk mencapai tujuan mereka. Itu adalah rute termudah dan terdekat, tapi masih lah sangat jauh.

 

Pertama-tama, mereka berniat untuk menuju ke timur laut dimana Gunung Kanmuri* berada di tengah-tengah Dataran Quickwind. Tentu saja, mereka tak akan mendakinya. Mereka hanya akan berjalan di kaki gunung tersebut dan terus menuju ke timur laut sampai mencapai River of Tears, lalu menyusuri sungai tersebut untuk tiba di Pegunungan Kurogane.

 

Rencananya hanya itu. Mereka tidak yakin dimana musuh berada. Mereka juga akan lebih mudah ketahuan karena banyak orang, dan Dataran Quickwind memiliki sangat sedikit tempat untuk bersembunyi, jadi mereka bisa melihat sesuatu dari jarak yang cukup jauh. Mereka tak tahu apa yang akan terjadi, tapi mereka tetap harus cepat tanggap. Di sini, mereka punya Itsukushima dan Yume yang ahli dalam aktivitas luar ruangan. Kelihatannya Itsukushima akrab dengan Dataran Quickwind, jadi aman untuk mengatakan bahwa mereka punya keuntungan tentang tempat lokasi-lokasi tertentu.

 

Akan butuh waktu sekitar 3 hari untuk mencapai Gunung Kanmuri. Meskipun jaraknya masih sangat jauh, mereka bisa melihat bayangan gunung tersebut dengan jelas pada hari yang cerah, sehingga mereka dapat menggunakannya sebagai titik tenggara.

 

Hari pertama berjalan lancar, tapi tepat setelah tengah hari di hari kedua, Yume menemukan sesuatu.

“Whooo. Hey, Master, lihat, lihat!”

 

Yume sedang menunggangi kudanya sambil menunjuk sedikit ke barat dari utara. Itsukushima menghentikan kudanya, dan melihat ke arah yang ditunjuk Yume.

 

“Hmm, itu...”

 

Mata Haruhiro tidak lah sebagus Yume dan Itsukushima. Tapi dia tetap tahu apa yang Yume tunjuk. Atau lebih tepatnya, mereka semua tahu.

 

“Hah?”

 

Kuzaku memiringkan kepalanya sambil membelai leher kudanya yang sedang menarik muatan.

 

“Pohon?”

 

“Dasar idiot!”

 

Ranta menggeser topengnya di atas kuda.

 

“Gak ada satu pun pohon setinggi itu di Dataran Quickwind, kau tahu. Itu terlalu tinggi dan tipis.”

 

“Kelihatannya objek itu bergerak.”

 

Setora sudah menjadi terbiasa menunggangi kuda. Dia bisa menghentikan dan menyuruh kudanya berjalan semaunya.

 

“Serius nih?”

 

Neal si scout mengerutkan keningnya dan mendecakkan lidah. Kuda Neal berlarian kemana-mana dengan telinga yang bergerak ke kiri dan ke kanan serta lubah hidung yang mengempis dan melebar dengan cepat. Haruhiro cukup yakin bahwa itu lah yang akan dilakukan oleh kuda saat panik.

 

Haruhiro melihat ke kudanya yang juga menggerak-gerakkan telinganya dengan cara yang sama. Dia pernah dengar kalau begini jadinya, akan bagus kalau dia membelai-belai kudanya sambil mengatakan “Ada apa?” atau “Tenang”. Kenapa dia tak melakukan itu? Padahal Kuzaku sudah mulai membelai leher kudanya. Jadi Haruhiro pun menirunya.

 

“Tenang, tenang lah.”

 

“Dan?”

 

Vicky Sand yang berada di atas kudanya terlihat punya kebanggaan dua kali lipat dari yang biasanya.

 

"Apa mahluk yang sangat panjang itu?”

“Raksasa yang ada di Dataran Quickwind.” Gumam Merry.

 

Vicky Sand menyipitkan matanya.

 

“Raksasa?”

 

Pochi si anjing serigala mulai menggonggong dengan panik seperti mengatakan “Astaga, astaga, astaga”.

 

“Pochi!”

 

Itsukushima menegurnya, jadi Pochi segera menghentikan gonggongannya.

 

Neal berkedip-kedip beberapa kali.

 

“...Dia terlihat sangat jauh bagiku, tapi bukankah dia terlalu besar dengan jarak seperti ini?”

 

“Heh,” Ranta mendengus. “Namanya juga raksasa.”

 

“Seberapa besar dia tepatnya?” tanya Vicky pada Itsukushima.

 

Itsukushima menggelengkan kepalanya.

 

“Aku pun tak tahu detailnya. Aku sering melihat mahluk itu sebelumnya, tapi aku tak pernah mendekatinya. Aku tidak berpikir tingginya lebih dari 10 m.”

 

“Selama kita tidak terlalu dekat dengan mahluk itu, maka kita akan baik-baik saja.”

 

Secara mengejutkan ternyata Vicky punya nyali yang tinggi. Itsukushima mengangguk.

 

“Yah, kau benar.”

 

Untuk saat ini, mereka memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan tanpa menghiraukan si raksasa tinggi. Sosok si raksasa masih terlihat sampai hari menjadi gelap, yang mana itu sangat mencekam. Tapi tampaknya si raksasa tidak akan semakin dekat. Mereka saling bergiliran jaga dan tidur selama 5-6 jam. Pada saat Haruhiro bangun, langit sudah penuh dengan awan.

 

“Itu...”

 

Di utara. Ada raksasa yang tinggi dan kurus sedang berdiri. Dia tak tahu apakah si raksasa sedang bergerak atau tidak. Yang pasti, dia ada di sana.

 

“Kayaknya aku sedang bermimpi aneh sekarang, atau kah ini...” kata Kuzaku segera setelah bangun tidur, atau lebih tepatnya setengah tidur.

 

“Ayo cepat pergi.” Desak Itsukushima pada mereka.

 

Tidak ada yang keberatan.

 

“Unyaaa...”

 

Lagi-lagi Yume menemukan sesuatu. Dia dengan cekatan mengendarakan kudanya dan menunjuk ke timur laut.

 

“Ohh, ada satu lagi.”

