Bab 9: Cukup Menyakitkan

“Ituuuu…!” Terlihat suatu kilatan ungu menari-nari dengan liar saat Kimura berteriak. “Kekuatan yang menakutkaaaaan...! Dari reliiiiik...!”

 

“Dia memakai pedang dan armor iblis, Aragarfald?!” kata Ranta dengan tercengang sambil menebas salah satu Specter, lalu berlari melewatinya, dan si Specter pun meledak. “Renji menemukan relik itu di Benua Merah!”

 

Jumlah peluru yang datang telah menurun secara drastis, atau lebih tepatnya hampir tidak ada.

 

“Tokimune-san!” desak Haruhiro. Aku tidak perlu memberitahunya lagi, pikirnya begitu dia telah mengatakan itu. Tapi Tokimune bukan lah tipe orang yang bersikap seperti "Aku tidak butuh kau untuk mengatakan itu padaku!"

 

"Ya!" Dengan giginya yang berkilatan seputih mutiara, Tokimune mulai mendorong lagi. “Sekarang lah kesempatan kita! Ayo maju, kawan-kawan!”

 

Apakah Tokimune sudah mengantisipasi ini? Mengantisipasi bahwa Shinohara, Renji, dan yang lainnya akan datang membantu mereka?

 

Karena pembukaan kunci yang disinkronkan berhasil, maka artinya tim B berhasil memasuki Koridor. Namun, jika tim A berakhir kesulitan, maka tim B juga pasti akan kesulitan. Pemikiran itu merupakan asumsi yang wajar. Tidak kecil kemungkinannya bahwa kedua tim akan tersudut di Koridor oleh musuh. Jika Tokimune mengandalkan dukungan dari tim rute B, maka artinya dia terlalu optimis.

 

Tapi semuanya bisa berjalan seperti ini karena tim A berhasil bertahan selama ini.

 

Haruhiro telah terjebak dalam pikiran, Oke, kita sudah berada pada ambang batas kita, jadi mustahil kita akan terus melaju. Meskipun dia mungkin tidak panik, tapi dia merasa tersudutkan. Jika Haruhiro lah yang memimpin, maka pastinya dia akan tim A mundur sebelum Renji dan yang lainnya bisa mencapai mereka.

 

Di bawah kepemimpinan Tokimune, tim A coba terus mengatasi para Specter yang berdatangan sambil membuka jalan mereka di kegelapan sedikit demi sedikit, dan terus melaju.

 

Tiba-tiba, petir ungu itu menghilang.

 

“Ron.”

 

“Aw, yeahhhhh!”

 

Si Warrior berambut cepak yang muncul dari samping memiliki lentera yang diikatkan di pinggang, dan memegang pedang besar mirip pisau pemotong daging raksasa. Ron. Ketika si Warrior Tim Renji itu mulai mengayunkan senjatanya ke bawah, ada suara irisan yang mengerikan bergema di Koridor.

 

Apa yang berhasil dia tebas? Pion? Atau kah Haunt? Atau mungkin golem yang berukuran kecil?

 

Apa pun itu, tidak banyak hal yang tidak bisa dipotong oleh pisau daging yang dibawanya. Ketika dia sudah selesai mengayunkannya, senjata Ron terkubur jauh di dalam lantai. Apa yang dia rencanakan untuk bisa melepaskannya?

 

Ron mencengkeram gagang senjata raksasanya dengan kedua tangan lalu menggoyang-goyangkannya dengan paksa. Ketika dia melakukan itu, pedangnya berasil terlepas dari lantai, lalu dia pun mengayunkannya lagi ke bawah. Menebas. Kali ini tebasannya secara diagonal, dan bilahnya menghantam ke dinding, bukan ke lantai.

 

Ron menarik pisau pemotong daging rakasanya dengan paksa dari dinding sambil menggerutu, yang mana menyebabkan puing-puingnya bertebaran ke segala arah.

 

"Dia super-duper kuat, ya!" Yume terkesan. Memang benar, tapi Haruhiro hanya bisa bingung dengan kalimat "super-duper" yang Yume katakan tadi.