Timur laut adalah tempat di mana Gunung Kanmuri berada. Mereka kesulitan untuk bisa melihatnya karena itu berada di bayangan Gunung Kanmuri. Namun, jika dilihat lagi lebih teliti, maka mereka bisa melihatnya sedikit lebih jelas. Disana ada bayangan lain yang tampak seperti si raksasa tinggi ramping. 

 

Itsukushima menatap Yume dan mendengus.

 

“Yume, matamu menjadi lebih baik untuk melihat dari kejauhan daripada aku.”

 

“Ini bukan waktunya untuk merasa terkesan!”

 

Sayangnya Tsukomi Ranta tidak lah bagus.

 

Vicky Sand mengangkat salah satu alisnya dan mengalihkan pandangannya ke si Scout, Neal.

 

“Bagaimana menurutmu?”

 

Neal memutar kepalanya.

 

“Tidak tahu.”

 

“Pertanyaannya adalah, apakah mereka mengincar kita?” kata Setora.

 

Tepat sekali. Ketika mata kita diliputi oleh kecemasan dan ketakutan, terkadang kita kehilangan pandangan terhadap sesuatu yang harus kita lakukan, seperti yang dikatakan Setora.

 

“Pertanyaannya sulit banget, ya...”

 

Yume menatap dua raksasa itu bergiliran.

 

“Aku sering sedekat ini dengan mereka sebelumnya. Jadi kupikir lebih baik kita lanjut saja sesuai rencana untuk sementara dan melihat seberapa jauh kita bisa pergi.” Kata Itsukushima

 

Pochi si anjing serigala melolong, dan Yume tertawa.

 

“Pochi ngomong ini ide yang bagus, kan?”

 

Dengan cepat Vicky Sand menyetujui saran Itsukushima. Pria ini mendengarkan orang lain dengan baik dan tegas orangnya. Dia tenang dan tak gampang goyah. Haruhiro pikir ada sedikit orang sebaik dirinya di antara Prajurit Jubah Hitam.

 

Delegasi itu melanjutkan perjalanan ke Gunung Kanmuri sambil mengawasi ke 2 raksasa tersebut.

 

Itu adalah pagi hari yang sudah biasa di Dataran Quickwind, dimana sinar matahri yang menyengat tanpa ampun akan langsung dihilangkan oleh angin sepoi-sepoi di sana.

 

Ada 4 musim di Altana, yang terletak di kaki Pegunungan Tenryu, tapi hampir tidak ada musim di Dataran Quickwind. Hari-hari cerah disana dengan angin yang tak terlalu kuat membuatnya jadi panas, dan ketika angin bertiup dengan kuat, itu sangat nyaman. Saat matahari terbenam, rasanya menjadi sangat dingin. Saat cuaca menjadi buruk, akan ada banyak jenis hal yang tak menyenangkan menimpamu dari berbagai macam arah.

Haruhiro hanya pernah mendengar 1 jenis cuaca khas di Dataran Quickwind, disebut ‘Universal Thunderstorm’. Jika terjadi, meskipun masih tengah hari, dalam hitungan detik akan ada banyak awan gelap berkumpul sampai-sampai membuat cuaca terlihat seperti malam hari, dan ketika angin kencang bertiup, petir akan menyambar seperti hujan. Konon katanya, jika terjadi badai petir di sana, akan sangat sulit untuk bisa bertahan hidup, karena kau bisa tersengat oleh petir kapan saja.

 

Untungnya mereka diberkahi dengan cuaca yang bagus.

 

Tapi Haruhiro bertanya-tanya seberapa lama kah keberuntungannya itu bertahan.

 

Tidak lama setelah tengah hari, Yume menemukan raksasa tinggi ke-3. Si raksasa yang ke-3 kurang lebih berada pada arah yang sama dengan si rakasasa ke-2, tapi jaraknya lebih jauh.

 

Dengan kata lain, ada 1 raksasa di arah barat laut delegasi, dan 2 raksasa di timut laut Gunung Kanmuri.

 

“Kelihatannya lebih baik untuk berpikir bahwa mereka mengincar kita.” Kata Itsukushima.

 

“Bukan lah ide yang bagus untuk terus maju ke arah Gunung Kanmuri, karena hal itu hanya akan membuat kita lebih dekat kepada ke-2 raksasa tersebut.”

 

“Haruskah kita mundur?”

 

Neal menatap Vicky dengan cemas. Tapi sang ketua menggelengkan kepalanya.

 

“Tidak. Kita harus pergi ke Pegunungan Kurogane dan memberikan suratnya pada Raja Iron Kingdom. Mundur sudah keluar dari pertanyaan.”

 

“Aku tahu, aku tahu. Aku hanya bertanya.”

 

Neal mengerutkan kening, dan tampak tidak nyaman.

 

“Jadi? Apa yang akan kau lakukan?”

 

Kita tak bisa mundur, tapi itu adalah usaha yang bodoh untuk terjun langsung ke arah raksasa-raksasa tersebut.

 

“Jika kita pergi ke timur dari sini, kita akan sampai pada Irot*, kan?”  tanya Vicky pada Itsukushima.

 

Tujuan destinasi dari misi ini adalah Pegunungan Kurogane. Tapi, jika mereka pergi ke Irot, setidaknya mereka akan sampai di Pegunungan Kurogane dalam waktu sehari.

 

“Benar.” Itsukushima mengangguk.

 

Vicky Sand pun langsung membuat keputusan dengan cepat.

 

“Kalau begitu...”

 

Mereka pun pergi ke timur.

 

Kuzaku menjadi lebih baik dalam mengendarai kudanya, atau lebih tepatnya dikendarai oleh kudanya. Sedangkan Haruhiro hanya ingin cepat-cepat pergi dari sini dan menjauh dari Raksasa Tinggi secepat mungkin.

 

Namun, tak peduli sekeras apa pun mereka mencoba, ke-3 raksasa itu masih lah tak bisa lepas dari mereka. Raksasa-raksasa tersebut tidak terlihat semakin mendekat, tapi tidak menjauh juga.

 

“Ini tidak pernah terjadi padaku sebelumnya.”

 

Kelihatannya situasi ini pun sangat tak terduga bahkan bagi Itsukushima, yang sangat mengenal Dataran Quickwind.

 

“Mungkin para raksasa mengubah perilaku mereka karena situasi Dataran Quickwind saat ini yang berisikan pasukan besar Orc dan Undead berkeliling di sekitar sini seperti rumah sendiri.”

 

Ras manusia tidak menduduki Dataran Quickwind, tapi membangun kota-kota seperti Damuro di kaki Pegunungan Tenryu. Para Elf menetap di Shadow Forest yang terbentang di depan Dataran Quickwind. Ada yang mengatakan bahwa lingkungan Dataran Quickwind tidak lah memungkinkan untuk diduduki, tapi menurut Itsukushima, bukan itu saja alasannya.

 

Ras Manusia, Elf, Dwarf, dan Orc sangat takut pada Raksasa Dataran Quickwind, yang mampu bergerak menembus awan. Ada banyak anekdot* tentang para Raksasa Dataran Quickwind. Namun, karena Ras manusia kehilangan sebagian besar kerajaan mereka karena dihancurkan, dan Kerajaan Arabakia melarikan diri ke selatan Pegunungan Tenryu, kisah para raksasa jadi terlupakan.

 

(Anekdot adalah cerita singkat yang di dalamnya mengandung unsur lelucon, menarik, dan mengesankan.)

 

“Aku tahu beberapa kisah raksasa yang diturunkan oleh para Elf dan Dwarf. Kelihatannya ras Manusia dan Orc menganggap remeh Raksasa Dataran Quickwind. Kita perlu selalu sadar akan apa sebenarnya Penguasa Dataran Quickwind itu. Dia bukan mahluk seperti kita. Bukan pula Orc atau pun Undead.”

 

Saat matahari terbenam dan malam tiba, mereka jadi tak bisa melihat para Raksasa Tinggi itu. Namun, karena mereka masih bisa melihat para Raksasa saat masih terang, terlalu dini atau bahkan kesalahan besar untuk berpikir bahwa para Raksasa tersebut sudah pergi menjauh.

 

Delegasi itu memutuskan untuk begadang semalaman sambil melanjutkan perjalanan.

 

Itsukushima dan Yume dapat menentukan arah hanya dengan melihat bintang-bintang. Cahaya bulan disini tidak terlalu berguna, dan mereka harus mengarungi kegelapan pekat yang menghalangi kehadiran rekan-rekan lainnya yang bahkan berada tepat di sisi. Kecuali pada saat mengistirahatkan dan memberi makan Kuda sesekali.

 

“Tahan.”

 

Saat itu Fajar, dan Itsukushima menyuruh mereka semua menghentikan kudanya.

 

Itsukushima dan Yume turun lalu merangkak di tanah. Apa yang sedang mereka lakukan?

 

“Kau merasakannya?” kata Itsukushima.

Yume pun segera menyetujuinya.

 

“Ya. Jaraknya cukup dekat, kan?”

 

Vicky Sand juga ikutan turun dari kudanya lalu bertanya pada Itsukushima dan Yume.

 

“Apa yang terjadi?”

 

“Tunggu sebentar.”

 

Itsukushima mengangkat satu tangannya ke udara untuk mendiamkan Vicky Sand. Yume tidak hanya merangkak sembarangan. Dia menekankan kepalanya, atau lebih tepatnya telinga ke tanah. Itsukushima juga berpindah-pindah tempat beberapa kali.

 

“...Ini tidak bagus.”

 

Tiba-tiba si anjing serigala, Pochi, mengonggong-gonggong.

 

“Pochi!”

 

Ketika Itsukushima menegurnya, dia langsung diam.

 

Pada saat itu, Haruhiro juga merasakan sesuatu. Tidak, ini bukan lah sesuatu yang samar seperti ‘sesuatu’. Ada suatu suara. Suara yang rendah namun berat. Seperti suara bass yang berat.

 

Dan mungkin berasal dari timur. Suaranya datang dari arah yang sedang mereka tuju.

 

“...Ada sesuatu yang akan datang.”

 

Ranta terbatuk.

 

Tiba-tiba saja para kuda mulai memberontak dan mengeluarkan suara-suara aneh.

 

“Whoa, whoa, whoa...!”

 

Situasnya terlalu gelap bagi Haruhiro untuk bisa melihat, tapi sepertinya Kuzaku sedang mengalami waktu yang sulit menenangkan kudanya. Haruhiro juga berada pada situasi yang sama.

 

“Hey, hey...!”

 

Dia mengelus-ngelus kepala dan leher kudanya, menarik tali kekangnya, dan berusaha tetap berada di tempat kemudi, tapi kudanya masih terus memberontak dan mencoba melarikan diri.

 

“Kau pasti bercanda denganku!” kata Neal dibarengi suara kudanya.

 

“Dia hilang!” teriak Setora.

 

“Neal...!” panggil Vicky Sand dengan keras, tapi tak ada respon apa pun dari Neal.

 

Pochi mulai mengonggong lagi, tapi Itsukushima membiarkannya.

 

“Semuanya! Turunkan barang-barang kalian dan biarkan kuda-kudanya pergi! Cepat lah!”

 

“Oke...!”

 

Mungkin Merry lah yang pertama merespon. Dia pasti telah turun dari kudanya bahkan sebelum Kuzaku.

 

“Oh, sial...!”

 

“Kuzaku!? Apa kau baik-baik saja?”

 

Haruhiro menurunkan ranselnya dan pelana kuda saat memanggil Kuzaku. Dia pun turun dan menepak bokong kudanya.

 

“Pergilah! Dan hati-hati!”

 

Kuda itu akan berlari bahkan tanpa diberitahu olehnya.

 

“Apa yang akan kita lakukan...!?”

 

Kelihatannya Vicky Sand masih berada di atas Kuda. Kudanya meronta ke sana-sini sedikit, tapi dia tak terguncang meski berada di atasnya.

 

Sungguh gelap.

 

Itsukushima meninggikan suaranya.

 

“Ayo kita berjudi, nyalakan lenternya!”

 

“Mengerti!”

 

Setora segera mengeluarkan lentera dari koper lalu menyalakannya. Semua kuda telah di lepaskan keculi punya Vicky Sand, yang barang bawaannya berserakan di mana-mana. Neal masih belum terlihat di mana pun. Ranta sudah menghunuskan pedangnya. Haruhiro tercengang. Kau tak akan mengerti kenapa dia terkejut, kan? Yume menunjuk ke timur.

 

“Di sana!”