 

“Zeel, mare, gram, tera, kanon.”

 

Ada suara lantunan. Mantra? Ada bola-bola keputihan beterbangan dari depan sana, mungkin jumlahnya ada lima, sepuluh, atau bahkan lebih dari itu, dan bola-bola itu tidak beterbangan dengan acak. Masing-masing dari mereka melaju ke arah para Shadow, Haunt, atau sesuatu yang lain.

 

“Geh-boffah! Sungguh banyak sekali Ice Globe-nya, dan dengan kontrol yang begitu sempurnaaa...!” teriak Kimura. Ketika bola-bola keputihan itu mengenai musuh, tubuh mereka berhenti seolah membeku. Mungkin mereka tidak bisa bergerak tak peduli sebetapa kerasnya mereka mencoba.

 

"Jess, yeen, sark, fram, dart."

 

Lebih banyak sihir datang lagi. Kali ini adalah sebuah sambaran petir.

 

"Lightning! Yee-hawww!” sorak Kikkawa. Haruhiro tidak akan menari-nari riang seperti Kikkawa, tapi memang sihir itu sungguh mengesankan. Sihir petir itu melaju di antara musuh-musuh yang telah dibekukan oleh bola-bola keputihan tadi, dan seolah-olah ada rantai yang tersambung di antara mereka, mereka pun disetrum oleh petir itu.

 

Meskipun Haruhiro tidak tahu bagaimana cara kerjanya, pasti ada maksud untuk menggunakan mantra Ice Globe dan Lightning secara berurutan seperti itu.

 

Haruhiro tidak bisa melihat pria itu dari sini, tapi Tim Renji memiliki seorang Mage berkacamata bingkai hitam. Adachi. Pasti dia lah dalang yang melakukan semua ini.

 

“Rah!” Ron mengiris beberapa musuh lagi dengan pedangnya. Dan ketika sudah selesai dengan senjatanya terbenam di lantai lagi, dia tidak mencoba untuk mencabutnya agar terus melanjutkan serangan. “Cuma ini saja? Bahkan sama sekali tidak menantang.”

 

Kelihatannya Ron sedang berdiri di ujung jalan yang lurus ini. Ada belokan ke kiri di sisinya.

 

Ketika kelompok itu menghampirinya, mereka terkejut melihat Renji sedang duduk bersandar di dinding dengan kaki disilangkan, dan pedang besar tergeletak di pangkuannya dengan tangan dilipat, serta mata tertutup.

 

“Oi...” Ranta terlihat hendak mengatakan sesuatu, tapi Ron mengangkat bahunya.

 

"Setelah dia melakukan itu, maka dia perlu istirahat sebentar."

 

“Setelah dia menggunakan kekuatan relik? Jadi begitu..." Kacamata Kimura berkilat dan dia pun mengangguk.

"Apa yang akan terjadi jika dia tidak melakukan itu?" tanya Tokimune.

 

Ron mengerang dan berpikir sedikit sebelum menjawab, "Mati mungkin?"

 

"Hah?" Haruhiro terdiam.

 

“Ma...” Kuzaku menghentikan perkataannya di tengah-tengah, lalu tertawa. "Kau sedang bercanda, kan? Maksudku, mati itu terdengar sedikit berlebihan…”

 

"Yah, aku pun sebenarnya tidak tahu apa yang akan terjadi," kata Ron, lalu menambahkan, "Bukannya dia mau juga," katanya sambil tertawa lemah. "Tapi jika Renji harus istirahat seperti ini, maka pastinya itu adalah perihal yang sangat serius."

 

“Kimura. Tokimune.” Terdengar suatu suara dari kiri.

 

Haruhiro menoleh ke arah sana, dan terlihat seorang priest kecil sedang membawa lentera dan seorang mage berkacamata hitam berdiri di sana. Chibi-chan dan Adachi. Uh, semua tentara sukarelawan memanggilnya Chibi-chan karena dia kecil, tapi apakah baik-baik saja? Memanggilnya begitu?