 

Setora mengarahkan lenteranya ke timur. Lentera itu tidak punya reflektor, dan jangkauan cahayanya terbatas. Di balik lingkaran cahaya yang menerangi tanah, ada kegelapan pekat yang kelihatan tidak bisa goyah tak peduli seberapa keras dia dorong atau tarik. Terlalu gelap. Mata Yume mungkin bisa menangkap sesuatu. Tapi bagi Haruhiro, yang bisa dia lihat hanya lah kegelapan. Setidaknya, untuk sekarang.

 

Meskipun dia tidak bisa melihat, dia bisa merasakannya. Suara, dan getaran yang semakin dekat.

 

“Ambil barang sebanyak yang kau bisa!” suruh Haruhiro sambil mengambil barang-barangnya. Memilih untuk bertempur itu sungguh ceroboh, atau lebih tepatnya tidak mungkin. Dia bertanya pada Itsukushima sambil membawa ranselnya.

 

“Ke arah mana kita akan pergi?”

Dia menoleh ke Haruhiro dan hendak mengatakan sesuatu, tapi tiba-tiba berbalik ke timur.

 

“Dekat...!” teriak Ranta.

 

“Nyaa...!”

 

Yume mengeluarkan suara aneh. Vicky Sand menarik kemudi secepat yang dia bisa dan berteriak sambil membalikkan kudanya.

 

“Aku mengerti...!”

 

“Semuanya! Pergi lah duluan...!”

 

Apa yang Kuzaku pikirkan? Dia melaju langsung ke kegelapan.

 

“Aku akan mengurus ini...!”

 

“Oi, idiot...!”

 

Setora coba mengehentikannya. Tapi Setora tidak pindah dari tempatnya. Dia hanya mencoba memanggil Kuzaku untuk berhenti. Hanya karena dia menyuruhnya berhenti, bukan berarti Kuzaku akan berhenti. Setora pasti tahu, kalau akan berbahaya untuk mengejar Kuzaku dalam situasi seperti ini.

 

Kegelapan semakin pekat.

 

Tidak, bukan hanya kegelapan.

 

Haruhiro melihat sesuatu selain kegelapan. Jauh di ketinggian. Ada 2 objek bulat bersinar redup. Posisinya horizontal dari satu ke yang lain. Apa-apaan itu?

 

“Oh, sial...!”

 

Dia dengar suara Kuzaku. Suaranya berasal dari kegelepan pekat di depan sana. Pada saat yang sama, terdengar suara objek keras berbenturan satu sama lain.

 

“!!!”

 

Yume mendongak ke atas kepalanya. Dia terus melihat ke belakang sambil melaju. Ranta juga menoleh ke belakang.

 

“Di sana!”

 

Ada suara pijakan keras yang tak menyenangkan dari arah itu.

 

“Kuzaku!” teriak Haruhiro.

 

“---Kuh... bwah, uhuk, hah.”

 

Ada suara lemah, dia bisa mendengarnya.

 

Dia hidup. Setidaknya, dia masih bernafas, itu sudah cukup. Kuzaku lebih kuat dari kebanyakan orang, dan dia tidak akan mati dengan mudah. Haruhiro pun tak akan membiarkannya mati.

 

“Merry!”

 

Sebelum Haruhiro memanggilnya, Merry sudah mulai berlari. Dia mengatakan sesuatu, tapi Haruhiro tak bisa mendengarnya dengan jelas, dia pikir Merry mengatakan sesuatu seperti Serahkan ini padaku.

 

“Apa ini akan mempan, kah!?”

 

Itsukushima memegang busur dan panah dalam posisi seperti akan dia lepaskan. Apa yang akan dia lakukan? Sudah jelas lah.

 

Itsukushima akan menembak. Apa sebenarnya 2 objek bundar yang bersinar samar di ketinggian sana? Haruhiro punya dugaan kuat yang menurutnya benar.

 

Mungkin objek itu adalah mata. Apakah raksasa tinggi tipis emang punya mata? Dia tidak yakin, tapi dia yakin kalau ke-2 objek itu adalah organ yang pas jika disebut mata si raksasa ini.

 

Dengan kata lain, ada kepala raksasa ramping setinggi itu, dan mempunyai sesuatu seperti mata. Itsukushima mencoba menyerangnya dengan panah. Yume pun ikut menaruh panahnya di busur.

 

“Yume juga ikut...!”

 

“Aku juga---!”

 

Sebelum Ranta bisa beraksi, Itsukushima menembakkan panahnya. Tidak hanya 1. Dia menembakkan beberapa panah secara berurutan. Yume mengikuti gerakan Itsukushima. Sungguh kecepatan yang mengerikan. Kedua Hunter itu menembakkan panah satu per satu pada sudut yang hampir tepat satu sama lain. Lintasan panah-panahnya tidak terlihat jelas oleh Haruhiro. Panah meluncur ke atas. Hanya itu yang bisa dia lihat. Suara aneh dan getarannya tiba-tiba berhenti. Tidak, ada suara lain yang menggantikannya.

 

“MOOOOOOOOOOOOOOO”

 

Terdengar suara seperti sapi besar atau teriakan mahluk raksasa. Arahnya berasal dari langit. Di atas. Mungkinkah itu suara si raksasa tinggi tipis?

 

“Mempan, kah!?”

 

Sulit untuk menjawab pertanyaan Ranta. Haruhiro juga ingin tahu itu.

 

“Oke, mumpung ada peluang, ayo lari!”

 

Vicky Sand mencoba membuat kudanya melaju, tapi berhenti ketika melihat Itsukushima dan Yume mati-matian menembakkan panah terus.

 

“Hmm!”

 

Jika mereka tidak membuat Itsukushima dan Yume menahan si Raksasa Tinggi, maka mustahil unutk kabur dari sini. Dengan kata lain, agar bisa kabur, mereka harus mengorbankan 2 orang itu. Vicky Sand belum memberi perintah untuk melakukan itu. Tindakannya sangat mirip dengan Haruhiro. Dia sungguh pria yang baik. Namun, dia tetap tidak bisa menghindari pertanyaan tentang apa yang harus dilakukan sekarang.

 

“Berikan itu padaku!”

 

Haruhiro merebut lentera dari Setora dan mulai berlari. Pada akhirnya, jika kau tidak bisa melihat lawanmu dengan jelas, maka kau tak akan bisa melakukan apa-apa.