 

"Jika tidak ada masalah lagi, ayo lanjut."

 

Sudah jelas, kalau Haruhiro juga tidak mengingat Adachi. Mereka tidak berkesempatan banyak untuk bisa bertemu, jadi kelihatannya mereka berdua tidak pernah benar-benar berinteraksi. Haruhiro memiliki kesan bahwa Adachi sulit 'tuk di ajak bergaul. Dia juga adalah mage yang unik.

 

“Kalian semua bisa simpan terima kasih kalian karena telah kami selamatkan sampai semua ini berakhir. Aku tidak ingin membuang-buang waktu. Renji, kau sudah siap untuk lanjut, kan?”

 

"Ya." Renji berdiri. Dia memberi isyarat dengan dagunya, seperti menandakan sesuatu pada Haruhiro dan yang lain. Pergi lah, mungkin.

 

Dia bisa saja mengatakannya dengan langsung. Kenapa dia tidak mengatakannya?

 

“Terima kasih,” kata Tokimune sambil mengedipkan salah satu matanya dan menepuk bahu Renji. Keberaniannya sungguh luar biasa. Hal itu membuat Haruhiro merasa kecil dan kesal juga karena membiarkan hal-hal kecil seperti itu mengganggunya.

 

Setelah merenungkannya sedikit, Haruhiro juga berkata, “Terima kasih.” Sudut bibir Renji sedikit terangkat. Tidak cukup untuk bisa digambarkan sebagai senyuman. Tapi cukup untuk membuat Haruhiro berpikir, Wow! Gak terpikir olehku bisa melihat Renji yang seperti itu. Syukurlah aku mengatakan sesuatu tadi.

 

Mereka pergi ke kiri di tikungan dan bertemu Shinohara yang sedang menunggu bersama sembilan anggota Orion lainnya.

 

“Hei,” kata Shinohara, lalu mengangkat salah satu tangannya sambil tersenyum biasa—yang begitu dibuat-buat, setidaknya begitulah cara teman kepercayaannya sendiri deskripsikan, jadi pada dasarnya itu adalah senyuman palsu, tapi senyuman palsu itu sangat lah susah dibedakan. Kimura juga mengatakan Shinohara adalah pria yang sangat baik. Mungkin artinya dari berbagai macam segi, jadi sulit untuk diringkas hanya dalam beberapa kata.

 

“Kelihatannya kami membuatmu menunggu.” Entah karena apa, Tokimune mengulurkan tangannya seperti meminta jabatan tangan, dan Shinohara pun segera membalasnya.

 

"Ya. Meski hanya sebentar."

 

“Oh, lihat lah pria ini,” Tokimune menyikut tulang rusuk Shinohara.

 

“B-Bisa kau hentikan?”

 

"Maksudmu tipe 'berhenti' yang berarti terus lanjutkan, benar?"

 

"Tidak, aku mengatakan tipe 'berhenti' yang artinya berhenti, oke?"

 

"Serius nih?"

 

"Apa yang membuatmu berpikir aku tidak serius?"

 

Sulit membayangkan bahwa ekspresi kebingungan itu dibuat-buat, atau sesuatu yang sengaja dia lakukan.

 

Shinohara sedang merencanakan sesuatu. Tapi bukan berarti bahwa itu semacam konspirasi mengerikan yang melibatkan semua orang di sini. Intinya, mungkin saja dia orang yang baik. Haruhiro ingin itu menjadi kenyataan, tapi dia tahu bagaiamana cara membedakan harapan dan kenyataan.

 

“Omong-omong...” Shinohara dan orang-orangnya sedang menunggu mereka di pertigaan jalan. Di sebelah kanan adalah jalur kelompok Haruhiro berasal, dan di sebelah kiri adalah jalur yang telah diambil oleh kelompok Shinohara. Jika mereka berjalan lurus, maka mereka akan mencapai lokasi yang Orion beri nama Ruang Depan. Rupanya di dalam sana ada Ruang Depan, Ruang Tengah, dan Ruang Belakang, tetapi Orion bilang bahwa mereka hanya bisa mencapai Ruang Tengah sejauh ini.

 

“Pertama-tama, aku ingin mengatakan bahwa aku senang bisa melihat dua puluh enam dari kita berhasil maju sejauh ini tanpa kehilangan siapa pun. Bagaimana keadaannya selama itu, Kimura?”

 

“Mereka melakukannya lebih baik dari yang diharapkan, seperti yang kau duga. Ho-voh...!” Kacamata Kimura berkilat. “Bahkan dengan bimbinganku, mereka juga mengandalkan pengetahuan terdahulu mereka sendiri. Ini adalah pertama kalinya mereka di sini. Meskipun begitu, mereka bisa maju sampai ke Ruang Depan dengan mudah. Tokkis, Tokimune-dono dan Haru Heroes, Haruhiro-dono tidak boleh diremehkan.”

 

"Haru...Heroes..." Jika dia mengurus setiap perkataannya, maka dia hanya akan menendang sarang lebah, jadi Haruhiro menahan keinginannya untuk membahas itu.

 

“Tapi, tapi, kami sedikiiit kesulitan di sana pada akhir-akhir!” ucap Kikkawa sambil menjulurkan lidahnya.

 

“Bahkan jika Renji tidak datang, kami akan berhasil menerobos dari sana sendiri!” teriak si Dark Knight bertopeng.

 

"Sudah jelas." Tada mengeraskan cengkraman palunya yang ada di bahu. Terlihat ada urat nadi di dahinya. Gak perlu marah kayak gitu juga kali.

 

"Kami tidak butuh bantuanmu," katanya. “Jangan jadi songong, Renchin.”

"Renji." Renji mengoreksinya. Meskipun wajahnya terlihat sangat tenang, mungkin dia tidak menyukai sikap Tada. Terlihat juga ada urat di dahinya yang terlihat jauh lebih tebal dari biasa.

 

“Kelihatannya kau dan aku harus menyelesaikan ini. Mano-a-mano. Kau tidak akan menolak, kan?”

 

"Jika semua ini telah selesai, baiklah."

 

"Bisakah kau tolak?" sela Haruhiro, tapi hanya diabaikan.

 

"Oke." Tada menjilat bibirnya. “Jangan lupakan itu. Kau harus melakukan itu tak peduli seperti apa situasinya. Akan ku-TPHK kau.”

 

“TPHK?” Tokimune memiringkan kepalanya ke samping. "Apa artinya?"

 

"Tonjok, Pukul, Hantam, dan Hancurkan."

 

"Ohh! Kereeen! Aku menyukainya. TPHK. Kedengeran cooool banget, kan? ”

 

"T! P! H! K!" Kikkawa melompat sambil berpose aneh. "T! P! H! K! T! P! H! K! TPHK!”

 

“Diam lah, yeah! Kikkawa! Atau akan ku-TPHK kau! Yeah!"

 

“Anna-san sudah melakukan itu! Yahoo!” sorak Kikkawa.

 

Mimori mengangguk. “Yahoo.”

 

“Heh!” Tiba-tiba, Inui mulai berlari. Ke arah mereka barusan datang.

 

"Huh? Inui-san?” Kuzaku menatap Haruhiro seolah berkata, Uh, kenapa dia melakukan itu?

 

Mana kutahu.

 

...Tapi Haruhiro tidak bisa mengatakan itu, jadi dia menggelengkan kepalanya secara diagonal, tidak mengatakan untuk ya atau pun tidak.

 

“Kami membawa orang-orang yang sungguh berbakat, ya?” gumam Adachi, lalu tertawa pendek. Dia sedang bersikap sarkastik, tidak diragukan lagi. Kekesalannya terlihat jelas. Dapat dimengerti juga kenapa dia kesal.

 

“Duel antara Renji-kun dan Tada-kun. Kedengarannya layak untuk ditunggu,” kata Shinohara seolah-olah dia serius tentang itu. Tapi, ini adalah Shinohara, jadi sulit untuk mengatakan itu dengan pasti. “Setelah misi ini selesai, kuharap kalian mengizinkanku melihat di barisan depan. Kalau begitu, bagaimana kalau kita mulai bergerak ke Ruang Depan?”