 

Dia membayangkan kalau cahaya lenteranya akan menerangi sosok si raksasa perlahan-lahan untuk mengungkapkan seperti apa bentuknya, tapi yang terjadi selanjutnya berada di luar dugaannya.

 

“MOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO”

 

Ini terlalu tiba-tiba. Ada dinding di depan mata Haruhiro. Terbuat dari apa? Itu tidak terlihat mengkilap atau pun halus. Mungkinkah terbuat dari batu? Kalau dilihat sih seperti kayu. Tapi dinding tersebut tidak memiliki tekstur tanaman. Kalau gitu apa dong? Dia kebingungan. Apa pun itu, intinya Haruhiro tidak pernah melihat sesuatu seperti ini. Dia tidak begitu tahu apa warna dinding itu. Atau lebih tepatnya, dia sama sekali tidak tahu. Apa deskripsi yang pas tentang warna dinding tersebut? Bukan putih, hitam, merah, biru, kuning, hijau, atau pun cokelat. Itu adalah warna yang sepertinya tak punya nama.

 

Haruhiro mengangkat lenteranya ke atas. Dinding tersebut menjulang dan terus menjulang jauh ke atas sana. Sungguh dinding yang sangat tinggi.

 

“...Apa!?”

 

Ada sesuatu yang jatuh. Dengan cepat Haruhiro menghindarinya. Akhirnya sesuatu itu jatuh ke tanah.

 

Panah api.

 

Pasti itu berasal dari busur Itsukushima atau Yume. Tidak mungkin tidak benar.

 

Panah itu jatuh secara vertikal. Salah satu dari mereka melepaskan panah namun dipantulkan oleh sesuatu. Dan kebetulan saja jatuh ke arah Haruhiro.

 

Kupikir itu lah yang terjadi. Jadi? Apa yang harus kulakukan? Berpikir lah. Tidak, aku tidak bisa. Aku tak punya waktu untuk memikirkan itu. Aku harus mengambil keputusan dengan cepat.

 

Setelah Haruhiro baru saja memikirkan itu, atau sebelum, sesuatu terjadi.

 

Dindingnya terangkat ke atas. Gerakannya tidak cepat, namun tidak lambat juga. Tidak ada banyak suara saat dindingnya terangkat. Haruhiro membuka mulutnya lebar-lebar karena tercengang. Dia hanya melongo. Dia tidak melongo tanpa alasan, dia hanya terlalu terkejut.

 

“Oh, sial...!”

 

Dia bertanya-tanya seberapa tinggikah dinding tersebut telah terangkat. Segera setelah hilang dari pandangan, dindingnya mulai jatuh ke bawah. Ada sesuatu yang salah disini. Sebelum terangkat ke atas, dindingnya tampak seperti menara bagi Haruhiro. Namun, dinding tersebut terjatuh. Tepat dari atas. Itu sudah tidak bisa disebut dinding lagi. Sebuah objek yang sangat besar, yang mungkin merupakan bagian dari si Raksasa Tinggi, seperti kakinya, menjulang di atas kepala Haruhiro.

 

“Ah...!”

 

Haruhiro kembali sadar dan langsung berlari sekuat tenaga. Pikirannya dipenuhi dengan, Oh sial, kelihatannya aku akan diinjak, gepeng, lalu benar-benar hancur, dan mati.

 

Tubuhnya terangkat dari tanah seolah-olah didorong ke atas, lalu dia baru merasakan sentakannya. Mungkin urutan yang benar adalah kebalikannya. Tapi entah kenapa Haruhiro merasa seperti itu.

 

“Whoa...!”

 

Bukan hanya Haruhiro yang terangkat. Tanah dan yang ada didalamnya juga ikut terangkat. Sejumlah besar kerikil pun ikutan terangkat. Mereka semua melayang ke atas, atau lebih tepatnya, mereka terbang ke atas seperti di muntahkan.

 

Jadi dia tidak di injak. Karena dia tidak terinjak, artinya dia behasil menghindari serangan langsung. Di tengah-tengah badai debu dan pasir, Haruhiro merasa sedikit pening, tapi dia berhasil mendarat dengan kakinya. Ketika berbalik, dia tidak melihat dinding, atau pun kaki si Raksasa Tinggi itu.

 

“Eh, serius nih...?”

 

“Lari...!” teriak seseorang, lalu menambahkan, “Atau kau akan mati...!”

 

Kelihatannya itu adalah Ranta.

 

Pada saat itu, yang bisa Haruhiro pikirkan hanyalah pertanyaan apakah si Raksasa akan melakukan hal yang sama seperti tadi. Ranta telah mengatakan padanya untuk lari. Benar. Mereka harus lari. Mereka wajib lari. Jika tidak, maka mereka akan benar-benar diinjak kali ini. Dia berlari menembus kabut debu. Haruhiro memegang lenteranya dengan erat di tangannya. Bahkan jika dia punya lentera di tangannya, dia tak punya waktu untuk melihat ke belakang atau pun ke atas. Hanya dengan cahaya bersinar terang di dekatnya membuat perbedaan yang cukup besar pada mentalnya. Hal tersebut cukup membuatnya nyaman.

 

“Oh...”

 

Pada saat yang sama ketika sentakannya datang, lagi-lagi tubuhnya terangkat ke atas. Tapi dia berada dekat pada tanah daripada yang pertama kali. Kelihatannya ada batu atau sesuatu yang lain menubruknya dan merusak sisi lenteranya. Cahaya apinya mulai melemah. Berbagai macam objek menubruk Haruhiro, tapi itu tidak terasa sakit, namun dia tetap tidak bisa menahan perasaan kalau dia sedang berada dalam masalah besar sekarang. Ini benar-benar masalah serius, kan?

 

Akhirnya dia mendarat. Sejujurnya dia tidak tahu bagaimana dia bisa jatuh ke tanah karena dia bahkan tidak tahu sedang berada dalam posisi seperti apa. Cahaya lenteranya sudah hilang. Jadi Haruhiro berada dalam kegelapan total.

 

Dia tidak mati. Dia masih hidup. Dia yakin akan hal itu.