 

Dua puluh lima anggota itu menunggu para Priest untuk menyusun kembali sihir dukungan mereka, lalu lanjut bergerak ke Ruang Depan.

 

Tidak seperti Koridor, Ruang Depan, Tengah, dan Belakang tidak lah gelap gulita, meskipun tidak seterang Halaman Dalam Ruang. Apakah ruangan ini memantulkan cahaya lentera kelompok ini? Atau mungkin dibuat atau dicat dengan bahan yang akan bersinar jika terkena cahaya. Ada pola-pola di langit-langit dan lantai serta seni yang ada di dinding yang tampak seperti menggambarkan raja dan para pengikutnya, dan ada juga deretan patung yang semuanya bersinar-sinar samar. Berkat itu, mereka jadi bisa melihat ukuran dan struktur ruangan ini, setidaknya secara kasar, dan bisa melihat lebih jauh dari cahaya lentera mereka.

 

"Di Ruang Tengah...Aku bisa melihat lorong di setiap sisi, yang mengarah ke kiri dan kanan." Haruhiro mengamati Ruang Depan, Ruang Tengah, dan Ruang Belakang sambil tetap berhati-hati terhadap patung-patung itu.

 

“Itu merupakan pertigaan jalan... ada juga lorong di depan Ruang Belakang, ya? Ketiga ruangan itu berbentuk silinder, dan mungkin... berdiameter dua puluh meter? Ruangan-ruangan ini juga terlihat cukup tinggi, tapi...tidak ada lantai dua. Tinggi langit-langitnya kisaran lima meter. Tidak, mungkin sedikit lebih dari itu.”

 

“Objek-objek itu,” kata Ranta sambil menggeser topengnya ke samping, dan menunjuk ke sebuah patung dengan matanya. “Mereka tidak akan bergerak, kan? Jadi? Apa aku benar...?"

 

“Ryo-goh!” Tawa aneh Kimura sudah terlalu banyak jenisnya untuk bisa dihitung. “Mengapa tidak cari tahu saja sendiri, Ranta-dono?”

 

“Akan kuanggap itu sebagai tantangan. Jika kau pikir aku akan takut, maka kau salah besar, oke?”

 

Meskipun begitu, Ranta malaju ke depan dengan berjinjit-jinjit dengan perlahan, dan sangat hati-hati pada patung itu. Tindakannya yang hati-hati itu sungguh lucu. Mungkin karena dia Ranta?

 

"Sialan! Aku gak takut! Aku terlalu hebat untuk bisa merasa takut!”

 

“Nyaa-aaaaa!” Yume menerjang ke depan dan memeluk patung itu. "Hmmm? Ini cuma patung biasa, kan?”

 

“Ah! Yume! Sialan kau! Padahal aku mau memeriksanya!”

 

“Tapi, yah. Kamu bertingkah begitu ketakutan, jadi Yume menjadi terangsang, tahu?”

 

“Meskipun begitu jangan seenaknya ngambil tindakan! D-Dan juga apa yang membuatmu terangsang?”

 

“Hei, Yume juga punya waktu ketika dia jadi terangsang, lho.”

 

“Jangan kau katakan itu dengan entengnya di tempat umum kek gini! Malu lah dikit! ”

 

“Menjadi terangsang bukanlah hal yang memalukan. Benar kan, Merry-chan?”

 

"Huh?" kata Merry setelah hening sejenak. “Oh... Y-Ya... Eh? Kurasa begitu...? Hm...?”

 

“Sebagai hewan yang perlu bereproduksi, kupikir beberapa tingkat nafsu seksual adalah hal yang wajar, meskipun bervariasi tergantung individunya,” kata Setora dengan nada tidak tertarik.

"Yap, bener banget." Yume mengangguk. “Hewan juga punya nafsu makan, lho. Mereka makan tiga kali sehari. Kamu juga harus ingat untuk makan sayuran, oke?”

 

“Pft…” Sungguh sulit dipercaya, tawa lepasan itu berasal dari Renji. Tapi tunggu dulu, ketika Haruhiro menengok ke arahnya, tidak ada sedikitpun tanda dia sedang tersenyum. Mungkinkah dia hanya membayangkannya?

 

"Dia pantas jadi komedian..."

 

Tapi Renji lah yang menggumamkan itu pada dirinya sendiri, jadi mungkinkah tadi itu benar-benar dia?

 

“Hm? Apakah hewan gak makan tiga kali sehari?” tanya Yume sambil memiringkan kepalanya ke samping, dan Renji pun mendengus lagi. Ya, tadi itu pasti dia.

 

"Matsuyagi, bantu lah kami bersiap-siap," perintah Shinohara.

 

Matsuyagi, salah satu Warrior Orion, melangkah maju. Pria itu bisa dipanggil raksasa. Dia lebih tinggi dari Kuzaku yang tingginya 190 sentimeter, dan punya bahu yang lebar serta dada yang sangat tebal. Kepalanya juga besar, mungkin dua kali ukuran kepala Merry atau Setora. Atau mungkin tiga kali. Matsuyagi memiliki kain putih yang melilit di lehernya, yang ternyata merupakan jubah yang sama seperti yang dikenakan anggota Orion lainnya. Dia begitu besar sampai-sampai jubahnya terlihat seperti dasi saja.

 

Tapi Matsuyagi tidak hanya besar, dia juga membawa banyak barang. Ransel besar yang dia letakkan di tanah tampak sangat berat. Di dalamnya ada banyak palu perang. Mungkin kisaran sepuluh, atau setidaknya mendekati dua puluh.

 

Matsuyagi memiliki dua palu perang yang tergantung di pinggangnya. Haruhiro penasaran apakah dia bisa mengayunkan salah satunya bahkan jika dia memegangnya dengan kedua tangan. Palu-palu itu tampak begitu berat.

 

Sementara palu-palu perang yang dibawa di ranselnya jauh lebih kecil.

 

"Stone Guard." Kacamata Kimura berkilat. “Itu lah sebutan kami terhadap musuh yang menyebabkan begitu banyak kesulitan pada Orion, dan memaksa kami mundur tidak hanya sekali, tetapi dua kali. Kami akan meminta kalian menggunakan ini untuk mengalahkan mereka. ”

 

Orion memiliki dua Warrior selain Matsuyagi. Keduanya laki-laki, dan mereka menggunakan pedang. Mereka mengeluarkan semua palu perang dari sana dan mengambil palu perang bagian mereka sendiri.

 

“Kalian tidak bisa mengalahkan Stone Guard dengan pedang biasa,” jelas Shinohara, tetapi dia tidak meraih palu perang yang dibawa, yah, dia adalah pemimpin Orion, dan kelihatannya pedang dia bukan lah pedang biasa, jadi tak perlu khawatir. "Ayo kita lihat. Kupikir Renji dan Ron akan baik-baik saja dengan senjata mereka sendiri. Tentu saja, Tada pun begitu. Haruhiro, aku akan meminta Party-mu untuk menggunakan palu perang yang dibawa Matsuyagi. Harusnya kami memiliki jumlah yang lebih dari cukup, jadi jika rusak, maka jangan ragu untuk mengambil yang lain lagi. ”

 

Meskipun diberitahu bahwa dia bisa menggunakan senjatanya sendiri, Renji mengambil palu perang tidak hanya satu, tapi dua. Kelihatannya Ron akan menggunakan senjatanya yang biasa.

 

Tokimune dan Kikkawa mengambil satu. Mimorin mengikuti.

 

Ranta coba mengangkat dua, tetapi setelah mencoba mengayunkannya, kelihatannya dia memutuskan bahwa itu tidak cocok untuknya.

 

“Kurasa satu aja dah cukup...”

 

"Aku akan melakukan gaya dua pedang." Kuzaku dengan berani mengambil satu palu perang di masing-masing tangannya. Ranta mendengus.

 

"Itu bukan pedang, tolol."