Haruhiro langsung bangun dan mulai bergerak maju. Dia tidak yakin apakah akan baik-baik saja jalan ke arah ini. Dia tahu apa yang membuatnya memilih ini. Itu karena insting. Apakah Haruhiro sedang merangkak? Berjalan? Berlari? Melompat-lompat? Dia tidak tahu, tapi setelah maju beberapa saat, sentakannya datang lagi, dan dia diterpa oleh kumpulan kerikil dan pasir. Tapi Haruhiro tidak mati. Sepertinya dia tidak kena injakan si Raksasa.

 

Apakah dia sedang berada di udara? Setidaknya dia tidak berada di tanah.

 

Haruhiro punya firasat tentang apa yang akan terjadi. Bahkan tanpa berpikir, tangan kanannya langsung menghunuskan belati dengan sendirinya.

 

Dia akan menginjakku. Tidak, tunggu.

 

Haruhiro mengingatkan dirinya. Dia mulai mempraktekan apa yang telah dia rekonstrusikan yaitu membiarkan dirinya hampir bertabrakan dengan objek besar dan keras itu lalu langsung menempel padanya di detik-detik akhir dengan menusukkan belatinya agar tidak terjatuh. Akan lebih baik jika dia memposisikan tangan, kaki, dan pinggulnya seperti ini. Haruhiro tahu itu dari pengalaman.

 

“Ahhhhhh...!”

 

Dia tidak bisa melihat apa pun. Mungkin telinganya sudah tuli, namun dia masih bisa mendengar sesuatu meskipun sangat samar. Tapi ini semua adalah hal yang Haruhiro sudah duga.

 

Sungguh gerakan naik turun yang mengerikan. Dia selalu terkena sentakan luar bias setiap kali itu terjadi.

 

Aku terkejut masih belum terjatuh.

 

Haruhiro sangat bersyukur karena bisa menancapkan belatinya ke situ. Dia kagum terhadap kenyataan bahwa dia bisa cepat menemukan posisi di mana jari tangan dan kakinya bisa di tempati dengan aman. Jika longgar, dia akan mengeratkannya lagi. Bahkan jika terlepas, dia mencoba yang terbaik untuk menempatkan dirinya ke sana lagi memakai cara apa pun itu.

 

Kupikir aku telah yang terbaik. Jika tidak, maki pasti aku sudah terjatuh daritadi.

 

Dia ingin tahu keadaannya teman-temannya. Apakah mereka aman? Bagaimana kabar mereka? Tapi pada saat-saat seperti ini, dia harus fokus terhadap masalahnya sendiri.

 

Ranta, Yume, Setora, dan Itsukushima ada di sini, jadi ini akan baik-baik saja, pikirnya sekilas.

 

Teman-temannya akan bisa melalui ini. Untuk saat ini, dia hanya harus menemukan celah untuk bisa turun dari sini hidup-hidup.

 

Tunggu dulu, kenapa berhenti?

 

Si Raksasa Ramping yang sedang Haruhiro tempeli dengan putus asa agar tidak jatuh dari sana mungkin sedang menghentak-hentakkan kakinya beberapa saat yang lalu. Sekarang berbeda. Gerakan naik turunnya melambat. Sentakannya pun semakin lemah.

 

Mungkin si Raksasa sedang berjalan.

 

Apakah dia sedang mencoba pergi dari tempat awal?

 

Atau kah dia sedang mengejar delegasi yang sedang kabur?

 

Kelihatannya si Raksasa sedang berjalan santai, karena Haruhiro dapat berpikir seperti itu.

 

Tapi Haruhiro tetap tidak membiarkan penjagaannya turun. Ada banyak sekali ucapan emas di dunia ini, tapi hanya sedikit yang sebaik seperti ‘selalu berjaga-jaga’. Meskipun mereka mengetahui itu, tapi mereka cenderung membiarkan penjagaannya turun, dan saat itu lah kesalahan akan dibuat.

 

Itu lah sebabnya dia tidak membiarkan penjagaan turun, dan melihat-lihat ke sekeliling dengan hati-hati sekeras yang dia bisa. Terlalu gelap. Jadi dia tidak bisa melihat apa-apa, bahkan bulan sekalipun. Kegelapan pekat terus menjulang di depan matanya.

 

Haruhiro menduga bahwa dia sedang menempel di kaki si Raksasa. Dia hampir yakin akan hal itu. Kaki. Sebenarnya itu apa? Seberapa panjang sih kaki si Raksasa? Bagian kaki apa yang sedang Haruhiro tempeli? Si Raksasa Ramping menghentakkan kakinya ke tanah. Mungkin si Raksasa juga punya lutut dan struktur kaki seperti manusia. Haruhiro menduga bahwa dia sedang menempel di bagian bawahnya. Mungkin di sekitar pergelangan kakinya. Kalau ketinggiannya sih tidak terlalu tinggi. Mungkin hanya beberapa meter. Keadaannya gelap total, jadi dia tidak bisa mengatakannya dengan pasti.

 

Gawat.

 

Dia sungguh tidak tahu apa yang harus dia lakukan, dia pun tahu sedang berada dalam masalah serius. Sulit untuk bisa terlepas dari kaki si Raksasa. Jika dia lakukan, segera setelah berhasil, maka mungkin saja dia akan tertendang atau pun terinjak, atau juga terluka parah karena ketinggian yang tidak seperti yang dia duga. Mungkin dia akan terjatuh lalu mati begitu saja.

 

Dia hanya bisa memikirkan teman-temannya. Mengapa si Raksasa mulai berjalan menjauh? Mungkin saja karena dia sudah menginjak-nginjak semua temannya jadi dia tak punya alasan untuk tinggal di sana. Jika itu yang terjadi, maka Haruhiro hanya sendirian. Dia lah satu-satunya yang ber tahan hidup. Oh, tapi bagaimana dengan Merry, yang sudah pernah pernah mati, dan hidup lagi?

 

Bukankah Jessie mengatakan sesuatu tentang itu?

 

Aku jadi sulit mati saat sudah hidup kembali.

 

Sepertinya dia ingat Jessie mengatakan itu. Haruhiro pikir Merry pun sama.

 

Si Raksasa terus lanjut berjalan. Tubuh Haruhiro terombang-ambing oleh gerakan kakinya. Tapi Jantungnya bahkan lebih parah dari itu.

 

Lagi, dan lagi.