 

“Kalau begitu, gaya dua palu.”

 

"Gak ada yang kek gituan, idiot."

 

“Jadi aku harus menyebutnya apa, senpai?”

 

“Senpai? Siapa yang kau panggil senpai?”

 

"Kau lah. Kau kan lebih senpai dariku, kan? Meskipun kau cuma sampah."

 

"Siapa yang kau panggil sampah?!"

 

"Yume baik-baik saja dengan satu palu."

 

“Uhh, aku juga…”

 

Haruhiro dan Yume mengambil satu, tetapi Haruhiro tidak merasa cocok dengannya. Apa aku bisa menggunakan benda ini dengan benar? dia bertanya-tanya. Dia pun tidak yakin, tapi dia harus mencobanya. Setora juga mengambil satu palu perang.

 

"Anu, bagaimana dengan Inui-san?" tanya Haruhiro kepada Tokimune hanya untuk memastikan.

 

"Ah." Tokimune dengan cekatan memutar-mutarkan palu perangnya, lalu memamerkan gigi seputih mutiaranya ke Haruhiro. “Gak perlu khawatirin Inui. Dia akan segera kembali. Mungkin pada saat-saat yang tepat.”

 

Sungguh?

 

“Kalau begitu…” Kacamata Kimura berkilat. “Mereka mengatakan bahwa yang ketiga kalinya adalah akhir. Bagaimana kalau kita langsung turun ke bisnis? ” Shinohara mengangguk dan menghunuskan pedangnya.

 

Pedangnya pendek tapi lebar. Ujungnya tidak runcing, melainkan miring, seolah-olah telah dipotong dengan sengaja. Senjatanya tampak seperti belati yang panjang dan kokoh, atau mungkin pedang yang pendek namun tebal. Mungkinkah itu relik?

 

“Kami sudah mencoba berbagai metode, tetapi sihir hampir sepenuhnya tidak efektif. Sebenarnya, hal yang mungkin untuk menjatuhkan Stone Guard dengan melantunkan sihir api Arve dan sihir es Kanon secara bergantian. Namun, metode ini tidak dapat digunakan di tengah-tengah pertempuran yang kacau serta sulit untuk menyebutnya efisien. Dan juga mempertimbangkan apa yang masih perlu kita lakukan setelah ini, aku meminta kalian semua untuk menghemat sihir.”

 

“Jadi yang harus kita lakukan hanyalah menghancurkan mereka, ya?” Tokimune mengedipkan salah satu matanya. “Sederhana memang lah yang terbaik. Anna-san, kami mengandalkanmu!”

 

"Of course! Aku akan menyemangati kalian extremely serius, yeah!”

“Yey! Dengan Anna-san yang menyemangatiku, aku jadi memiliki kekuatan delapan pria!”

 

"Apa? Cuma delapan?" kata Ranta.

 

"Huh? Emangnya kamu punya berapa, Ranta? Apa kau bisa mengalahkanku?! ”

 

"Tentu saja! Aku punya kekuatan seratus orang!"

 

"Aku seribu." Tada menyela.

 

"Oh! Omong besar juga kau, Tada! Kalau begitu aku delapan ribu!” Tokimune melanjutkan.

 

"Brengsek kau, Tokimune... Kalau begitu, aku enam belas ribu."

 

“Kecil banget, yeah! Assholes! Kau cuma ngediemin jewels keluargamu?! Tujulah satu juta! ”

 

"Wow! Satu juta?! Mengapa tidak satu miliar aja?! ”

 

"Aku punya kekuatan... delapan triliun!"

 

“Itu dia! Tadacchi! Tada-san! Kita punya triliuner! Yahoo...!” sora Kikkawa.

 

“Yahoo.” Mimori mengikutinya.

 

Apa-apaan itu? "Yahoo" Kikkawa yang bersemangat dengan Mimorin yang jauh lebih tenang membuat kepala Haruhiro sakit.

 

“Buh-vwohah…!” Kimura tertawa. Tawanya terdengar sangat eksentrik, dan Haruhiro benar-benar berharap dia menghentikannya. "Mereka datang! Mereka datang! Mereka! Datang! Stone Guard!”