 

Ayo berhenti saja lah. Aku mending jatuh saja. Hidup atau mati tidak penting lagi. Mungkin teman-temanku sudah mati. Mungkin ada yang bertahan hidup. Semisal Merry. Tapi aku tidak berpikir mereka semua baik-baik saja. Aku lelah. Kupikir ini sudah cukup. Aku tak perlu bekerja keras lagi. Aku ingin ini berakhir.

 

Haruhiro itu lemah. Dia hanya orang biasa. Dia ingin membuang semuanya dengan cepat. Kau tak bisa menyalahkannya. Jadi? Apa yang harus dia lakukan setelah mengakui kelemahannya?

 

Dia hanya harus bertahan.

 

Tidak, tidak, tidak, aku tidak bisa, aku tidak bercanda, aku tidak bisa, sungguh mustahil, aku sudah mencapai batasku, aku bahkan telah melewati batasku, apa sih yang sedang kulakukan? Aku lelah, aku tak mau meneruskan ini, aku hanya ingin ini berakhir secepat mungkin.

 

Aku lelah, aku gak mau ngelanjutin ini. Mending aku depresi saja. Aku tahu maksudmu, Haruhiro. Rasanya aneh merasakan simpati pada dirimu sendiri, tapi itu membuatku lebih mudah untuk menjadi depresi, jadi biarkan saja. Jika kau hanya diam saja, setidaknya kau akan mendapatkan beberapa hasil. Bahkan jika itu buruk, setidaknya ini akan berakhir.

 

Tidak, tapi, kau tahu?

 

Aku kan tidak melihat teman-temanku terbunuh di depan mataku.

 

Jadi mungkin tak ada yang mati.

 

Bahkan jika aku telah kehilangan seseorang, dan rasanya sangat menyakitkan, tapi meskipun hanya ada salah satu temanku masih hidup, maka aku tak punya pilihan selain terus hidup. Selama aku masih punya perasaan itu, kupikir tak akan masalah jika aku terus bertahan seperti ini. Selama aku masih punya perasaan itu, maka aku tak akan menyerah meskipun ingin.

 

“Whoa...” suaranya terputus.

 

Keadaannya semakin terang, meskipun hanya sedikit. Langitnya terlihat semakin memutih. Setelah keadaannya telah cerah, malam yang gelap total itu langsung menghilang tanpa sisa.

 

Di bawah. Haruhiro sedang menempel pada bagian bawah kaki si Raksasa. Dia sudah menduga itu. Ketika kaki si Raksasa menginjak tanah, tinggi Haruhiro dari tanah hanya 2 meter.

 

Kelihatannya si Raksasa juga hanya punya 2 kaki. Haruhiro menempel pada bagian luar kaki kir si Raksasa.

 

Sepertinya aku bisa turun.

 

Jika dia berada pada bagian dalam atau depan kaki si Raksasa, maka itu akan berbahaya, tapi jika dia berada pada bagian luar, maka itu relatif aman.

 

Meskipun begitu, si Raksasa memang sangat lah besar. Tidak ada batasan yang bisa dia nilai pada ukuran si Raksasa. Ukurannya terlalu besar untuk bisa dia terka seberapa besar ukuran tepatnya.

 

Apakah tempat yang sedang Haruhiro tempeli adalah kulit luar si Raksasa? Aneh. Teksturnya keras seperti batu, tapi bukan hanya itu. Ada perasaan elastisitas yang aneh, dan meskipun tidak terlalu basah, ia bisa merasakan kelembapan dari si kaki Raksasa. Harusnya kaki ini terasa dingin karena terpaan angin dingin pada malam hari di Dataran Quickwind, tapi rasanya tidak dingin sama sekali. Karena mahluk ini bisa bergerak, itu berarti dia adalah mahluk hidup. Apakah dia memiliki suhu tubuh?

 

“...Bukankah ini buruk? Bahwa mahluk seperti ini eksis?”

 

Haruhiro mencabut belatinya dari kulit luarnya pada saat si Raksasa menginjakkan kaki ke tanah.

 

Maaf karena aku telah menusukmu.

 

Dia meminta maaf dalam hati.

 

Dia bertanya-tanya apakah si Raksasa bisa merasa sakit. Pastinya belati Haruhiro tidak membuatnya merasa sakit. Namun, perasaan bahwa Raksasa Ramping perlu ditakuti telah tumbuh dalam benak Haruhiro. Ras Manusia, Elf, dan Orc perlu mengetahui posisi mereka. Kau harus bersyukur jikalau si Rakasa tak mengincarmu ketika memasuki Dataran Quickwind. Mereka harus berhati-hati untuk tidak melakukan apa pun yang mengganggu para Raksasa itu.

 

Haruhiro berguling pada saat dia mendarat. Dia berguling beberapa kali untuk meninggalkan lokasi. Ketika dia bangun, si Raksasa Ramping sudah berada pada jarak puluhan meter jauh darinya.

 

“Jadi... begitu...”

 

Sekali lagi, dia tercengang.

 

Langit di timur berubah menjadi semakin putih, dan menjelang fajar, dia sudah bisa melihat garis-garis pohon Dataran Quickwind yang menjulang tinggi ke langit serta padang rumput sejauh mata memandang. Si Raksasa Ramping yang sedang berjalan membelakangi Haruhiro mungkin berada pada jarak 100 meter atau lebih. Bahkan dari kejauhan, Haruhiro tak bisa mengatakan mahluk apa itu. Tidak, itu adalah raksasa. Dia punya 2 tangan, 2 kaki, dan sesuatu yang tampak seperti kepala. Tapi dia tak pernah menyangka bahwa si Raksasa adalah mahluk humanoid. Dia bisa melihatnya, tapi entah kenapa dia tak bisa mendeskripsikannya.

 

Suara hentakkan kakinya sangat berisik sampai-sampai membuat seluruh tubuhnya gemetaran karena ketakutan. Itu adalah kehadiran yang luar biasa, tapi terasa seperti ilusi.

 

Raksasa itu tidak nyata, dan dia hanya melihat bayangannya di mimpinya. Haruhiro terperangkap dalam perasaan yang aneh.

 

“Aku ingin tahu apakah aku masih hidup.”

 

Haruhiro merosot ke tanah. Begitu dia duduk di tanah, dia tak bisa menahan keinginan untuk berbaring.

 

“Oh, dinginnya...”

 

Rumput lembab bukan lah tempat tidur terbaik, tapi tetap saja, dia lebih memilih untuk berbaring ketimbang duduk. Saat dia berbaring di sana, Haruhiro mencoba mengkonfirmasi posisi dia berada. Timur, matahari akan segera terbit dari cakrawala. Jika begitu, maka barat berada pada arah sebaliknya, utara ada disana, dan selatan berada pada arah sebaliknya juga.

 

“Yang berarti...”

 

Bayangan yang tampak seperti Gunung Kanmuri terlihat di arah tenggara. Sedangkan si Raksasa menuju ke arah barat laut.

“Whoa, aku... baru saja terpindah jauh ke utara...”

 

Itu karena mahluk raksasa itu. Kecepatan berjalan si Raksasa tidak bisa dibandingkan dengan mahluk kecil seperti manusia. Dalam beberapa jam, mereka mungkin bisa berjalan 100 km atau lebih dengan mudah.

 

“Aku... tersesat.”

 

Haruhiro menatap ke langit biru dan tertawa. Tak ada yang aneh. Tak ada yang lucu tentang itu. Tapi tidak ada yang bisa dia lakukan selain tertawa.

 

“Sekarang apa yang harus lakukan?”

 

Haruhiro menutup matanya. Dia tak bisa memikirkan apa-apa. Tubuh dan pikirannya lelah. Pada saat-saat seperti ini, bahkan jika kau paksa otakmu untuk berpikir, kau tidak akan bisa mendapatkan ide yang berguna.

 

Tak masalah. Pikir Haruhiro. Aku tidak perlu berpikir. Mending istirahat aja sebentar dulu. Lagian juga aku gak bisa diam saja terlalu lama.

 

Seperti yang sudah di duga. Haruhiro pun bangun pada saat matahari terbit.

 

Dia mendapatkan dirinya memikirkan banyak hal saat melihat pemandangan ini, seperti, hari lain yang cerah lagi, anginnya tidak buruk. Dia bersyukur, dan kelihatannya tidak ada hewan buas di sekitar. Mood-nya sudah rendah, tapi tidak pada tingkatan yang paling rendah.

 

“Tenanglah.” Kata Haruhiro. “Ayo pergi ke...”

 

Setelah itu, dia hanya mengulangi perkataannya.

 

Aku bukan lah orang yang percaya diri seperti Ranta. Aku tidak bisa menjadi sesuatu yang tidak sepertiku, dan kupikir aku tak perlu melakukan itu. Apalagi dalam situasi seperti ini, pertanyaan saat ini lebih ke apakah aku masih bisa seperti diriku yang biasa atau tidak.

 

“Mungkin, tapi...”

 

Ada botol air di ranselnya. Ada juga makanan portabel seperti pangsit. Haruhiro meminum air botol nya dan mengisi perutnya dengan makanan portabel itu. Kemudian dia berjalan ke Selatan.

 

Dia tidak optimis, maupun pesimis. Dia melihat ke sekeliling, dan memekakkan telinganya, dan sesekali melihat Raksasa Ramping di kejauhan, tapi dia berjalan dengan kecepatan biasa.

 

Sudah 3 jam sejak dia mulai berjalan.

 

“Hah...?”

 

Pada awalnya, Haruhiro hanya menganggap itu sebagai bayangan kecil biasa, tapi sekarang tampak seperti sebutir kacang yang bergerak.

 

Mungkin itu binatang. Kelihatannya dia berlari mengarah padanya dari arah yang sedang dia tuju sekarang.

Matahari bersinar sangat terang. Dia meletakkan tangannya di atas kepala dan menatap ke arah bayangan itu. Tak salah lagi. Semacam mahluk tertentu bergerak ke tempat Haruhiro berada.

 

Haruskah aku lari?

 

Haruhiro dengan cepat melihat ke sekeliling. Tapi dia hanya bisa tempat datar sejauh mata memandang. Tidak ada pohon-pohon didekatnya yang bisa dia gunakan sebagai tempat sembunyi.

 

Gawat.

 

Dia mengambil nafas pendek.

 

Kurasa aku harus melakukan sesuatu selain lari dan bersembunyi kali ini. Jika aku tidak melakukan apa-apa, maka tentu saja tak akan ada yang terselesaikan.

 

Dia menghunuskan salah satu belatinya, tapi mahluk itu menggonggong padanya.

 

Woof, woof, woof.

 

Awooooooooooooo.

 

“Itu...”

 

Suaranya terdengar seperti anjing dan serigala.

 

“Jangan-jangan...”

 

Sejujurnya, Haruhiro tidak tahu apakah yang dia lihat adalah ilusi atau bukan. Tapi ketika mahluk itu semakin dekat, wujudnya semakin jelas.

 

Warna bulunya campuran dari abu-abu, cokelat, dan kekuningan, serta terlihat sangat lembut.

 

Mungkin itu adalah serigala.

 

Tak peduli dilihat darimanapun, itu kelihatan seperti serigala.

 

Tapi meskipun terlihat seperti serigala, tapi itu salah, itu adalah anjing serigala.

 

Si anjing serigala berhenti pada jarak 5 meter darinya dan menggonggong padanya. Kelihatannya dia tak punya niat untuk mendekat lebih dari itu. Anjing serigala ini tidak tertarik pada orang yang tidak terlalu dia kenal.

 

“Pochi.”

 

Haruhiro hanya bisa tertawa. Matanya mulai membasah, tapi untungnya tidak sampai membuatnya menangis.

 

Pochi berbalik dan mengarahkan ekornya pada Haruhiro. Dia berjalan beberapa langkah, lalu membalikan kepalanya dan menggonggong lagi.

 

“Ikuti aku...?” tanya Haruhiro.

Pochi pun meresponnya dengan gonggongan pendek.

 

“Aku sungguh berterima kasih padamu, Pochi. Kau seperti penyelamat bagiku.”

 

Entah dia mendengar ocehan Haruhiro atau tidak, Pochi mempercepat langkahnya.

 

Sungguh hal yang bagus Pochi bisa menemukannya. Karena Haruhiro tidak ingin tertinggal, dia pun mulai berjalan cepat. Anehnya, kecepatan ini tidak terlalu membebani Haruhiro, bahkan bisa dibilang hampir pas.

 

“Kau pengertian juga, ya, Pochi?”

Komentar