 

Shinohara menghantam perisainya dua kali dengan pedang, dan sejumlah anggota Orion mulai melemparkan alat berbentuk tongkat kecil ke Ruang Tengah satu demi satu. Alat-alat itu akan memancarkan cahaya yang relatif terang sampai padam pada akhirnya. Mereka mulai bersinar tepat setelah melewati pintu masuk ke Ruang Tengah dari Ruang Depan.

 

Haruhiro menghela napas, lalu menatap setiap rekannya.

 

"Oke!" Kuzaku mengangkat bahunya, dan melepaskan ketegangannya.

 

"Nyaa!" Yume memutar-mutar lengan kanannya sampai membentuk lingkaran. Itu adalah lengan yang membawa palu perang, tapi dia terlihat seperti tidak merasakan beban sedikit pun. Pergelangan tangan dan bahunya sungguh fleksibel.

 

"Heh..." Si Dark Knight bertopeng perlahan-lahan memutar lehernya, dia bertingkah kalau semua ini bukan lah masalah besar baginya.

 

Merry bertatapan dengan Haruhiro, lalu mengangguk kecil.

 

Setora menatap Ruang Tengah, dan tidak memegang palu perangnya dalam posisi siap bertarung, tetapi malah membiarkannya menjuntai saja di sisinya.

 

Ada beberapa ‘objek’ keluar dari lorong di kedua sisi Ruang Tengah.

 

Terdengar suatu suara berat, dan mereka pun keluar satu demi satu secara berurutan.

 

Sesuatu-sesuatu itu. Mereka terlalu berbatu untuk bisa disebut petarung. Terlalu berbatu mungkin terdengera seperti frasa yang aneh, tetapi mereka terlalu mirip batu. Kelihatannya mereka memiliki dua kaki. Sebenarnya kakinya begitu kecil sehingga bukan hal yang aneh untuk mengatakan bahwa mereka tidak bisa bergerak begitu leluasa. Tubuh mereka seperti perisai tebal. Bahkan, mungkin lebih akurat untuk menggambarkan mereka sebagai batu tulis yang kelewat tebal. Mereka tidak memiliki sesuatu seperti lengan ataupun sesautu yang menyerupai kepala. Si perisai, atau batu tulis itu, memiliki empat atau terkadang lima duri yang mencuat dari tubuhnya.

 

"Stone Guard?" Tada mengangkat palu perangnya dan menurunkan pinggulnya. “Selera penamaan kalian begitu buruk. Sesuatu itu hanyalah patung berjalan yang berduri. Aku lebih memilih memanggil mereka Spiny*.”

 

(Berduri)

 

“Ohh,” kata Tokimune, lalu memamerkan gigi seputih mutiaranya. “Spiny, ya? Aku menyukainya."

 

"Ya! Spiny! Aku juga menyukainya!” Kikkawa mengayun-ngayunkan palu perangnya dengan penuh semangat. “Spiny terdengar jauh lebih keren ketimbang Stone Guard! Ya kan, Anna-san?!”

 

“Mereka Spiny sekarang, yeah!”

 

“Yey! Spiny! Yahoo!”

 

“Yahoo.”

 

Aku serius nih, ada apa dengan "yahoo" nya Mimorin? Dia terlihat jelas tidak antusias, jadi kenapa dia repot-repot melakukan itu? Dan cuma karena penggantian nama saja. Spiny? Serius nih? Apakah baik-baik saja?

 

Yah, itu sudah menempel di kepala Haruhiro. Jadi dia tidak akan bisa melepaskannya dalam waktu dekat.

 

"Kalau begitu ayo kita hancurkan para Spiny ini." Shinohara menerimanya tanpa pusing.

 

Kelihatannya Spiny sudah resmi jadi namanya.

 

“Ini akan menjadi pertarungan yang panjang. Jika kau kehabisan napas atau terluka, tolong jangan memaksakan diri. Mundur lah dan istirahat. —Kalau begitu, mari kita mulai.”

Komentar